aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Rabu, 14 Agustus 2013

Tokoh-Tokoh Yang Berperan Dalam Perumusan Awal Teks Proklamasi Dan Pelaksanaannya

Sebagai warga negara Indonesia dan pecinta sejarah, kita harus menghargai jasa tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia. 

Bagaimana kita menghargai jasa-jasa para tokoh tersebut? Penghargaan kita terhadap jasa para tokoh proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat kita wujudkan dengan melakukan berbagai hal, seperti:
  • Berziarah ke makam para pahlawan yang terlibat dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia serta mendoakan mereka. 
  • Melakukan upacara peringatan kemerdekaan dengan penuh hikmah. 
  • Mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya. Sebagai pelajar, kita harus dapat mengisi kemerdekaan dengan balajar tekun supaya kelak bisa menjadi generasi penerus yang cerdas, terampil, dan berguna bagi bangsa dan negara.
  • Memperlajari riwayat para tokoh yang terlibat dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah kita mengetahui riwayat hidup para tokoh tersebut, kita bisa meneladani hal-hal positif yang telah mereka lakukan. Dan sebagainya. 


Tokoh-tokoh yang dimaksud adalah sebagai berikut: 

No.
Nama Tokoh
Peran
1.
Chaerul Saleh.
Pimpinan rapat pemuda di Pegangsaan Timur.
2
Darwis dan Wikana.
Merupakan utusan untuk menyampaikan keputusan rapat pemuda kepada Soekarno-Hatta.
3.
Singgih, Sukarni, dan Yusuf Kunto.
Membawa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok.
4.
Shudancho Subeno.
Komandan kompi tentara Peta di Rengasdengklok.
5.
Ahmda Subardjo.
Tokoh golongan tua yang menjemput Soekarno-Hatta untuk kembali ke Jakarta.
6.
Laksamana Maeda.
Angkatan laut Jepang yang bersimpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Ia menyediakan tempat perumusan teks proklamasi.
7.
Soekarno, Moh. Hatta, dan Ahmad Subardjo.
Perumusan naskah proklamasi.
8.
Sukarni, Sayuti Melik, B.M. Diah, dan Sudiro.
Tokoh pemuda yang menyaksikan perumusan teks proklamasi.
9.
Sayoeti Melik.
Pengetik naskah proklamasi.
10.
Sukarni.
Pengusul yang menandatangani teks Proklamasi Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
11.
Ibu Fatmawati.
Pembuat bendera Merah Putih yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
12.
Suhud dan Latif Hendradiningrat.
Pengibar bendera Merah Putih.
13.
Soekarno-Hatta.
Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia.
Reff

Upacara Proklamasi Kemerdekaan


Pada saat fajar menyingsing, tanggal 17 Agustus 1945, para pemimpin bangsa Indonesia yang terlibat dalam perumusan teks proklamasi baru keluar dari rumah Laksamana Maeda. Mereka telah sepakat untuk melaksanakan upacara proklamasi kemerdekaan di depan rumah kediaman Bung Karno. Bung Hatta menugaskan B.M. Diah agar memperbanyak atau menggandakan teks proklamasi dan menyebarluaskannya.

Berkat kerja keras para pemuda, pagi hari rumah kediaman Bung Karno telah dipadati massa, para pemuda, dan tokoh-tokoh PPKI untuk turut menyaksikan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pasukan Peta dengan senjata lengkap berjaga-jaga di sekitar rumah Bung Karno. Komandannya Shudancho Latif Hendraningrat dan Shudancho Arifin Abdurahman, sibuk mempersiapkan keperluan upacara dan memimpin anak buahnya.

 

Sementara itu, Sekretaris Ir. Soekarno, menugaskan S. Soehoed, komandan pengawal rumah Bung Karno dan pemimpin Barisan Pelopor, agar menyiapkan tiang bendera dari bambu. Bendera Merah Putih telah pula disiapkan oleh Fatmawati Soekarno. Bendera Merah Putih itu dijahitnya sendiri.

Upacara proklamasi kemerdekaan Indonesia dilaksanakan secara sederhana dengan ururtan acara sebagai berikut:
a. Pembacaan Proklamasi.
b. Pengibaran bendera Merah Putih.
c. Sambutan Walikota Soewirjo dan Dr. Moewardi.

Sekalipun sederhana, upacara proklamasi dilakukan dengan penuh hidmat dan rasa haru. Dengan suara mantap Ir. Soekarno mengucapkan pidato pendahuluan, yang disusul kemudian dengan pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan. Upacara dilanjtkan dengan pengibaran bendera Merah Putih. Acara ini diiringi oleh nyanyian lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Soepratman. Upacara kemudian ditutup dengan sambutan Walikota Soewirjo dan Dr. Moewardi.

Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Sekitar pukul 20.00 WIB, rombongan Bung Karno dan Bung Hatta telah kembali ke Jakarta. Mereka tiba dengan selamat. Setibanya di Jakarta, para pemuda sibuk mencari tempat pertemuan yang aman untuk membahas proklamasi. Atas usaha Mr. Achmad Soebardjo, diperolehlah tempat yang aman untuk mengadakan pertemuan yaitu rumah Laksamana Maeda.

Laksamana Muda Maeda adalah Wakil Komandan Angkatan Laut Jepang. Ia banyak menaruh simpati terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Rumah itu terletak di Jalan Imam Bonjol No. I Jakarta Pusat. Dipilihnya rumah Laksamana Maeda, antara lain agar pembicaraan tentang proklamasi kemerdekaan berjalan aman dari gangguan tentara Jepang. Sejak berita menghilangnya Bung Karno dan Bung Hatta, memang mereka sibuk mencari kedua tokoh bangsa Indonesia tersebut.



 

Di rumah Laksamana Maeda berkumpul tokoh-tokoh pemuda dan beberapa orang anggota PPKI. Sebelum pertemuan dimulai, Bung Karno dan Bung Hatta mendatangi Jenderal Nisyimura. Maksudnya untuk menjajaki sikap dan garis kebijaksanaan Penglima Tentara Jepang terhadap proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ternyata, sikapnya tidak menghendaki adanya pengalihan kekuasaan. Berdasarkan kenyataan itu, Bung Karno dan Bung Hatta kemudian memutuskan untuk mewujudkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tanpa perlu berhubungan lagi dengan Jepang.

Kedua tokoh bangsa Indonesia itu kembali menuju rumah Laksamana Maeda. Ir. Soekarno segera memimpin perumusan teks proklamasi. Ketika pembahasan naskah proklamasi berlangsung, Laksamana Maeda mengundurkan diri. Ia pergi ke ruang belajarnya di lantai dua. Sementara itu, kepercayaan Jenderal Nisyimura, Miyosi, bersama tiga orang tokoh pemuda, yaitu Soekarni, Soediro, dan B.M. Diah menyaksikan Bung Karno dan Bung Hatta merumuskan naskah proklamasi. Yang lainnya menunggu di serambi depan.

Teks proklamasi ditulis tangan oleh Ir. Soekarno. Setelah rumusan teks proklamasi selesai dibuat, tepat pukul 04.30 waktu Jepang atau 04.00 WIB, mereka menuju serambi muka menemui tokoh-tokoh lainnya. Ir. Soekarno kemudian membacakan konsep proklamasi. Ia kemudian menyarankan agar semua yang hadir turut serta menandatanginya. Dalam kesempatan itu, Soekarni menyerankan agar yang menandatangi naskah proklamasi itu cukup dua orang atau Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia. Usul Soekarni tersebut disetujui oleh yang hadir.


 

Setelah dilakukan beberapa perubahan redaksi, Ir. Soekarno meminta Sayoeti Melik untuk mengetik konsep proklamasi itu. Naskah proklamasi yang ditulis Ir. Soekarno setelah diketik Sayoeti Melik, juga mengalami beberapa perubahan. Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut: 

No.
Naskah Tulisan Ir. Soekarno
Naskah hasil ketikan Sayoeti Melik
1.
Proklamasi.
PROKLAMASI.
2.
Hal2.
Hal-hal.
3.
Tempoh.
Tempo.
4.
Djakarta 17-08-05.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05.
5.
Wakil2 bangsa Indonesia.
Atas nama bangsa Indonesia. 
Ada tiga perubahan redaksi pada naskah proklamasi yang disetujui. Pertama, tempoh diganti dengan tempo. Kedua, wakil bangsa Indonesia diganti dengan atas nama bangsa Indonesia. Ketiga, cara menulis tanggal Djakarta 17-8-05 diganti menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Naskah hasil ketikan Sayoeti Melik kemudian ditandatangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Dalam kesempatan itu, dibahas tentang tempat dan pelaksanaan upacara proklamasi kemerdekaan. Soekarni kembali mengusulkan agar pembacaan proklamasi itu dilangsungkan di lapangan IKADA. Namun, Ir. Soekarno menyarankan agar upacara proklamasi kemerdekaan dilakukan di rumah kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Saran Ir. Soekarno tersebut disetujui oleh yang hadir. Kemudian disepakati, bahwa pembacaan proklamasi akan dilaksanakan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, hari Jum’at, tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB.

Sekilas Tentang Peristiwa Rengasdengklok


Peristiwa Rengasdengklok itu terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945. Dengan peristiwa tersebut, para pemuda berhasil mendesak dan meyakinkan Bung Karno dan Bung Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada keesokan harinya, tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disambut dengan bahagia oleh segenap rakyat Indonesia. Dengan peristiwa mengharukan itu, seluruh rakyat menyadari Indonesia telah menjadi negara merdeka. Seluruh rakyat di pelosok tanah air telah menjadi bangsa yang bebas dari cengkeraman penjajah.

Namun demikian, sebenarnya di balik peristiwa yang penuh dengan suka duka itu, telah terjadi peristiwa yang sangat menegangkan. Peristiwa yang dimaksud berupa perbedaan pendapat antara kelompok muda dengan kelompok tua tentang proklamasi kemerdekaan. Kelompok tua, tokoh-tokohnya antara lain seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta. Adapun kelompok muda, antara lain:

  • Kelompok Sukarni, tokoh-tokohnya adalah Soekarno, Adam Malik, Armoenanto, Pandoe Kartawigoena, dan Maroenta Nitimiharjo.
  • Kelompok Syahrir, tokoh utamanya Syahrir.
  • Kelompok Pelajar, tokoh-tokohnya Chaerul Saleh, Johan Noer, Sayoko, Syarif Thayeb Darwis, dan Eri Soedewo.
  • Kelompok Kaigun, tokoh-tokohnya Mr. Ahmad Soebarjo, Soediro, Wikana, dan E. Khairoedin.
Setelah mendengar berita kekalahan Jepang atas Sekutu, kelompok muda menghendaki agar Indonesia segera diproklamasikan. Para pemuda tidak menghendaki apabila kemerdekaan Indonesia itu diperoleh sebagai hadiah dari Jepang. Mereka menghendaki kemerdekaan Indonesia diperoleh dari perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Mereka berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan hak dan persoalan bangsa Indonesia sendiri. Oleh sebab itu, mereka mendesak agar proklamasi kemerdekaan Indonesia segera dilaksanakan di luar PPKI. 


 

Namun demikian, golongan tua berpendapat bahwa pelaksanaan proklamasi tetap dilaksanakan di dalam PPKI untuk tidak memancing konflik dengan pihak Jepang. Bung Karno dan Bung Hatta juga beralasan bahwa Jepang masih bersenjata dan mempunyai tugas memelihara keamanan agar tidak terjadi perubahan status quo sampai Sekutu tiba di Indonesia.

Akibat penolakan itu, kedua tokoh tua itu diamankan dan disembunyikan ke Rengasdengklok, daerah Karawang – Bekasi. Tujuan pengamanan itu agar kedua tokoh tersebut tidak diperalat oleh Jepang maupun Sekutu. Para pemuda berharap bahwa dengan cara tersebut, kedua tokoh tersebut bersedia untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Sebelum rencana Rengasdengklok dilaksanakan, Chaerul Saleh sempat menanyakan kepada Singgih tentang tempat pengamanan Bung Karno dan Bung Hatta. Singgih menyebutkan nama Rengasdengklok. Menurut pendapatnya, tempat itu sangat tepat, dengan alasan:

  • Daerah ini dilatarbelakangi Laut Jawa. Dengan demikian, jika ada serangan dapat segera pergi melalui laut.
  • Sebelah Timur dibentengi oleh wilayah Purwakarta dengan satu Daidan Peta.
  • Sebelah Selatan ada Peta Cedung Gedeh.
  • Sebelah Barat ada tentara Peta di Bekasi.
Selain itu, Singgih sudah sangat akrab dengan para anggota Peta Rengasdengklok, terutama dengan Sudancho Umar Bahsan. Mereka sama-sama anggota Peta dan teman di AMS (SLTA). Chaerul Saleh bertanya kembali, “Siapa Sudanchonya?” Singgih menyebut nama Subeno. Ia dari RHS (Rechts Hoge School / Fakultas Hukum). Rapat menyetuui rencana Singgih.

Sebelum rapat bubar, Chaerul Saleh membagi tugas kepada kawan-kawannya. Setelah rapat selesai, Singgih beserta ketiga orang temannya, yaitu Soetrisno, Sampoen, dan Soerachmat dengan menggunakan mobil pergi menuju rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur 56. Waktu itu jam menunjukkan pukul 03.00 WIB. Tanpa ragu-ragu, Singgih menuju serambi depan rumah Bung Karno. Soedancho Soetrisno dan Boedancho Sampoen berjaga-jaga. Tidak lama kemudian, Bung Karno keluar ketika mendengar suara sepatu di ruangan depan. Bung Karno tampaknya belum tidur karena baru selesai makan sahur. Saat itu bertepatan dengan bulan puasa.

 

Bung Karno agak terkejut melihat seorang anggota Peta datang menghadap di malam buta. Mereka berpakaian lengkap dengan pedang samurai terhunus di pinggangnya. Dengan sikap tegas, Singgih memberi hormat. Bung Karno bertanya, “Ada apa malam-malam begini datang ke rumah?”. Bung Karno agak tenang. Ia cukup mengenal Singgih dan kawan-kawannya ketika bersama-sama mengikuti latihan militer di Daidan.

Singgih menjawab, “Kami Tentara Peta ingin berbicara dengan Bapak. Tetapi, tidak di sini”.
“Tidak di sini? Lalu mau bicara di mana?” tanya Bung Karno
“Yang jelas tidak di sini,” jawab Singgih.
Bung Karno menegaskan. “Saya tidak bisa pergi karena besok ada rapat dengan PPKI mengenai proklamasi kita”.
“Kami mohon maaf, Pak! Kalau keadaan tidak genting dan gawat, waktu malam buta begini kami tidak akan datang. Keamanan di Jakarta sudah tidak aman untuk Bapak dan Bung Hatta. Oleh karena itu, kami dari Peta ingin berbicara dengan Bapak”, sahut Singgih.

Pendamping Singgih menambahkan pula, “Nanti pagi sebelum matahari terbit akan ada pemberontakan rakyat yang dipimpin tentara Peta diikuti oleh pemuda, mahasiswa, pelajar, dan Heiho. Tujuanya untuk melucuti tentara Jepang. Pertempuran akan hebat dan revolusi akan berkobar.” Singgih kemudian menambahkan, “Kami mohon Bapak percaya kepada tentara Peta yang akan memberian pengamanan kepada Bapak sebagai pemimpin kami.”

Bung Karno terdiam sejenak. Kemudian mengatakan, “Baik, saya setuju. Tapi istriku Fatma dan Guntur, juga Bung Hatta harus ikut!

“Setuju,” sahut Singgih.

Singgih dan teman-temannya pun berpamitan untuk menjeput Bung Hatta. Setibanya di rumah Bung Hatta, Singgih kemudian menyampaikan maksudnya. Pembicaraan dengan Bung Hatta tidak mengalami kesulitan. Bung Hatta segera menyetujuinya setelah mengetahui Bung Karno pun setuju pergi ke luar kota. Mereka kemudian berangkat menuju rumah Bung Karno. Bung Karno dengan istri dan anaknya sudah siap menunggu. Mereka kemudian pergi menuju Rengasdengklok. Tentara Peta dengan ketat mengawal mereka.

Para prajurit Choedan Rengasdengklok menyambut kedatanagn rombongan Bung Karno dengan pekik merdeka. Setelah beristirahat beberapa saat, dalam suasana yang diliputi ketegangan, Singgih mulai angkat bicara, “Apakah Bung Karno bersedia untuk segera menyatakan kemerdekaan kita?”. Suasana semakin tegang. Bung Karno belum juga mau berbicara. Singgih kembali meyakinkan Bung Karno bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan tidak mungkin lagi memenuhi janjinya memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Bung Karno diminta memenuhi kehendak rakyat memproklamasikan kemerdekaan oleh kekuatan bangsa Indonesia sendiri.

Akhirnya, Bung Karno menganggukkan kepalanya dan menyatakan kesediaannya untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tetapi dilakukan di Jakarta. Mengetahui Bung Karno menyanggupinya, hati Singgih dan para pemuda lainnya merasa lega dengan diliputi keharuan yang mendalam. Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 9.00 WIB lebih.

Setelah kesepakatan dicapai, Bung Karno dan Bung Hatta akan segera mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta. Dengan dijemput oleh Mr. Ahmad Soebardjo dan Soediro, Bung Karno dan Bung Hatta beserta keluarga, pada sore harinya dikembalikan ke Jakarta.

Kemunculan Ya'juj dan Ma'juj

"Kemunculannya menandai akan datangnya hari kiamat". 

Pada zaman dahulu, di masa kenabian Ibrahim, hidup seorang raja yang saleh bernama Zulkarnain. Rakyat sangat menyukainya karena sang raja amat bijaksana. Pascakepemimpinan raja Namrud yang kejam, Zulkarnain hadir sebagai pengganti yang membawa kesejahteraan bagi rakyatnya. Tak hanya itu, Zulkarnain pun berkiprah besar dalam mendakwahkan agama tauhid yang dibawa Ibrahim.

Zulkarnain amat cerdas dan pandai berpetualang. Ia melakukan ekspedisi ke seluruh dunia untuk menyebarkan agama tauhid. Sang raja amat pandai menguasai bahasa berbagai dunia. Ia juga mahir berlayar melakukan perjalanan dari belahan timur hingga barat bumi.

Pada sebuah perjalanannya, Zulkarnain sampai ke tempat matahari terbenam di bagian barat dunia. Di sana ia mendapati penduduknya tak beriman. Zulkarnain pun kemudian mendakwahkan keesaan Allah. Mereka pun menerimanya dengan gembira. Perjalanan berlanjut, Zulkarnain tiba di kawasan timur dunia di mana matahari tampak terbit dari sana.

Penduduk Timur tersebut amat miskin dan terbelakang hingga tak mampu membangun tempat tinggal. Zulkarnain pun membantu mereka, mengajarkan memiliki tempat yang dapat melindungi diri mereka dari panas dan hujan. Setelah mendapat bantuan, mereka pun menerima dakwah Zulkarnain dengan gembira.

Ia pun melanjutkan kembali perjalanannya. Tibalah Zulkarnain pada sebuah tempat di antara dua gunung. Di bukitnya terdapat sebuah kaum yang tak mengerti bahasa. Zulkarnain yang cerdas pun memerlukan penerjemah untuk memahami ucapan mereka. Kaum tersebut pun mengeluhkan kesulitan mereka pada Zulkarnain. Mereka selalu dilanda kemiskinan karena harta mereka selalu diambil paksa oleh kaum kejam bernama Ya'juj dan Ma'juj.

Para manusia kejam tersebut berpostur tubuh yang tak biasa, mereka selalu merusak setiap hal yang dilewati. Kaum Ya'juj dan Ma'juj tersebut tinggal di antara dua gunung. Mereka selalu mengganggu kaum di bukit dengan merampas dan merusak segala sesuatu, baik tanaman maupun ternak.

"Hai Zulkarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?" pinta penduduk bukit.

Zulkarnain pun berkeinginan membantu mereka. Namun, tak ada daya upaya kecuali pertolongan Allah. Maka, diajak berimanlah para penduduk bukit dua gunung tersebut. Setelah mereka beriman, Zulkarnain pun memikirkan cara untuk membatasi mereka dengan kaum kejam Ya'juj dan Ma'juj. "Bawakanlah padaku besi dan tembaga, akan kubuat dinding di antara kalian dan mereka," ujar Zulkarnain.

Maka, dikumpulkanlah segala hasil tambang para penduduk bukit. Zulkarnain kemudian menggali tanah lalu membangun fondasi yang kokoh dari besi. Setelah itu, besi tersebut dipanaskan, lalu dilebur dengan cairan tembaga yang mendidih. Maka, jadilah dinding benteng yang amat kokoh yang mengurung Ya'juj dan Ma'juj di tempat tinggalnya.

Melihatnya, penduduk bukit bersuka cita, ia pun berterima kasih pada Zulkarnain. Namun, dengan rendah hati, Zulkarnain bersyukur kepada Allah. "Dinding ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh dan janji Tuhanku itu adalah benar," ujar Zulkarnain.

Sementara itu dari balik gunung, Ya'juj dan Ma'juj berusaha menembus dinding tersebut. Namun, tak satu pun dari mereka yang berhasil memanjatnya ataupun melubanginya hingga kini. Dikisahkan bahwa setiap hari sejak Zulkarnain membangun dinding ribuan abad silam, pemimpin mereka selalu mengerahkan rakyatnya untuk memanjat dinding tersebut. Namun, tak pernah membuahkan hasil meski dilakukan setiap hari hingga kini.

Keluarnya Ya'juj dan Ma'juj dari tempat mereka merupakan salah satu tanda datangnya hari kiamat. Sebagaimana ucapan Zulkarnain, jika Allah berkehendak maka amat mudah dinding tersebut hancur. Dengan upaya perobohan dinding tiap hari oleh Ya'juj dan Ma'juj, mereka akan berhasil menembusnya saat menjelang hari akhir. Saat mereka keluar dari sana, jumlah mereka amat banyak. Mereka turun gunung bagaikan air bah. Tak ada yang mereka lewati, kecuali akan hancur lebur. Setiap tanaman dirusak, setiap jiwa akan dibunuh. Demikian, kekejaman Ya'juj dan Ma'juj.

Kisah tentang Zulkarnain tersebut terdapat dalam Alquran surah al-Kahfi ayat 83 hingga 101. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai Ya'juj dan Ma'juj terdapat dalam surah al-Anbiya ayat 96-97. Dari kisah tersebut terdapat hikmah mengenai sikap bijaksana dan rendah hati pemimpin. Namun, pelajaran yang paling utama yakni mengingatkan kita akan hari kiamat. Dengan mengingatnya, maka bertambah rajinlah kita dalam beribadah. Ya'juj dan Ma'juj benar adanya dan masih hidup hingga kini.

Kemunculan mereka merupakan salah satu tanda hari kiamat. "Hingga apabila dibukakan (dinding) Ya`juj dan Ma`juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka berkata), 'Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zalim'." al-Anbiya`ayat 96-97.

Ketika Bani Israil Menyia-nyiakan Manna dan Salwa

"Mereka tak pernah kelaparan meski di tengah padang pasir".

Selepas dari kejaran Firaun yang ditenggelamkan di Laut Merah, kisah Bani Israil bukan berakhir, namun justru bermula. Setelah lepas dari perbudakan bangsa Mesir, mereka memulai hidup baru yang dipenuhi rahmat Allah. Di bawah kepemimpinan Nabi Musa, mereka menjadi kaum yang paling mulia kala itu. Namun, saat hidup baru inilah banyak cerita menarik yang justru membuktikan sifat pembangkangan Bani Israil.

Alkisah, setelah menyelamatkan diri dari Mesir, Bani Israil digiring Nabi Musa menuju tanah yang dijanjikan, Palestina. Tentu bukan perjalanan yang singkat, apalagi kala itu tak ada arah jalan dan rutenya pun didominasi padang pasir. Dengan kekuasaan Allah, bisa saja Allah mempercepat perjalanan mereka.

Namun, dengan hikmah-Nya, banyak peristiwa terjadi selama perjalanan. Apalagi, sifat Bani Israil yang suka membangkang pada Musa membuat Allah geram hingga membuat mereka berputar-putar di padang pasir tak sampai jua ke tempat tujuan.

Meski diganjar berpuluh tahun tak jua sampai ke Palestina, Bani Israil masih saja mendapat rahmat Allah yang Maha Kasih dan Sayang. Allah mengutus awan untuk menaungi mereka. Alhasil, mereka tak pernah merasakan panas terik mentari meski di padang pasir yang menyengat sekalipun. Untuk minum, Allah pun memberi mukjizat kepada Nabi Musa. Sang Nabiyullah memukulkan tongkatnya ke sebuah batu hingga mengalirlah 12 mata air. Jumlah mata air tersebut sesuai dengan jumlah kabilah kaumnya.

Dengan rahmat Allah tersebut, Bani Israil hidup tenang di sebuah kawasan di Padang Sahara Tih. Meski bertahun-tahun berputar-putar di padang tersebut, mereka tak pernah menderita kesulitan, apalagi penyakit. Sifat membangkanglah yang justru diderita Bani Israil. Mereka tak pernah bersyukur atas rahmat Allah.

Dikisahkan, saat tinggal di sana, tak hanya naungan awan ataupun mata air yang didapatkan Bani Israil. Terdapat satu lagi rahmat Allah yang tak kalah luar biasa. Manna dan salwa, itulah anugerah Allah untuk memenuhi kebutuhan pangan Bani Israil. Manna merupakan makanan yang rasanya amat lezat nan manis layaknya madu. Warnanya pun putih cantik layaknya salju. Makanan ini sangat mudah ditemui Bani Israil.

Setiap pagi, mereka membawa keranjang untuk memunguti manna yang selalu ditemui melekat di batu-batu, pohon, ataupun kayu. Adapun salwa merupakan sejenis burung puyuh yang dagingnya empuk nan gurih. Salwa yang biasa terbang tinggi diperintahkan Allah untuk terbang rendah dan berbondong-bondong. Dengannya, Bani Israil amat sangat mudah untuk menangkapnya.

Dengan anugerah manna dan salwa, maka lengkaplah nikmat Bani Israil. Mereka tak pernah kelaparan meski di tengah padang pasir. Mereka tak pernah dijangkiti penyakit karena dua jenis makanan tersebut juga memiliki kandungan layaknya obat. Bahkan, di era Rasulullah, kedua jenis makanan ini termasuk dalam thibbun nabawi. Amat banyak manfaat yang dikandung. Keduanya benar-benar anugerah Allah yang banyak bagi Bani Israil. Secara etimologi, manna pun bermakna 'karunia' dan salwa bermakna 'penawar hati'.

Namun, apa yang terjadi pada Bani Israil setelah mendapat anugerah Allah tersebut? Seperti biasa, mereka membangkang. Suatu hari mereka menemui Nabiyullah Musa dan mengajukan protes. Mereka protes akan makanan yang itu-itu saja. Mereka bosan memakan manna dan salwa yang lezat dan penuh manfaat itu.

Mereka berkata, "Hai Musa, kami tak tahan dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan untuk kami apa-apa yang ditumbuhkan bumi, seperti sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas, dan bawang merah."

Mendengar permintaan tersebut, Musa tentu saja naik pitam. Namun, beliau merupakan utusan Allah yang sabar. Nabiyullah pun menjawab dengan sabar, "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta!" jawab Musa menyindir.

Namun, sindiran Musa dianggap lalu, Bani Israil tetap saja pergi ke kota. Mereka meninggalkan manna dan salwa demi memilih aneka kacang dan sayur tanpa daging. Di masa lalu, saat menjadi budak, mereka memang terbiasa memakan kacang adas dan bawang atau sayur mayur saja. Tentu saja makanan tersebut tak sebanding dengan manna dan salwa yang penuh manfaat dan amat lezat.  



Kacang Adas

Apalagi, kacang adas yang sangat digemari Bani Israil itu justru menyebabkan banyak penyakit alih-alih membuat kenyang. Adas, makanan favorit mereka, mengandung zat yang membahayakan saraf, tak baik untuk pencernaan, berbahaya bagi sistem ekskresi, mengentalkan darah, dan lain sebagainya. Namun, Bani Israil justru merindukan makanan mereka yang banyak mudharat tersebut. Memang begitulah sifat Bani Israil. Mereka gemar membangkang dan melakukan hal sesuka hati mereka.

Allah pun berfirman, "Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (Surah al-Baqarah: 57).


Kisah tersebut memang terdapat dalam beberapa ayat Alquran. Allah mengisahkannya sebagai pelajaran bagi Muslimin agar tak mengikuti jejak Bani Israil. Beberapa yang menyebut kisah tersebut yakni Surah al-Baqarah ayat 57 hingga 61, Surah Thaha ayat 80, serta al-A'raf ayat 160.

Ini Dia Tiga Universitas Islam Tertua di Dunia

Pendidikan mendapat tempat yang sangat penting dalam Islam. Banyak hadis Rasulullah yang menekankan pentingnya pendidikan. Karena itu, dalam sejarah Islam menempatkan aspek pendidikan dalam skala prioritas pembangunan.

Salah satunya dengan membangun perguruan tinggi atau universitas yang akan mencetak para intelektual Muslim. Pembangunan universitas ini dimulai sejak abad pertengahan ketika Islam mengalami kejayaan.

Hingga kini universitas tersebut tetap eksis dan melanjutkan upaya mencetak intelektual-intelektual muda Muslim. Usianya yang sudah ratusan tahun membuatnya makin matang. Keberadaannya sangat disegani dan diperhitungkan. Sudah ribuan bahkan jutaan sarjana yang dihasilkan. Mereka mewarnai peradaban dan perkembangan dunia Islam.

 

Universitas al-Qarawiyyin
Al-Qarawiyyin adalah bagian dari masjid dan didirikan pada 859 Masehi oleh Fatima al-Fihria, putri seorang pedagang kaya bernama Muhammad al-Fihri. Keluarga al-Fihri telah bermigrasi dari Kairouan (di sinilah asal nama masjid), Tunisia ke Fes pada awal abad ke-9. Selain tempat untuk ibadah, masjid segera berkembang menjadi tempat untuk pelajaran agama dan diskusi politik, secara bertahap memperluas pendidikan untuk berbagai mata pelajaran, khususnya ilmu alam.

Lambat laun materi yang diajarkan dan dibahas dalam ajang diskusi itu berkembang mencakup berbagai bidang. Tak cuma mengkaji Alquran dan fikih, tapi juga meluas hingga ke bidang tata bahasa, logika, kedokteran, matematika, astronomi, kimia, sejarah, geografi, bahkan musik. Beragam topik yang disajikan oleh para ilmuwan terkemuka ini akhirnya membetot perhatian para pelajar dari berbagai belahan dunia. Sejak itulah, aktivitas keilmuan di Masjid al-Qarawiyyin berubah menjadi kegiatan keilmuan bertaraf perguruan tinggi.

 

Universitas Sankore
Universitas yang ada di Timbuktu, Mali, Afrika Barat, ini selama empat abad lamanya sempat menjelma menjadi lembaga pendidikan berkelas dunia. Didirikan pada 989 Masehi, Universitas Sankore menyedot perhatian kalangan muda dari berbagai penjuru dunia untuk menimba ilmu di dalamnya.

Pada abad ke-12, jumlah mahasiswanya mencapai 25 ribu orang. Padahal, jumlah penduduk Kota Timbuktu di masa itu hanya berjumlah 100 ribu jiwa. Universitas ini diakui kualitasnya karena lulusannya mampu menghasilkan publikasi berupa buku dan kitab yang berkualitas. Buktinya, baru-baru ini di Timbuktu, Mali, ditemukan lebih dari satu juta risalah. Selain itu, di kawasan Afrika Barat juga ditemukan tak kurang dari 20 juta manuskrip.

Aktivitas keilmuan di Sankore bemula dari masjid. Pada 989 M kepala hakim di Timbuktu bernama Al-Qadi Aqib bin Muhammad bin Umar memerintahkan berdirinya Masjid Sankore. Di masjid itulah kemudian aktivitas keilmuan tumbuh pesat. Seorang wanita Mandika yang kaya raya lalu menyumbangkan dananya untuk mendirikan Universitas Sankore.

 

Universitas Al-Azhar
Universitas ini dididirikan pada 969 M. Bangunan Al Azhar berhubungan dengan Masjid Al- Azhar di wilayah Kairo Kuno. Sumber lain menyebut, universitas ini didirikan pada 970-972 M.

Universitas ini awalnya fokus pada bidang agama, tapi kemudian mengajarkan pula ilmu-ilmu pengetahuan modern. Universitas Al Azhar dibangun pada masa pemerintahan Dinasti Fatimiyah, sementara nama Al-Azhar diambil dari nama Sayyidah Fatimah az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW. Perkuliahan pertama di Al-Azhar diberi kan oleh Ketua Mahkamah Agung Abul Hasan Ali bin Al-Nu'man dengan mengambil topik yurisprudensi Syiah yang bersumber dari kitab Al-Ikhtisar.

Keberadaan Al-Azhar sebagai sebuah institusi pendidikan terkemuka dan modern juga mendapat pengakuan dari Napoleon Bonaparte. Napoleon menyebut Al-Azhar sebagai tandingan Sorbonne, universitas tertua dan terbaik di daratan Prancis.

Khurasan, Tanah Matahari Terbit

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "(Pasukan yang membawa) bendera hitam akan muncul dari Khurasan. Tak ada kekuatan yang mampu menahan laju mereka dan mereka akhirnya akan mencapai Yerusalem, di tempat itulah mereka akan mengibarkan benderanya." (HR. Tirmidzi).

Khurasan merupakan wilayah yang terbilang amat penting dalam sejarah peradaban Islam. Jauh sebelum pasukan tentara Islam menguasai wilayah itu, Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya telah menyebut-nyebut nama Khurasan. Letak geografis Khurasan sangat strategis dan banyak diincar para penguasa dari zaman ke zaman.

Pada awalnya, Khurasan Raya merupakan wilayah sangat luas membentang meliputi Kota Nishapur dan Tus (Iran); Herat, Balkh, Kabul dan Ghazni (Afghanistan); Merv dan Sanjan (Turkmenistan), Samarkand dan Bukhara (Uzbekistan); Khujand dan Panjakent (Tajikistan); Balochistan (Pakistan, Afghanistan, Iran).

Kini, nama Khurasan tetap abadi menjadi sebuah nama provinsi di sebelah Timur Republik Islam Iran. Luas provinsi itu mencapai 314 ribu kilometer persegi. Khurasan Iran berbatasan dengan Republik Turkmenistan di sebelah Utara dan di sebelah Timur dengan Afghanistan. Dalam bahasa Persia, Khurasan berarti ‘Tanah Matahari Terbit.’

Jejak peradaban manusia di Khurasan telah dimulai sejak beberapa ribu tahun sebelum masehi (SM). Sejarah mencatat, sebelum Aleksander Agung pada 330SM menguasai wilayah itu, Khurasan berada dalam kekuasaan Imperium Achaemenid Persia. Semenjak itu, Khurasan menjelma menjadi primadona yang diperebutkan para penguasa.

Pada abad ke-1 M, wilayah timur Khurasan Raya ditaklukkan Dinasti Khusan. Dinasti itu menyebarkan agama dan kebudayaan Budha. Tak heran, bila kemudian di kawasan Afghanistan banyak berdiri kuil. Jika wilayah timur dikuasai Dinasti Khusan, wilayah barat berada dalam genggaman Dinasti Sasanid yang menganut ajaran zoroaster yang menyembah api.

Khurasan memasuki babak baru ketika pasukan tentara Islam berhasil menaklukkan wilayah itu. Islam mulai menancapkan benderanya di Khurasan pada era Kekhalifahan Umar bin Khathab. Di bawah pimpinan komandan perang, Ahnaf bin Qais, pasukan tentara Islam mampu menerobos wilayah itu melalui Isfahan.

Dari Isfahan, pasukan Islam bergerak melalui dua rute yakni Rayy dan Nishapur. Untuk menguasai wilayah Khurasan, pasukan umat Islam disambut dengan perlawanan yang amat sengit dari Kaisar Persia bernama Yazdjurd. Satu demi satu tempat di Khurasan berhasil dikuasai pasukan tentara Islam. Kaisar Yazdjurd yang terdesak dari wilayah Khurasan akhirnya melarikan diri ke Oxus.

Setelah Khurasan berhasil dikuasai, Umar memerintahkan umat Muslim untuk melakukan konsolidasi di wilayah itu. Khalifah tak mengizinkan pasukan tentara Muslim untuk menyeberang ke Oxus. Umar lebih menyarankan tentara Islam melakukan ekspansi ke Transoxiana.

Sepeninggal Umar, pemberontakan terjadi di Khurasan. Wilayah itu menyatakan melepaskan diri dari otoritas Muslim. Kaisar Yazdjurd menjadikan Merv sebagai pusat kekuasaan. Namun, sebelum Yadzjurd berhadapan lagi dengan pasukan tentara Muslim yang akan merebut kembali Khurasan, dia dibunuh oleh pendukungnya yang tak loyal.

Khalifah Utsman bin Affan yang menggantikan Umar tak bisa menerima pemberontakan yang terjadi di Khurasan. Khalifah ketiga itu lalu memerintahkan Abdullah bin Amir, Gubernur Jenderal Basrah, untuk kembali merebut Khurasan. Dengan jumlah pasukan yang besar, umat Islam mampu merebut kembali Khurasan.

Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, Khurasan merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Damaskus. Penduduk dan pemuka Khurasan turut serta membantu Dinasti Abbasiyah untuk menggulingkan Umayyah. Salah satu pemimpin Khurasan yang turut mendukung gerakan anti-Umayyah itu adalah Abu Muslim Khorasani antara tahun 747 M hingga 750 M.

Setelah Dinasti Abbasiyah berkuasa, Abu Muslim justru ditangkap dan dihukum oleh Khalifah Al-Mansur. Sejak itu, gerakan kemerdekaan untuk lepas dari kekuasaan Arab mulai menggema di Khurasan. Pemimpin gerakan kemerdekaan Khurasan dari Dinasti Abbasiyah itu adalah Tahir Phosanji pada tahun 821 M.

Ketika kekuatan Abbasiyah mulai melemah, lalu berdirilah dinasti-dinasti kecil yang menguasai Khurasan. Dinasti yang pertama muncul di Khurasan adalah Dinasti Saffariyah (861 M-1003 M). Setelah itu, Khurasan silih berganti jatuh dari satu dinasti ke dinasti Iran yang lainnya. Setelah kekuasaan Saffariyah melemah, Khurasan berada dalam genggaman Dinasti Iran lainnya, yakni Samanid.

Setelah itu, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan orang Turki di bawah Dinasti Ghaznavids pada akhir abad ke-10 M. Seabad kemudian, Khurasan menjadi wilayah kerajaan Seljuk. Pada abad ke-13 M, bangsa Mongol melakukan invasi dengan menghancurkan bangunan serta membunuhi penduduk di wilayah Khurasan.

Pada abad ke-14 M hingga 15 M, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Timurid yang didirikan Timur Lenk. Khurasan berkembang amat pesat pada saat dikuasai Dinasti Ghaznavids, Ghazni dan Timurid. Pada periode itu Khurasan menggeliat menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Tak heran, jika pada masa itu lahir dan muncul ilmuwan, sarjana serta penyair Persia terkemuka.

Sederet literatur Persia bernilai tinggi ditulis pada era itu. Nishapur, Herat, Ghazni dan Merv kota-kota penting di Khurasan menjadi pusat berkembangnya kebudayaan. Memasuki abad ke-16 M hingga 18, Khurasan berada dalam kekuasaan Dinasti Moghul. Di setiap periode, Khurasan selalu menjadi tempat yang penting.

Bangunan-bangunan bersejarah yang kini masih berdiri kokoh di Khurasan menjadi saksi kejayaan Khurasan di era kekhalifahan. Selain itu, naskah-naskah penting lainnya yang masih tersimpan dengan baik membuktikan bahwa Khurasan merupakan tempat yang penting bagi pengembangan ajaran Islam.

Baru-baru ini, Khurasan juga menjadi perbincangan. Kabarnya, dari daerah itulah Dajjal akan muncul. Bahkan, kabarnya Dajjal sudah muncul di Khurasan. Benarkah? Wallahua'lam.

 
Makam Imam Syiah, Imam Reza, yang banyak dikunjungi peziarah, terletak di Kota Mashad, Ibukota Khurasan. 

Para Penguasa Timurid di Khurasan

Babur Ibnu Baysunkur (1449 M-1457 M)
Babur Ibnu Baysunkur atau yang lebih dikenal sebagai Abu’l-Qasim Babur merupakan penguasa pertama Dinasti Timurid di Khurasan. Dia memerintah selama delapan tahun. Babur merupakan cucu dari Syahrukh Mirza penguasa ketiga Dinasti Timurid di Samarkand.

Ia menguasai khurasan setelah wilayah itu sempat mengalami kekosongan kekuasaan. Dua daerah pertama yang didudukinya di wilayah Khurasan Raya adalah Mashad dan Herat pada 1449 M. Babur merupakan salah satu dari tiga penguasa paling penting di Dinasti Timurid setelah Ulugh Beg dan Sultan Muhammad.

Shah Mahmud (1446 M-1460 M)
Mahmud adalah putera Babur. Ia menggantikan posisi sang ayah sebagai penguasa Khurasan pada 1457 M. Mahmud merupakan cicit dari Timur Lenk, pendiri Dinasti Timurid. Uniknya, Mahmud menduduki tahta dalam usia 11 tahun. Beberapa pekan setelah naik tahta, Mahmud diusir sepupunya, Ibrahim dari Herat. Dia tak bisa bertahan lama memimpin di Khurasan.

Abu Said bin Muhammad (1424 M-1469 M)
Sama seperti halnya Mahmud, Abu Sa’id juga merupakan cicit Timur Lenk. Dia masih kemenakan Ulughbeg. Sebagai keturunan Timur ‘Sang Penakluk Dunia’, Abu Said juga memiliki semangat yang tinggi untuk menguasai wilayah seluas-luasnya. Di awal kekuasaannya, dia memperkuat barisan tentara untuk mengambil alih Samarkand dan Bukhara, namun gagal.

Abu Said lalu memperkuat basisnya di Yasi dan akhirnya mampu menguasai Turkistan pada 1450. Setahun kemudian, pasukan Abu Said berhasil menguasai Samarkand setelah mendapat bantuan dari Uzbek Turk di bawah pimpinan Abu’l-Khayr Shaybani Khan.

Yadigar Muhammad (1469 M-1470 M)
Cucu Syahrukh ini menguasai wilayah Khurasan pada 1469 hingga 1470. Dia mengendalikan kekuasaan Dinasti Timurid dari Herat.

Husein Bayqara
Cicit pendiri Dinasti Timurid, Timur Lenk itu menguasai Khurasan selama 37 tahun. Di bawah kepemimpinannya, Khurasan mengalami perkembangan dan kemajuan yang terbilang amat berarti.

Badi’ Az-Zaman
Dia adalah penguasa terakhir Dinasti Timurid di Khurasan. Badi’ adalah anak dari penguasa Timurid sebelumnya, yakni Husein Bayqara. Sebelum berkuasa, dia sempat bentrok dengan sang ayah. Di masa kepemimpinannya, Dinasti Timurid dilanda konflik. Hingga akhirnya dia meninggal pada tahun 1517. Setelah itu, kekuasaan Timurid di Khurasan pun mulai lenyap.

 
Masjid Goharshad di Khurasan. 

Saksi Sejarah Kejayaan Khurasan

Sebagai salah satu wilayah terpenting dalam sejarah peradaban Islam, Khurasan begitu kaya akan peninggalan bersejarah yang amat berharga.

Warisan sejarah yang menjadi saksi pasang-surut Islam di setiap periode dinasti yang menguasai wilayah itu hadir dalam berbagai bentuk, baik itu bangunan keagamaan, tempat-tempat yang dikeramatkan serta beragam naskah.

Pemerintah Iran telah menetapkan tak kurang dari 1.179 tempat dan bangunan di Provinsi Khurasan sebagai cagar budaya yang dilindungi. Tempat yang paling bersejarah di Khurasan itu antara lain; tempat suci Imam Reza, Masjid Goharshad, serta kuburan-kuburan tokoh-tokoh Islam yang wafat di Tanah Matahari Terbit itu.

Di provinsi itu, tepatnya di Neyshabour, terdapat makam tiga tokoh besar yakni Fariduddin Attar, Umar Khayyam, serta Kamal-ol-molk. Tempat yang paling banyak dikunjungi di wilayah itu adalah Masjid Goharshad serta kompleks Imam Reza yang berada di jantung, Mashad. Di pusat Mashad juga terdapat makam Nadir Shah Afshar.

Bukti sejarah penting lainnya yang terdapat di Khurasan adalah menara Akhangan yang berlokasi di utara Tus. Masih di kota Tus, juga terdapat kubah Haruniyah. Di tempat itu juga terdapat makam Imam Mohammad Ghazali. Bangunan bersejarah lainnya di Tus adalah bendeng (citadel) Tus.

Selain itu sejumlah naskah penting di era kekhalifahan yang masih tersimpan juga menjadi bukti betapa pentingnya Khurasan. Di antara naskah yang penting itu adalah puisi-puisi karya penyair terkemuka, seperti Jalaluddin Rumi. Naskah penting lainnya yang berasal dari Khurasan adalah Kitab Mizan Al-Hikmah, karya Al-Khazini.