Kisah tentang Ashabul Kahfi diabadikan oleh Alloh SWT dalam Quran Surat Al Kahfi. Kisah yang menceritakan tentang keimanan beberapa pemuda yang mengasingkan diri dari kaumnya, bersembunyi di dalam gua dan mendapat mendapat kan keajaiban dari sang Pencipta.
Ashabul Kahfi
Mereka adalah para pemuda yang diberi petunjuk oleh Allah Ta’ala serta Dia mengilhami mereka keimanan, sehingga mereka mengenal Allah dan mengingkari keyakinan kaum mereka yang menyembah berhala. Mereka mengadakan pertemuan untuk membicarakan masalah akidah mereka disertai dengan perasaan takut akan kekejaman dan kekerasan kaum mereka, seraya berkata, artinya,
“Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi, kami sekali-kali tidak menyeru Ilah selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian ،K.” (Al-Kahfi: 14),
yakni jika seruan kami ditujukan kepada selain-Nya, ،§maka sungguh kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (Al-Kahfi: 14),
yakni perkataan keji, dusta dan zhalim. Sedangkan “kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai ilah-ilah (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka). Siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-ada kebohongan terhadap Allah.” (Al-Kahfi: 15).
Setelah mereka sepakat mengenai keyakinan tersebut dan menyadari bahwa mereka tidak mungkin menjelaskannya kepada kaum mereka, maka mereka memohon kepada Allah Ta’ala supaya dimudahkan urusan mereka, artinya, “Wahai Rabb kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (Al-Kahfi: 10).
Kemudian mereka berlindung ke gua, lalu Allah Subhannahu wa Ta’ala memudahkan urusan mereka, melapangkan lubang gua serta menempatkan pintunya di sebelah utara, sehingga tidak terkena sinar matahari; baik ketika terbit maupun saat terbenam, dan mereka tertidur dalam gua di bawah penjagaan serta perlindungan Allah Subhannahu wa Ta’ala selama tiga ratus sembilan tahun. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah melindungi mereka dari rasa takut, karena posisi mereka (gua) berdekatan dengan kota kaum mereka.
Allah Subhannahu wa Ta’ala senantiasa menjaga dan melindungi mereka dalam gua tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,artinya, “Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri” (Al-Kahfi: 18), supaya bumi tidak membusukan tubuh mereka.
Kemudian Allah Subhannahu wa Ta’ala membangunkan mereka setelah tertidur dalam jangka waktu yang cukup lama “supaya mereka saling bertanya diantara mereka sendiri.” (Al-Kahfi: 19). Akhirnya mereka menemukan jawaban yang sesungguhnya, sebagaimana hal tersebut ditegaskan oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya, artinya,
“Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini).” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” Berkata (yang lain lagi): “Rabb kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini.” (Al-Kahfi: 19). Allah Subhannahu wa Ta’ala menjelaskan kisah ini hingga akhir.
Tanda-Tanda Kekuasaan Allah Dan Faidah-Faidah Yang Dapat Diambil Dari Kisah Tersebut
Di dalam kisah tersebut terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala dan faidah-faidah yang bermanfaat, di antaranya:
* Bahwa kisah ashhabul kahfi, meskipun sangat mengagumkan, tetapi bukan merupakan tanda kekuasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala yang paling mengagumkan, karena Allah Subhannahu wa Ta’ala memiliki tanda-tanda kekuasaan tersendiri dan kisah-kisah lain yang di dalamnya terdapat pelajaran berharga bagi orang-orang yang berkenan merenungkannya.
* bahwa orang yang memohon perlindungan kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala, maka Allah akan melindungi dan menyayanginya, dan menjadikan nya sebab-sebab untuk menunjukkan orang-orang yang sesat. Allah Subhannahu wa Ta’ala telah melindungi ashhabul kahfi dalam tidur mereka yang cukup lama dengan memelihara keimanan dan tubuh mereka dari gangguan serta pembunuhan kaum mereka dan Allah Subhannahu wa Ta’ala menjadikan bangunnya mereka dari tidur mereka sebagai tanda kesempurnaan kekuasaan-Nya, kebaikan-Nya yang banyak dan bermacam-macam, supaya hamba-hamba-Nya mengetahui bahwa janji Allah Subhannahu wa Ta’ala pasti benar.
* Adalah perintah menuntut ilmu-ilmu yang bermanfaat dan mendiskusikannya, karena Allah Ta’ala telah mengutus mereka untuk tujuan tersebut dan mengilhami mereka untuk berdiskusi di antara mereka seputar keyakinan mereka dan pengetahuan masyarakat mengenai keyakinan atau perilaku mereka sehingga diperoleh bukti-bukti dan pengetahuan bahwa janji Allah pasti benar dan sesungguhnya kiamat itu pasti terjadi tanpa ada keraguan di dalamnya.
* Adalah berkenaan dengan etika seseorang yang merasa samar mengenai sesuatu ilmu, maka hendaklah ia mengembalikannya kepada gurunya dan berusaha untuk memahami dengan seksama pelajaran yang telah diketahuinya.
* Bahwa sah mewakilkan dan mengadakan kerja sama dalam jual beli. Hal tersebut merujuk perkataan mereka,artinya, “Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini”, kemudian “،K maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19).
* Bahwa diperbolehkannya memakan makanan yang baik-baik dan memilih makanan-makanan yang layak dan sesuai dengan selera seseorang selama tidak melebihi batas-batas kewajaran. Sedang jika melebihi batas-batas kewajaran maka hal tersebut termasuk perbuatan yang dilarang. Hal itu didasarkan kepada perkataan salah seorang dari mereka,artinya, “،K dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu.” (Al-Kahfi: 19).
* Adalah berkenaan dengan anjuran supaya memelihara, melindungi serta menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat menimbulkan fitnah dalam urusan agama dan harus menyembunyikan ilmu yang mendorong manusia berbuat jahat.
* Adalah berkenaan dengan keterangan yang menjelaskan perhatian dan kecintaan para pemuda itu kepada agama yang benar, pelarian mereka untuk menjauhkan diri dari semua fitnah dalam urusan agama mereka dan pengasingan diri mereka dengan meninggalkan kampung halaman serta kebiasaan mereka untuk menempuh jalan Allah Subhannahu wa Ta’ala.
* Adalah berkenaan dengan keterangan yang menjelaskan hal-hal yang tercakup dalam kejahatan, seperti kemadharatan dan kerusakan yang mengundang kemurkaan Allah ƒ¹ dan kewajiban meninggalkannya, dan meniggalkannya merupakan jalan yang harus ditempuh oleh kaum mukminin.
* Bahwa firman Allah Subhannahu wa Ta’ala,artinya, “Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya.” (Al-Kahfi: 21) menunjukkan bahwa orang-orang yang berkuasa yang dimaksud ialah para penguasa ketika mereka dibangunkan dari tidur mereka yaitu para penguasa yang telah beragama dengan agama yang benar, karena para penguasa itu mengagungkan dan memuliakan mereka, sehingga para penguasa tersebut berniat membangun sebuah rumah peribadatan di atas gua mereka.
Meski hal itu dilarang khususnya dalam syari’at agama, maka yang dimaksud ialah menjelaskan tentang ketakutan luar biasa yang dirasakan Ashhabul Kahfi ketika membela dan mempertahankan keimanan mereka sehingga harus berlindung di sebuah gua dan setelah itu Allah Subhannahu wa Ta’ala membalas perjuangan mereka dengan penghormatan dan pengagungan dari manusia. Hal itu merupakan kebiasaan Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam membalas seseorang yang telah memikul penderitaan karena-Nya serta menetapkan baginya balasan yang terpuji.
* Bahwa pembahasan yang panjang lebar dan bertele-tele dalam masalah-masalah yang tidak penting; maka hal itu tidak perlu mendapatkan perhatian yang serius. Hal itu merujuk firman Allah Ta’ala,artinya, “Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22).
* Bahwa bertanya kepada seseorang yang tidak berilmu dalam masalah yang akan dimintai pertanggungan jawab di dalamnya atau orang yang tidak dapat dipercaya adalah terlarang. Hal itu merujuk firman Allah Ta’ala,artinya, “،K dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun di antara mereka.” (Al-Kahfi: 22).
Sumber : Qishash al Anbiya, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as-Sa'di
Menceritakan kisah 22 Tokoh Dunia dalam meniti jalan hidupnya, meraih kesuksesan.
Download
Ebook yang berjudul "17 Kisah Penuh Hikmah" yang berisi 17 kisah penuh hikmah. Semoga bisa menjadi bahan pelajaran dan hikmah bagi para pembaca sekalian ...
Download
Buku ini memberikan kiat-kiat penting bagi siapa pun dalam menjalani kehidupannya sehari-hari, baik di tempat kerja, di dalam membangun keutuhan berumah tangga, dan di setiap aspek kehidupan lainnya. Buku yang berukuran 1,5 MB.
Download disini :
Ebook yang berisi koleksi dari kisah-kisah Inspirasi dan Motivasi yang begitu menyentuh jiwa. Berukuran hanya 665 kb. Sangat bermamfaat untuk Andah.
Silahkan download dengan klik dibawah ini :
Ketika Seorang Pengusaha Sedang Memotong Rambutnya Pada Tukang Cukur Yang Berdomisili Tak Jauh Dari Kantornya, Mereka Melihat Ada Seorang Anak Kecil Berlari-Lari Dan Melompat-Lompat Di Depan Mereka.
Tukang Cukur Berkata, “Itu Bejo, Dia Anak Paling Bodoh Di Dunia”
“Apa Iya?” Jawab Pengusaha
Lalu Tukang Cukur Memanggil Si Bejo, Ia Lalu Merogoh Kantongnya Dan Mengeluarkan Lembaran Uang Rp. 1000 Dan Rp. 500, Lalu Menyuruh Bejo Memilih, “Bejo, Kamu Boleh Pilih & Ambil Salah Satu Uang Ini, Terserah Kamu Mau Pilih Yang Mana, Ayo Nih!”
Bejo Melihat Ke Tangan Tukang Cukur Dimana Ada Uang Rp. 1000 Dan Rp. 500, Lalu Dengan Cepat Tangannya Bergerak Mengambil Uang Rp. 500.
Tukang Cukur Dengan Perasaan Benar Dan Menang Lalu Berbalik Kepada Sang Pengusaha Dan Berkata, “Benar Kan Yang Saya Katakan Tadi, Bejo Itu Memang Anak Terbodoh Yang Pernah Saya Temui. Sudah Tak Terhitung Berapa Kali Saya Lakukan Tes Seperti Itu Tadi Dan Ia Selalu Mengambil Uang Logam Yang Nilainya Paling Kecil.”
Setelah Sang Pengusaha Selesai Memotong Rambutnya, Di Tengah Perjalanan Pulang Dia Bertemu Dengan Bejo. Karena Merasa Penasaran Dengan Apa Yang Dia Lihat Sebelumnya, Dia Pun Memanggil Bejo Lalu Bertanya, “Bejo, Tadi Saya Melihat Sewaktu Tukang Cukur Menawarkan Uang Lembaran Rp. 1000 Dan Rp. 500, Saya Lihat Kok Yang Kamu Ambil Uang Yang Rp. 500, Kenapa Tak Ambil Yang Rp. 1000, Nilainya Kan Lebih Besar 2 Kali Lipat Dari Yang Rp. 500?”
Bejo Pun Berkata, “Saya Tidak Akan Dapat Lagi Rp. 500 Setiap Hari, Karena Tukang Cukur Itu Selalu Penasaran Kenapa Saya Tidak Ambil Yang Seribu. Kalau Saya Ambil Yang Rp. 1000, Berarti Permainannya Akan Selesai…”
Bagaimana dengan pendapat Anda?
Siapakah yang bodoh antara kedua orang tersebut?
Seseorang Menemukan Kepompong Seekor Kupu. Suatu Hari Lubang Kecil Muncul. Dia Duduk Mengamati Dalam Beberapa Jam Calon Kupu-Kupu Itu Ketika Dia Berjuang Dengan Memaksa Dirinya Melewati Lubang Kecil Itu.Kemudian Kupu-Kupu Itu Berhenti Membuat Kemajuan. Kelihatannya Dia Telah Berusaha Semampunya Dan Dia Tidak Bisa Lebih Jauh Lagi.
Akhirnya Orang Tersebut Memutuskan Untuk Membantunya. Dia Mengambil Sebuah Gunting Dan Memotong Sisa Kekangan Dari Kepompong Itu. Kupu-Kupu Tersebut Keluar Dengan Mudahnya. Namun, Dia Mempunyai Tubuh Gembung Dan Kecil, Sayap-Sayap Mengkerut.
Orang Tersebut Terus Mengamatinya Karena Dia Berharap Bahwa, Pada Suatu Saat, Sayap-Sayap Itu Akan Mekar Dan Melebar Sehingga Mampu Menopang Tubuhnya, Yang Mungkin Akan Berkembang Seiring Dengan Berjalannya Waktu.Semuanya Tak Pernah Terjadi.
Kenyataannya, Kupu-Kupu Itu Menghabiskan Sisa Hidupnya Merangkak Di Sekitarnya Dengan Tubuh Gembung Dan Sayap-Sayap Mengkerut. Dia Tidak Pernah Bisa Terbang. Yang Tidak Dimengerti Dari Kebaikan Dan Ketergesaan Orang Tersebut Adalah Bahwa Kepompong Yang Menghambat Dan Perjuangan Yang Dibutuhkan Kupu-Kupu Untuk Melewati Lubang Kecil Adalah Jalan Tuhan Untuk Memaksa Cairan Dari Tubuh Kupu- Kupu Itu Ke Dalam Sayap-Sayapnya Sedemikian Sehingga Dia Akan Siap Terbang Begitu Dia Memperoleh Kebebasan Dari Kepompong Tersebut.
Kadang-Kadang Perjuangan Adalah Suatu Yang Kita Perlukan Dalam Hidup Kita. Jika Tuhan Membiarkan Kita Hidup Tanpa Hambatan Perjuangan, Itu Mungkin Justru Akan Melumpuhkan Kita. Kita Mungkin Tidak Sekuat Yang Semestinya Yang Dibutuhkan Untuk Menopang Cita- Cita Dan Harapan Yang Kita Mintakan.
Kita Mungkin Tidak Akan Pernah Dapat “Terbang”. Sesungguhnya Tuhan Itu Maha Pengasih Dan Maha Penyayang.
Kita Memohon Kekuatan… Dan Tuhan Memberi Kita Kesulitan-Kesulitan Untuk Membuat Kita Tegar.
Kita Memohon Kebijakan… Dan Tuhan Memberi Kita Berbagai Persoalan Hidup Untuk Diselesaikan Agar Kita Bertambah Bijaksana.
Kita Memohon Kemakmuran… Dan Tuhan Memberi Kita Otak Dan Tenaga Untuk Dipergunakan Sepenuhnya Dalam Mencapai Kemakmuran.
Kita Memohon Keteguhan Hati… Dan Tuhan Memberi Bencana Dan Bahaya Untuk Diatasi.
Kita Memohon Cinta…Dan Tuhan Memberi Kita Orang-Orang Bermasalah Untuk Diselamatkan Dan Dicintai.
Kita Memohon Kemurahan/Kebaikan Hati…Dan Tuhan Memberi Kita Kesempatan-Kesempatan Yang Silih Berganti.
Begitulah Cara Tuhan Membimbing Kita. Apakah Jika Saya Tidak Memperoleh Yang Saya Inginkan, Berarti Bahwa Saya Tidak Mendapatkan Segala Yang Saya Butuhkan? Kadang Tuhan Tidak Memberikan Yang Kita Minta, Tapi Dengan Pasti Tuhan Memberikan Yang Terbaik Untuk Kita, Kebanyakan Kita Tidak Mengerti Mengenal, Bahkan Tidak Mau Menerima Rencana Tuhan, Padahal Justru Itulah Yang Terbaik Untuk Kita.
Tetaplah Berjuang…Berusaha…Dan Berserah Diri… Semua Yang Terjadi Adalah Atas KehendakNya Dan Dalam RencanaNya
Kisah yang menceritakan tentang dakwah nabi di kota Thaif, yang menjelaskan betapa agungnya pribadi beliau menghadapi segala kenyataan dalam menyampaikan risalahnya.
Di Thaif, lelaki mulia itu terluka. Zaid bin Haritsah yang mendampinginya pun ikut berdarah ketika berusaha memberikan perlindungan. Penduduk negeri itu melemparinya dengan batu. Padahal, ajakannya adalah ajakan tauhid. Seruannya adalah seruan untuk mengesakan Allah. "Agar Allah diesakan dan tidak disekutukan dengan apapun." Namun, Bani Tsaqif malah memusuhinya. Pejabat negeri itu menghasut khalayak ramai untuk menyambutnya dengan cercaan dan timpukan batu.
Meski diperlakukan sedemikian kasar, Rasulullah tetap pemaaf. Kecintaannya kepada umat mengobati derita yang dialaminya. Beliau menolak tawaran Jibril yang siap mengazab penduduk Thaif dengan himpitan gunung. Sebaliknya, ia mendoakan kebaikan bagi kaum yang mencemoohnya itu, “Ya Allah, berilah kaumku hidayah, sebab mereka belum tahu.”
Di Bukit Uhud, pribadi pilihan itu kembali terluka. Wajah Rasulullah SAW terluka, gigi seri beliau patah, serta topi pelindung beliau hancur. Fatimah Az-Zahra, putri beliau, bersusah payah untuk menghentikan pendarahan tersebut. Dua pelindungnya terakhir, Ali ra dan Thalhah ra juga terluka parah.
Bukit Uhud menjadi saksi kekalahan pahit itu. Pasukan pemanah yang diperintahkan menjaga bukit, dijangkiti gila dunia. Silaunya harta rampasan menggerogoti keikhlasan mereka. Akibatnya, pasukan kaum muslimin porak-poranda dan Rasul pun terluka. Meski kembali disakiti, cinta lelaki mulia itu tetap bergema, “Ya Tuhanku! Berilah ampunan kepada kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”
Thaif dan Uhud merupakan hari-hari terberat sang Nabi. Pengorbanannya bagi umat tiada berbanding. Iltizam terhadap dakwah mewarnai hari-hari Rasul akhir zaman itu. Kecemasannya pada nasib umat selalu mengemuka. Ia adalah Rasul yang penuh cinta kepada umatnya. Cinta itu berbalas, generasi sahabat (generasi pertama) adalah generasi yang juga sangat mencintainya. Cinta yang diperlihatkan Zaid bin Haritsah di Thaif ketika menjadi tameng bagi rasulnya. Cinta yang dibuktikan Abu Dujanah, Hamzah dan Mush'ab bin Umair di bukit Uhud. Tapi, adakah generasi terkini masih mencintainya? Apakah umatnya sekarang tetap menyimak sunnah yang diwariskannya?
Sejarah berbicara, semakin panjang umur generasi umatnya, semakin menjauh pula generasi itu dari risalahnya. Umatnya saat ini, cenderung mencemooh segelintir mukmin yang masih menghidupkan sunnah. Buku-buku sunnah mulai terpinggirkan. Kitab Bukhari-Muslim harus bersaing dengan textbook dan diktat yang lebih menjanjikan keahlian dan masa depan. Serial sirah nabawiyah hampir menghilang dari tumpukan handbook dan ensiklopedia yang biasanya menjadi asksesoris di ruang tamu keluarga muslim.
Aspek sunnah dalam ber-penampilan dan berpakaian, ramai dikritisi dengan alasan tidak praktis. Contoh dari Rasul dalam keseharian, pun semakin dihindari. Sunnah dianggap simbol yang sifatnya tentatif, bukan sebagai panduan kehidupan (minhaaj al-hayaah).
Apatah lagi aspek syar'i. Begitu banyak argumen yang dihembuskan sebagai 'pembenaran' untuk berkelit dan menghindari aspek syar'i dari sunnah. Wabah 'ingkar sunnah' ini mulai terjangkit dalam komunitas yang mengaku sebagai pengikutnya.
Keutamaan ber-shalawat kepada nabi pun nyaris terlupakan. Padahal Rasul berjanji untuk menghadiahkan syafaat bagi umatnya. “Setiap nabi memiliki doa yang selalu diucapkan. Aku ingin menyimpan doaku sebagai syafaat bagi umatku pada hari kiamat” (HR Muslim).
Jurang antara umat dengan warisan risalah Nabinya ini tentu merugikan. Kecemerlangan pribadi Rasul nyaris tak dikenali umatnya. Padahal, dalam pribadinya ada teladan yang sempurna.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab (33): 21).
Merujuk kepada sunnah yang diwariskan Rasulullah adalah ungkapan kecintaan kepadanya. Cinta pada Rasul yang lahir dari keimanan kepada Allah. “Katakanlah jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Ali Imran (3): 31).
Mencintai manusia mulia itu, berarti meneladani sirah nabawiyah sebagai panduan dalam mengarungi kehidupan. Kecintaan yang akan meluruskan langkah kita untuk ittibaa' (mengikuti) dan mewarisi komitmen untuk menyampaikan risalah kepada masyarakat.
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Seorang hamba tidak beriman sebelum aku lebih dicintainya dari keluarganya, hartanya dan semua orang.” (HR Muslim)
Source : eramuslim.com