aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Minggu, 02 Desember 2012

Pendidikan yang Memanusiakan Manusia

 
Pancar cahaya pendidikan Indonesia kian kelabu. Kebobrokan sistem pendidikan memporak-porandakan nurani peserta didik. Mereka mencucurkan air mata ketika mimpi masuk Perguruan Tinggi Negeri terhalang oleh ketatnya persaingan. Pemuda-pemuda Papua datang dari puncak pegunungan, terbengong-bengong melihat pijaran lampu ibu kota yang menyala. Pun pemuda Pulau Peunasue, Aceh. Datang dari daerah terpencil untuk menumpang pada salah satu kerabat di Bandung. Pemuda dari Pulau Dumarchen tak berselisih amat dengan mereka. Jauh-jauh datang ke Jawa untuk memahat mimpi di bangku kuliah. Perguruan tinggi konon menjadi jembatan emas bagi sebuah masa depan. Namun memasukinya bukan sekadar mengetuk pintu lantas si empunya pintu membukanya lebar-lebar. Perlu sesuatu yang lebih dari sekadar kegigihan, yaitu kompetisi bahkan ketidakadilan.

Kisah pelajar sekolah menengah tak berselisih jauh dengan mereka. Sudah menjadi konsumsi publik, ketika Ujian Nasional menjelang banyak siswa sekolah menengah yang kesurupan alias kerasukan setan. Para guru berdalih memberi motivasi, tetapi peserta didik malah dibuat stres dan gelisah. Orang tua siswa dipanggil, suasana menakutkan pun tercipta. Siswa dibuat menangis seolah “banyak dosa” karena kesalahan terhadap orang tua. Ujian Nasional seakan menjadi satu-satunya pintu untuk membuka masa depan. Ujian macam ini seperti menjadi segala-galanya dalam hidup. Metode model begitu sungguh menyerupa cara pabrikan. Siswa adalah ‘output’ hasil produksi karena kelulusan hanya dipatok melalui secarik lembar jawaban.

Old Ways Teaching

Tidaklah keliru, jika akademisi macam Rhenald Kasali menjuluki metode pendidikan Indonesia dengan istilah old ways teaching. Pasalnya, bukan lagi hitungan jari jumlah sekolah-sekolah yang menerapkan sistem pendidikan secara kuno. Peserta didik mendominasi untuk selalu fokus pada guru dan papan tulis. Budaya menghafal (brain memory) yang merupakan cerminan mengopi isi buku dan catatan juga sangat dominan. Kemampuan mereka pun hanya dilihat dari kecakapan ujian (exam merit) yang diukur lewat nilai-nilai ulangannya. Atas alasan efisiensi, sekolah tidak bersedia menyelami lentera jiwa siswa lebih dalam. Mereka hanya membandingkannya dengan angka-angka kertas yang kemudian menjadi peringkat. Lebih jauh lagi, kurikulum pendidikan Indonesia saat ini juga menyerupa manusia super. Seorang peserta didik diharuskan menguasai empat bidang sains (biologi, kimia, fisika, dan matematika), juga tiga bahasa (bahasa Indonesia, Inggris, dan satu bahasa lain), ditambah PKN, sejarah, sosiologi, ekonomi, agama, geografi, kesenian, olahraga, dan komputer. Harus diakui bahwa kurikulum pendidikan kita sangat berat, setara dengan kurikulum program S-1 yang digabung dengan S-3 di Amerika. Tak mengherankan, jika sekolah seolah berubah menjadi tempat menakutkan, melahirkan korban-korban kesurupan, stresful, juga membudayanya kebiasaan mencontek.

Pemandangan demikian tentu tidak akan kita jumpai di negara-negara Barat. Amerika Serikat misalnya. Sudah lama bangsa Colombus itu meninggalkan old ways teaching. Mereka mulai membenahi sistem, memperbaharui metode, dan membongkar kurikulum. Budaya menghafal, rumus-rumus, dan terlalu fokus pada guru juga dihapuskan. Siswa tidak lagi harus melipat tangan di atas meja sambil mengangguk-angguk mendengarkan guru. Mereka lebih diajarkan untuk critical thinking dan aktif berkreasi. Murid dilatih untuk tidak bergantung pada buku dan guru, tetapi lebih pada bagaimana mereka dapat berdiri tanpa ada keduanya. Masalah kurikulum pun mereka rombak secara total. Siswa tidak akan dipaksa menelan belasan mata pelajaran seperti kita. Mereka hanya boleh memilih empat mata pelajaran sesuai tujuan masa depan masing-masing. Bagi yang ingin menjadi ekonom, wajib mendalami akutansi, statistik, dan ekonomi. Pun yang ingin menjadi dokter, hanya perlu mempelajari biologi dan ilmu kimia. Siswa yang ingin menjadi ekonom tak perlu belajar biologi dan kimia. Begitu pula siswa yang ingin menjadi dokter, tak perlu mempelajari akutansi dan ekonomi. Sungguh berbeda dengan Indonesia yang mengharuskan siswa setingkat SLTA menelan 16 mata pelajaran dan keseluruhannya harus lulus kriteria ketuntasan minimal (KKM).

Sistem pendidikan model begini lambat laun akan melahirkan bebek-bebek dogmatik yang hanya bisa mengekor pada induknya. Peserta didik tidak akan mampu menjadi “driver” yang menentukan arah dan mengendalikan sistem. Mereka hanya akan menjadi “passanger” yang duduk manis di bangku belakang tanpa perlu berfikir ke mana arah yang benar.

SDM pun Terabaikan

Persoalan perguruan tinggi juga sama dramatisnya. Bangsa ini paham, pendidikan menjadi salah satu jalan pintas untuk meningkatkan daya saing. Meski begitu, memasuki perguruan tinggi tidak semudah bermimpi. Rakyat seolah dipersulit oleh sistem. Kalaupun ada yang berhasil, itu pun bak lolos dari lubang jarum. Pemerintah seakan tidak menjembatani niat rakyat yang memimpikan pendidikan. Sudah tidak bisa dikalkulasikan lagi jumlah muda-mudi yang dilepas sanak saudara demi bertarung memperebutkan bangku sekolah pemerintah. Mereka datang dari pelosok Nusantara dan gagal karena ketatnya persaingan. Merasa tak adil, ketika akses dan fasilitas di kampung mereka tak memadai, BBM, sumber air, dan listrik pun susah didapat, dan kini mendapat bangku sekolah pemerintah pun tidak. Jika kita benar-benar sadar betapa pentingnya pendidikan, mengapa harus mempersulitnya?

Saya sempat terheran-heran ketika membaca artikel Rhenald Kasali yang berjudul “Untuk Apa Sekolah? Sekolah Untuk Apa?”. Saya mendapati, betapa bangsa-bangsa di luar sana memiliki kesadaran yang tinggi untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM). Malaysia misalnya. Ketika Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohammad berkuasa selama lebih dari 25 tahun, ia mengirimkan puluhan ribu sarjana untuk mengambil program S-2 dan S-3 ke negara-negara maju. China pun demikian. Tak kurang dari 10 tahun, lulusan-lulusan terbaik China siap mengisi kursi-kursi perekonomian negara. Hasilnya, anak-anak muda itu berhasil mereformasi sistem pendidikan. BUMN, perusahan swasta, serta birokrasinya pun dikendalikan oleh orang-orang hebat.

Negeri Belanda juga sempat membuat saya terbengong-bengong. Saya melihat bagaimana kampus sekelas Erasmus begitu mudahnya menerima mahasiswa. Salah satu dekan mengatakan bahwa semua warga negara berhak menerima pendidikan yang layak. Untuk masalah kualitas mereka memiliki cara tersendiri. Di tahun pertama, mereka menerima semua mahasiswa yang mendaftar. Pada tahun kedua, angka drop out mahasiswa ternyata cukup banyak. Di sanalah mereka mulai berbicara kualitas. Selandia Baru pun tak berselisih amat dengan Belanda. Mereka tidak mengadakan tes masuk untuk menduduki kursi di perguruan tinggi. Tes hanya dilakukan untuk kualifikasi atau penempatan. Mereka tidak akan melihat seberapa bagus atau buruknya transkrip nilai calon mahasiswa. Salah seorang pengajar disana berujar, ”Undang-undang menjamin semua orang punya hak yang sama untuk belajar”. Maka tak perlu heran jika siswa dari pelosok Indonesia pun dapat dengan mudah diterima disana tanpa melalui tes.

Memanusiakan Manusia 

Sudah semestinya bangsa ini berbenah. Kurikulum harus dirombak, sistem harus diubah, kualitas guru lebih diasah, juga fasilitas dan infrastruktur harus diperbarui. Sudah sangat banyak peserta didik yang dicetak secara massal dan berstandar. Itulah yang disebut metode pabrikan, cerminan dari pemerintah yang tidak paham pendidikan. Sudah saatnya kita beralih ke sistem baru, sistem yang lebih manusiawi. Bukan dengan memaksa otak siswa untuk menelan belasan ilmu pengetahuan. Bukan juga dengan membudayakan menghafal yang akan membuat otak mereka semakin tumpul. Kita memang tak bisa meniru sepenuhnya sistem pendidikan yang diterapkan bangsa-bangsa Barat. Namun setidaknya, kita dapat belajar melalui mereka. Lihatlah nasihat Tan Malaka. “Akuilah dengan hati bersih bahwa kalian akan belajar dari orang Barat. Tapi jangan sekali-sekali meniru orang Barat. Jadilah bangsa dari Timur yang cerdas”.

Belajar dari bangsa Barat berarti juga memberikan kesempatan yang lebar pada mereka yang sedia untuk belajar. Kesadaran untuk membangun manusia berkualitas yang berdaya saing tinggi harus diasah melalui kesempatan belajar. Sudah seharusnya kita menurunkan bendera diskriminatif dan menyembulkan harapan ke muka mereka. Tidakkah kita malu pada George Saa, putra Papua yang hak belajarnya hampir dirampas oleh sistem? Meskipun belajar dalam keterbatasan, ia berhasil mengharumkan nama bangsa sebagai peraih medali emas dalam Olimpiade Fisika Internasional. Dalam Talkshow Kick Andy, ia berujar, “Tuhan Maha Baik. Bagi mereka yang telah merampas uang negara yang seharusnya digunakan untuk membeli buku bagi kami di daerah terpencil, lihatlah, bahkan dunia memberikan hadiah buku diktat kepada saya, pemuda Papua yang kalian sakiti hatinya dengan cara yang sangat indah”. George melanjutkan, “Saya hanya tidak mau bangsa lain berfikir bahwa tidak ada anak pintar yang dilahirkan Indonesia”.

Lihatlah kawan! Bukankah kita merasa ditampar oleh kalimat pemuda Papua itu? Mari bukakan pintu belajar selebar mungkin bagi siapa pun yang mengetuknya. Janganlah penjarakan jiwa generasi muda kita. Sebab, mereka memiliki pikiran seluas cakrawala kosmos ini. Mereka bukanlah robot yang mampu dikendalikan semaunya. Biarkan hasrat mereka bebas. Inilah yang saya sebut sebagai pendidikan yang memanusiakan manusia.
Soerce : pemimpinmuda.wordpress.com

Dilema Penjurusan Siswa di SMA pada Kurikulum 2013


Soal penjurusan siswa SMA pada rencana kurikulum 2013 sebagai hasil perubahan yang sedang dilakukan pemerintah (via kemdikbud) tentu akan membuahkan perdebatan. Hal ini jelas bukan barang baru, dulu masalah ini pernah mengemuka. Mengemukanya juga ketika beralih dari kurikulum ke kurikulum berikutnya. Banyak sekali pertimbangan dengan argumennya masing-masing. Silakan tengok perjalanan kurikulum pendidikan di Indonesia dari masa ke masa. Penjurusan selalu menjadi komoditas untuk diperdebatkan, yang tentu saja pemerintah adalah pemenangnya karena ia menjadi pengambil keputusan.

Untuk kurikulum yang rencananya akan diubah dan akan diterapkan di awal tahun pelajarana 2013/2014 alias mulai bulan Juli 2013 itu, dari paparan draft kurikulum 2013di depan wapres beberapa hari lalu ada beberapa alternatif dan pertimbangan.  


 Menyimak dari alternatif yang tiga itu sepertinya alternatif terakhir tidak akan diambil, karena kompleksitas dari pelaksanaan pembelajarannya nanti, belum lagi terbatasnya sarana dan juga masalah pemerataannya. Sementara alternatif lain bukan berarti bebas masalah. Keyakinan saya apapun argumennya pemerintah dipastikan tidak mau ambil resiko dengan mengubah apa yang sedang berjalan sekarang ini. Lagi pula esensi perubahan kurikulum itu sendiri juga tidak jelas dan menimbulkan berbagai kecaman oleh berbagai pihak termasuk pesimisme guru.

Kalau saya sendiri sebagai guru kimia, lebih menyukai bahwa penjurusan siswa SMA sebaiknya dilakukan sejak awal, mengingat banyak siswa yang kemampuan matematika dan logika serta bahasanya lemah. Padahal semua itu dipersyaratkan untuk belajar kimia atau mata pelajaran IPA lainnya dan matematika tentunya. Saya melihat banyak sekali siswa tersiksa dengan pelajaran yang memang mempersayaratkan kemampuan matematika dan logika itu. Apapun upaya yang dilakukan guru jika syarat kemampuan awal tidak terpenuhi makai tugas berat menanti guru fisika, kimia, dan matematika. Mengingat pula ketersediaan guru-guru MIPA di hampir semua sma kini hampir bisa dikatakan memadai. Saya tidak punya data tapi secara sekilas di kabupaten tempat saya bertugas ini bahkan bisa dikatakan berlebih.
Kembali kepada berbagai alternatif itu tentu saja juga berkiblat dari negara lain, bukan asli dari pola pikir mendalam atau dari hasil penelitian atau pengkajian yang valid. Semua itu menurut dugaan saya adalah berdasarkan pola pikir para pemikir pendidikan yang tentu saja akan berusaha menyenangkan pihak kemdikbud sendiri. Hal kecil seperti ini tentu saja tidak luput dari kepentingan pihak tertentu, guru-guru pun bisa menduga akan hal itu, walaupun dugaan itu belum terbukti tapi guru sudah terbiasa dengan tayangan-tayangan dan lagunya pemerintah selama ini.

Lalu dilemanya di mana? Kemauan siswa dan orang tua, kemampuan prasyarat siswa yang lemah (walau dinyatakan lulus ujian nasional) itu pun tidak bisa dijadikan jaminan. Mengingat hampir semua guru (pelaku pendidikan) tahu apa yang terjadi dibalik UN selama ini. Jika meyimak paparan rekan blogger di sini, nampak jelas bahwa kesiapan pemerintah dengan berbagai konsekwensinya harus disiapkan, kalau tidak itu hanya jadi dilema saja, serba salah. Bahkan ada kajian dalam bentuk disertasi mengenai penjurusan ini sudah sepatutnya untuk dapat dijadikan rekomendasi karena sudah dilakukan pengkajian mendalam seperti sebuah hasil penelitian ini.

Meskipun pola pikir manusia seumuran anak SMA masih sangat labil, namun menimbang potensi dan peluang keberhasilannya tentu akan lebih baik jika siswa terarah sejak dini. Harapannya tentu memberikan keputusan yang tepat dengan tidak mengkebiri “ambisi” anak dan orang tua tetapi sesuai modal-bekal-kemampuan awal.

Seperti di negara tentangga (Singapore) aja dua jalur penjurusan level-O untuk siswa kemampuan di atas rata-rata, dan level-N untuk siswa dengan kemampuan rata-rata. Sedangkan mereka yang di SMK memang tidak diorientsikan ke universitas, tetapi hanya boleh ke akademi atau politeknik saja, meskipun semua itu akan jadi dilema lagi dan lagi. Namun belakangan pemerintah sudah akan “memaksa” siswa yang kemampuannya di bawah rata-rata bisa diarahkan ke SMK karena jumlah SMK di setiap daerah jumlah ditambah terus hingga target 50% SMA dan 50% SMK. Ini langkah bagus asal tidak bermental proyek saja.

Mari tunggu keputusan soal penjurusan ini. Apakah akan tetap jurusan IPA, IPS, dan Bahasa?
Reff : urip.wordpress.com

Perubahan Kurikulum Pendidikan Nasional Mulai 2013

 
Staf ahli Mendikbud Prof Kacung Marijan MA menegaskan bahwa kementerian itu akan melakukan perubahan kurikulum pendidikan nasional mulai 2013 untuk menyeimbangkan aspek akademik dan karakter.  
Dalam acara yang digelar UPM (unit pelaksana mata kuliah) Soshum (sosial humaniora) dan diikuti 259 orang pemangku ilmu humaniora dari sejumlah kampus di Surabaya itu, staf ahli Mendikbud bidang Kerja Sama Internasional itu menjelaskan perubahan kurikulum itu diperuntukkan pendidikan dasar hingga menengah.  
"Yang jelas, perubahan kurikulum itu memang akan membuat mata pelajaran lebih sedikit dari sebelumnya, lalu mata pelajaran yang bersifat hafalan juga berkurang, karena banyak praktik lapangan dan studi kasus, sehingga teknik pembelajaran akan mengarahkan siswa menjadi inovatif, kreatif, kompetitif, dan sebagainya," katanya. 
Namun, perubahan kurikulum itu tidak akan ada artinya tanpa pembenahan guru, karena itu pemerintah juga menata guru melalui uji kompetensi guru (UKG) yang bertujuan untuk memetakan guru yang mumpuni.
"Masa depan itu perlu rekayasa sosial, sebab adanya teknologi yang disalahgunakan itu membuktikan teknologi juga perlu mengenal kemanfaatan sosial," katanya.

"Itu karena perubahan karakter memang harus dimulai dari TK hingga SMA, sedangkan perguruan tinggi bersifat otonom. Intinya, perubahan kurikulum pendidikan itu akan menyederhanakan sejumlah mata pelajaran," katanya.

Namun, kata Prof Kacung yang juga guru besar Ilmu Politik Unair itu, penyederhanaan itu diperuntukkan mata pelajaran yang bersifat umum ke dalam Ilmu Pengetahuan Umum, sedangkan ilmu sains (MIPA) dan ilmu sosial yang merupakan "basic" ilmu pengetahuan akan tetap ada.

"Jadi, kurikulum pendidikan yang baru nanti akan mengubah mindset pendidikan yang bersifat akademik menjadi dua paradigma yakni akademik dan karakter, bahkan pendidikan karakter akan lebih banyak di tingkat pendidikan dasar atau TK dan SD, karena karakter itu merupakan pondasi pendidikan," katanya.

Ia mencontohkan orang sukses itu bukan ditentukan mata pelajaran bernilai A, tapi perilaku orangnya asusila, namun keduanya harus seimbang.

"Itu karena orang sukses itu bukan hanya orang pintar, tapi pintar, baik dalam cara berkomunikasi dengan orang lain, kreatif, dan ketrampilan soft skill lainnya yang juga baik," katanya.

Menurut alumnus Australian National University (ANU) itu, pendidikan karakter itu juga tidak harus berupa mata pelajaran tersendiri, meski mata pelajaran Pancasila akan dimunculkan lagi menjadi Pendidikan Pancasila dan PKN (PPKN).

"Misalnya, mata pelajaran Biologi yang memberikan penugasan observasi/penelitian secara berkelompok itu akan mengajarkan cara kerja sama, leadership, komunikasi melalui presentasi hasil penelitian, kompetisi melalui persaingan antarkelompok, dan seterusnya. Itu semua pendidikan karakter," katanya.

Ditanya target dari perubahan kurikulum, ia mengatakan perubahan kurikulum itu untuk mencetak sumberdaya manusia yang profesional secara akademik dan tangguh atau kreatif secara karakter.

"Hasilnya memang belum memuaskan karena hanya 42 persen guru yang mumpuni, namun 48 persen guru yang tidak mumpuni itu tidak akan diabaikan, melainkan mereka akan diberdayakan melalui serangkaian pelatihan. Pemerintah juga mengizinkan non-guru untuk mengikuti UKG, karena banyak non-guru yang selama ini mengajar seperti di ITS," katanya.

Menanggapi hal itu, Rektor ITS Prof Tri Yogi Yuwono DEA menyatakan setuju bila perguruan tinggi juga memadukan antara ilmu sains dengan ilmu sosial.
"Perubahan yang dikontrol langsung Wapres Boediono itu bukan karena ada tawuran antarpelajar, tapi prosesnya sudah lama (2010) dan kepentingannya sekarang menjadi diperkuat lagi," katanya setelah berbicara dalam Seminar dan Lokakarya ’Teknologi dan Perubahan Sosial’ di Pascasarjana ITS Surabaya, Selasa (2/10/2012).
Reff : aceh.tribunnews.com

Asal Usul Garuda Pancasila dan Penciptanya


   
  
 

Asal-usul Lambang Negara Kita (Garuda Pancasila)

APA lambang Negara Republik Indonesia? Ya betul, BURUNG GARUDA. Mengapa Negara kita menggunakan lambing Negara seperti itu? Sejak kapan kita menggunakan lambing Negara tersebut? Apa saja arti dari Lambang Negara RI itu?

Burung garuda berdekatan dengan burung elang Rajawali. Burung ini terdapat dalam lukisan di candi-candi Dieng yang dilukiskan sebagai manusia berparuh dan bersayap, lalu di candi Prambanan, dan Panataran berbentuk menyerupai raksasa, berparuh, bercakar dan berrambut panjang.

Beberapa kerajaan di pulau jawa menggunakan Garuda sebagai materai/stempel kerajaan, seperti yang disimpan di Musium Nasional, adalah stempel milik kerajaan Erlangga.

Burung Garuda ditetapkan sebagai lambing Negara RI sejak diresmikan penggunaannya pada 11 Februari 1950, dan dituangkan dalam Perautan Pemerintah no 66 tahun 1951. Penggagasnya adalah Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie II atau dikenal dengan Sultan Hamid II, yang saat itu sebagai Mentri Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

Tambahan :

Garuda itu adalah seekor burung yang hidup dalam dunia khayalan, terutama dalam perwayangan. garuda dianggap mulia karena memiliki kekuatan dan kecantikan parasnya. Sehingga banyak yang menggunakannya dalam berbagai kegiatan yang dianggapnya menunjukkan sebuah power dan tentunya kebebasan karena garuda bebas bisa terbang ke mana saja.

Cerita garuda bisa jadi lambang negara adalah benar kalau itu ada pengaruh sultan hamid 2 yang cenderung, dulunya memihak belanda (ingat dia ketua BFO=perserikatan negara2 non-RI setelah agresi militer belanda 1). Namun setelah dia diangkat menjadi salahsatu pejabat negara, sebagai wakil yang memiliki pengaruh di Indonesia bagian Timur, beliau ikut sebuah sayembara yang dikeluarkan Pres. Soekarno untuk menemukan sosok lambang negara. RI 5 tahun tanpa lambang!….

3 tahun lalu, ketika menjelang HUT RI ke 60, di SCTV saya nonton cerita seorang yang meneliti tentang asal-usul lambang negara ini. Penelitian ini adalah thesis S2 di UGM (?). Dari sekian gambar yang masuk, dipilihlah burung garuda ini (peserta harus menyematkan 5 pilar/sila yang dikenal sebagai Pancasila). Dari gambar burung purba sampai garuda diperlihatkan dalam siaran tersebut. Saya hafal banget, karena memang mencari jawaban tanya selama ini: siapa yang menggagas lambang RI?, banyak yang bilang Moh. Yamin, namun ternyata usulan Moh. Yamin, ditolak Pres. Soekarno. Penasaran ini terjawab sudah, karena di buku jarang banget yang bahas, sama sebelum tahun 2000-an, bila mencari siapa yang menggagas nama Indonesia….

 
Pencipta Lambang Negara Burung Garuda Pancasila

Sepanjang orang Indonesia, siapa tak kenal burung garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila (Pancasila)? Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu?

  
Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan namaSyarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianaktanggal 12 Juli 1913. Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab–walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak–keduanya sekarang di Negeri Belanda.

Syarif menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.

Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II.

Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil daerah istimewa Kalbar dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.

Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.

Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA.

Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar–karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL.

Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat marah.

Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.

Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.

Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, MA Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.

AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini.

Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.

Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.

Tanggal 20 Maret 1940, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.

Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak.

Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.
Reff : suciptoardi.wordpress.com

Kata-kata Bijak untuk Bercermin Diri Wahai Guru !


Judul sudah merupakan, bukan hanya ajakan tapi keharusan, bahkan emosional: lihat saja tanda seru dibelakang kata: Guru. Kata yang akan disuguhkan merupakan kumpulan dari blog/situs dengan cara googling dengan key word: kata mutiara untuk guru. Saya mencantumkannya hanya yang terpilih, dan menurut saya bagus. Bagus untuk saya sebagai seorang guru, dan bagus untuk bercermin diri….

Kata-kata bijak ini juga saya cetak dan ditempelkan di ruangan guru-guru muda pada berkumpul agar mereka, salahsatunya saya, menyadarinya, bahwa menjadi guru bukan hanya mulia, tapi amat menantang…..

Para pemilik blog tempat saya mengutip kata-kata indah ini, kalian harus memaafkan saya jika tidak mencantumkannya karena banyak kesamaan dan cukup banyak saya membaca kemudian memilahnya, sehingga tidak semua sumber saya cantumkan….namun, bila pembaca budiman ingin menelusurinya kembali, silahkan gunakan key word yang sama yaaa….

Selamat berfikir….

About Teacher

  • Tugas pendidik modern bukanlah menebang hutan, tetapi mengairi gurun (C.S. Lewis 1898-1963)
  • JIka anda percaya setiap hal yang and baca, lebih baik anda tidak usah membaca (pepatah Jepang)
  • Jangan mencoba untuk memperbaiki murid atau siswa kita, perbaiki diri kita sendiri terlebih dahulu. Guru yang baik membuat murid yang jahat menjadi baik dan menjadikan murid yang baik menjadi unggul. Ketika murid-murid kita gagal, berarti kita juga telah gagal menjadi seorang guru (Marva Collins)
  • Saya menyukai guru yang memberikan sesuatu kepada Anda untuk dibawa pulang dan untuk dipikirkan, selain pekerjaan rumah (Lily Tomlin)
  • Seorang guru yang berusaha mengajarkan tanpa menginspirasi muridnya dengan keinginan untuk belajar adalah seperti memalu besi dingin (Horace Mann)
  • Guru yang baik itu mahal, tapi guru yang buruk itu lebih mahal (Bob Talbert)
  • Tujuan seorang guru bukanlah menciptakan siswa-siswanya menurut pandangannya, tapi mengembangkan siswanya yang mampu menciptakan pandangan mereka sendiri (nn)
  • Guru paling baik mengajarkan dari hari, bukan dari buku (nn)
  • Untuk menemukan kehidupan rimba: Jadilah seorang guru! (nn)
  • Rata-rata guru menjelaskan kerumitan; guru yang berbakat mengajarkan kemudahan (Robert Brault)
  • Murid yang dipersenjatai dengan informasi Akan selalu memenangkan pertempuran (Meladee McCarty)
  • Menggandeng tangan, Membuka pikiran, Menyentuh hati, Membentuk masa depan, Seorang Guru berpengaruh selamanya, Dia tidak pernah tahu kapan pengaruhnya berakhir (Henry Adam)
  • Mengajar berarti belajar lagi (Oliver Wendell Holmes)
  • Guru biasa memberitahukan, Guru baik menjelaskan, Guru ulung memeragakan, Guru hebat mengilhami (William Arthur Ward)
  • Yang penting bukan bagaimana caramu hidup Tapi hidup siapa yang kamu ubah dengan hidupmu Seorang majikan bisa memberitahumu apa yang ia harapkan darimu Tapi seorang Guru membangkitkan pengharapanmu sendiri (Patricia Neal)
  • Tujuan mengajar adalah untuk membuat anak bisa maju tanpa Gurunya (Elbert Hubbard)
  • Mengajar bukan profesi. Mengajar adalah kegemaran Aku telah mencapai sebuah kesimpulan yang menakutkan bahwa aku adalah unsur penentu di dalam kelas. Pendekatan pribadikulah yang menciptakan iklimnya Suasana hatikulah yang membuat cuacanya. Sebagai seorang Guru, aku memiliki kekuatan yang sangat besar untuk membuat hidup seseorang menderita atau gembira. Aku bisa menjadi alat penyiksa atau pemberi ilham, bisa bercanda atau mempermalukan, melukai atau menyembuhkan. Dalam semua situasi, reaksikulah yang menentukan apakah sebuah krisis akan memuncak atau mereda dan apakah seseorang akan diperlakukan sebagai manusia atau direndahkan (Haim Ginott)
  • Aku seorang Guru, Guru adalah seorang pemimpin, Tidak ada keajaiban dalam pekerjaanku, Aku tidak berjalan di atas air, Aku tidak membelah lautan, Aku hanya mencintai anak-anak (Marva Collins)
  • Salah satu hal yang bisa dilakukan seorang Guru adalah mengirim pulang seorang murid di siang hari dalam keadaan menyukai diri mereka sedikit lebih daripada ketika ia datang di pagi hari (Ernest Melby)
  • Setiap murid bisa belajar, hanya saja tidak pada hari yang sama atau dengan cara yang sama (George Evans)
  • Teknologi hanya sebuah alat. Dalam hal membuat siswa bekerja sama dan menjadikan mereka termotivasi, gurulah yang paling utama (Bill Gates)
  • Guru yang baik tidak pernah bilang muridnya bodoh, tapi guru yang baik selalu bilang, Muridku belum bisa (nn)
  • Rahasia pendidikan adalah menghormati sang murid (Ralph Waldo Emerson)
Reff : suciptoardi.wordpress.com