aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Minggu, 26 Mei 2013

Sejarah & Asal Usul Hajar Aswad

Hajar Aswad adalah batu berwarna hitam kemerah-merahan, terletak di sudut selatan, sebelah kiri pintu Ka’bah. Ketinggiannya 1,10 m dari permukaan tanah. Ia tertanam di dinding Ka’bah.

Dahulu, Hajar Aswad berupa satu batu yang berdiameter ± 30 cm. Akibat berbagai peristiwa yang menimpanya selama ini, sekarang Hajar Aswad tersisa delapan butir batu kecil sebesar kurma yang dikelilingi oleh bingkai perak. Namun, tidak semua yang terdapat di dalam bingkai adalah Hajar Aswad. Butiran Hajar Aswad tepat berada di tengah bingkai. Butiran inilah yang disentuh dan dicium oleh jamaah haji.

Hajar Aswad berasal dari surga. Awalnya batu ini berwarna putih. Namun, dia menjadi hitam disebabkan oleh dosa manusia. Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Hajar Aswad turun dari surga dalam keadaan lebih putih daripada susu. Lalu, dosa-dosa Bani Adam lah yang membuatnya hitam.” Demikianlah, bagian dalam Hajar Aswad berwarna putih, sedangkan bagian luarnya berwarna hitam.

Hajar Aswad selalu dimuliakan, baik pada masa Jahiliah, maupun setelah Islam datang.

Hingga, pada musim haji tahun 317 H, saat dunia Islam sangat lemah dan bercerai berai, kesempatan ini dimanfaatkan oleh Abu Thahir Al-Qurmuthi, seorang kepala salah satu suku Syi’ah Ismailiyah di Jazirah Arab bagian timur, untuk merampas Hajar Aswad. Dengan 700 anak buah bersenjata lengkap dia mendobrak Masjid Al-Haram dan membongkar Ka’bah secara paksa lalu merebut Hajar Aswad dan mengangkutnya ke negaranya yang terletak di kota Ahsa’ yang terletak di wilayah Bahrain, kawasan Teluk Persia sekarang.

Kemudian, ia membuat maklumat dengan menantang umat Islam. Inti dari maklumat itu, jika ingin mengambil Hajar Aswad, tebuslah dengan sejumlah uang yang pada saat itu sangat berat bagi umat Islam atau dengan perang. Baru setelah 22 tahun (tahun 339 H) batu itu dikembalikan ke Mekah oleh Khalifah Abbasiyah Al-Muthi’ lillah setelah ditebus dengan uang sebanyak 30.000 Dinar. Mereka membawanya ke Kufah, lalu menggantungkannya ke tiang ke tujuh Masjid Jami’. Setelah itu, mereka mengembalikannya ke tempat semula.

Sejarah Kota Mekkah

Mengenal Mekah

Mekah, namanya berasal dari kata “imtakka”, yang artinya ‘mendesak’ atau ‘mendorong’. Kota ini disebut “Mekah” karena manusia berdesakan di sana (Mu’jam Al-Buldan, kata: Mekah). Dalam Alquran, Allah menyebutnya dengan “Bakkah”. Allah berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya, rumah yang pertama kali di dibangun (di bumi) untuk (tempat beribadah) manusia adalah Baitullah (yang berada) di Bakkah (Mekah) yang memiliki berkah dan petunjuk bagi seluruh alam.” (QS. Ali Imran:96)

Kota Mekah disebut “Bakkah”, berasal dari kata bakka–yabukku, yang artinya “menekan”, karena Mekah menekan leher-leher orang yang sombong. (Tafsir Jalalain untuk QS. Ali Imran:96)

Kota ini juga memiliki nama lain, di antaranya:

1. Ummul Qura (pusat kota). Allah berfirman, yang artinya, “Demikianlah, Kami wahyukan kepadamu, Alquran dalam bahasa arab, supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya.” (QS. Asy-Syura: 7). Kota Mekah disebut “Ummul Qura” karena Mekah menjadi kota yang paling padat kegiatannya.

2. Al-Baladul Amin (kota yang aman). Allah berfirman, yang artinya, “Demi Al-Balad Al-Amin ini (Mekah).” (QS. At-Tin:3)

3. Ma’ad (tempat kembali). Allah berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya, Dzat yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Alquran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali.” (QS. Al-Qashash:85). Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud “tempat kembali” adalah Mekah. (Tafsir Al-Jalalain, untuk QS. Al-Qashash:85)

4. Al-Baitul Haram. Allah berfirman, yang artinya, “(Ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf.’” (QS. Al-Haj:26). Sebagian ahli tafsir menjelaskan bahwa Baitullah adalah Mekah. (Makkah fi Al-Qur’an wa As-Sunnah, hlm. 6)

Posisi Geografis

Secara geografis, kota Mekah terletak sekitar 600 km sebelah selatan kota Madinah, kurang lebih 200 km sebelah timur laut kotaJedah. Kota ini merupakan lembah sempit yang dikelilingi gunung-gunung, dengan bangunan Ka’bah sebagai pusatnya. Ada dua gunung yang mengelilingi kota Mekah: Gunung Abu Qubais dan Gunung Qa’qa’an. 


Keutamaan Kota Mekah

Ada beberapa hadis yang menyebutkan keutamaan kota Mekah, di antaranya adalah:

1. Allah memilihnya untuk dijadikan tempat Ka’bah didirikan.

Allah berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya, rumah yang pertama kali dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah (yang berada) di Bakkah (Mekah) ….” (QS. Ali Imran:96)

2. Mekah adalah negeri yang terbaik dan paling dicintai Allah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sembari menghadapkan wajahnya ke Mekah, ketika beliau hendak hijrah ke Madinah, “Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah negeri yang paling baik di sisi Allah dan negeri yang paling dicintai Allah. Andaikan bukan karena pendudukmu yang mengusirku, aku tidak akan berpindah.” (HR. Ad-Daruquthni)

3. Allah melindungi Mekah dari serangan luar.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya, Allah melindungi Mekah dari serangan gajah, serta Dia jadikan Rasul-Nya dan orang mukmin menguasainya ….” (HR. Al-Bukhari)

4. Dajal tidak bisa masuk Mekah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada satu pun negeri melainkan akan diinjak Dajal, kecuali Mekah dan Madinah. Tidak satu pun lorong menuju kota tersebut, kecuali di sana terdapat para malaikat yang berbaris, menjaga kota tersebut.” (HR. Al-Bukhari)

5. Tanah Haram.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “… Tidak boleh memburu hewan liarnya, tidak boleh mematahkan rantingnya, tidak halal mengambil barang hilang, kecuali bagi orang yang hendak mengumumkannya ….” (HR. Al-Bukhari)
Fikih tentang Mekah

Beberapa hukum terkait kota Mekah:

1. Dibolehkan memasuki kota Mekah dalam keadaan tidak ihram, selama tidak berniat untuk melaksanakan haji atau umrah. Dalilnya: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika Fathu Mekah, memasuki kota Mekah tanpa memakai pakaian ihram.

2. Bagi orang yang hendak haji, wajib berihram ketika hendak memasuki batas tanah haram (Mekah).

3. Dibolehkan melakukan perjalanan jauh yang menghabiskan banyak biaya dalam rangka berkunjung ke Masjidil Haram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh mengadakan perjalanan jauh dalam rangka mengunjungi tempat ibadah selain menuju tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsa.” (HR. Al-Bukhari dan Abu Daud)

4. Maksiat yang dilakukan di tanah haram, dosanya dilipatkan menjadi lebih besar daripada maksiat yang dilakukan di luar tanah haram. Allah berfirman, yang artinya, “Barang siapa yang ingin melakukan penyimpangan karena kezaliman maka Kami akan siksa dia dengan siksaan yang menyakitkan.” (QS. Al-Haj:25)

5. Pahala salat di Masjidil Haram sama dengan seratus ribu kali salat di tempat selain Masjidil Haram. Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salat di Masjid Nabawi lebih utama daripada seribu kali salat di selain Masjid Nabawi, kecuali Masjidil Haram. Sementara, salat di Masjidil Haram lebih utama dibandingkan seratus ribu kali salat di selain Masjidil Haram.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah; dinilai sahih oleh Al-Albani)

6. Dibolehkan untuk melaksanakan salat dan tawaf di Masjidil Haram kapan saja, meskipun bertepatan dengan waktu terlarang untuk salat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian melarang seorang pun untuk melakukan tawaf dan salat di Baitullah, kapan saja, baik siang maupun malam.” (HR. An-Nasa’i, At-Turmudzi, dan Ibnu Majah)

7. Tidak boleh memburu binatang yang hidup di Mekah. Barangsiapa yang memburu binatang maka dia wajib membayar denda gantinya. Allah berfirman, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang berihram. Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang dibunuhnya.” (QS. Al-Maidah:95)
Reff

Sejarah Kota Madinah

Mengenal Madinah

Dulu, kota ini bernama Yatsrib. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke kota ini, selanjutnya kota ini sering dikenal dengan “Madinatur Rasul”. Kemudian, orang menyebut kota ini dengan “Al-Madinah”.

Kota Al-Madinah memiliki banyak nama; ada sekitar 29 nama. Di antara nama tersebut adalah:

  • Thabah (yang baik). Ini berdasarkan riwayat bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari Tabuk dan hendak memasuki kota Madinah, beliau mengatakan, “Ini (Madinah) adalah Thabah ….” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
  • Thayibah. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang Madinah, “Ini adalah kota Thayibah, yang menghilangkan kotoran (manusia munafik) sebagaimana api menghilangkan kotoran dari perak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
  • Al-Mahabah dan Al-Mahbub.
  • Yatsrib. Ini adalah nama kota Madinah sebelum hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. 
Di antara nama yang lain adalah An-Najiyah, Al-Mubarakah, Al-Majinnah, Al-Marzuqah, Asy-Syafiyah, Al-Mahfufah, Al-Marhumah, Al-Qudsiyah, Darul Hijrah, dan Al-Jabirah.

Posisi Geografis

Secara geografis, kota ini berupa dataran yang dikelilingi gunung dan bukit-bukit, serta beriklim gurun. Suhu tertinggi berkisar antara 30 °C sampai 45 °C pada waktu musim panas, dan suhu rata-rata berkisar antara 10 °C sampai 25 °C.

Keutamaan Kota Madinah


Kota Madinah memiliki banyak keutamaan, sebagaimana disebutkan dalam hadis. Di antara hadis yang menyebutkan keutamaan kota Madinah adalah:
  • Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya, Ibrahim menyebabkan kota Mekah menjadi kota suci, dan aku menyebabkan Madinah menjadi kota suci.” (HR. Muslim)
  • Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kota Madinah adalah kota suci, yang batasnya antara Gunung ‘Ir dan Gunung Tsaur. Barang siapa yang melakukan perbuatan bid’ah atau melindungi ahlibid’ah maka dia mendapat laknat Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. Allah tidak menerima amal wajib dan amal sunahnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
  • Hadis beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya, iman bersembunyi di Madinah, sebagaimana ular bersembunyi di lubangnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 
Makna hadis: Iman selalu menuju Madinah dan tinggal di Madinah, sehingga setiap orang yang beriman merasa aman untuk tinggal di Madinah, disebabkan dorongan imannya dan rasa cinta terhadap kota ini. (Fadhlul Madinah, Syekh Abdul Muhsin Al-Abbad, hlm. 4)
  • Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Saya diperintahkan untuk menuju daerah yang memakan daerah lain.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Makna “memakan daerah lain”: Kota Madinah akan mengalahkan kota lain.
  • Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan para sahabat untuk bersabar di Madinah, meskipun dalam kondisi kemiskinan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Madinah lebih baik bagi mereka (manusia), jika mereka mengetahuinya.” (HR. Muslim)
  • Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan Madinah dengan keberkahan, melalui sabdanya shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Allah, berkahilah hasil buah-buahan kami, berkahilah Madinah kami, berkahilah takaran kami ….” (HR. Muslim)
  • Madinah tidak bisa dimasuki Dajal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di setiap lorong menuju Madinah terdapat banyak malaikat; tidak bisa dimasuki wabah tha’un dan Dajal.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
  • Salat di Masjid Nabawi lebih mulia daripada salat di selain Masjid Nabawi, kecuali Masjidil Haram. Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Salat di masjidku ini lebih utama dibandingkan seribu salat di selain Masjid Nabawi, kecuali Masjidil Haram.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Asal Usul & Sejarah Malam Isra’ Mi’raj

Sebagian besar kaum muslimin, terkhusus di negeri ini meyakini bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj jatuh pada malam 27 Rajab. Biasanya mereka isi malam itu dengan qiyamullail kemudian puasa pada siang harinya. Berbagai perayaan pun diadakan untuk memperingati peristiwa yang menjadi salah satu mu’jizat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut. Benarkah Isra’ dan Mi’raj ini terjadi pada malam 27 Rajab?

Para ulama sejak dahulu sudah membahas dan menerangkan permasalahan ini dalam kitab-kitab mereka. Dan kesimpulan dari keterangan mereka adalah:

Bahwa tidak ada satupun dalil yang shahih dan sharih (jelas) yang menunjukkan kapan waktu terjadinya Isra’ dan Mi’raj. Para sejarawan sendiri berbeda pendapat dalam menentukan kapan waktu terjadinya peristiwa itu.

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah menyatakan ada lebih dari sepuluh pendapat yang berbeda-beda dalam menentukan kapan waktu terjadinya Isra’ dan Mi’raj, di antaranya ada yang menyebutkan pada bulan Ramadhan, ada yang menyebutkan pada bulan Syawwal, bulan Rajab, Rabi’ul Awwal, Rab’iul Akhir, dan berbagai pendapat yang lain.

Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: “Diriwayatkan dengan sanad yang tidak shahih dari Al-Qasim bin Muhammad bahwa Isra’ Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terjadi pada 27 Rajab. Riwayat ini diingkari oleh Ibrahim Al-Harbi dan para ulama yang lain.”

Al-’Allamah Abu Syamah rahimahullah dalam kitabnya, Al-Ba’its ‘ala Inkaril Bida’ wal Hawaditsmenyebutkan bahwa terjadinya Isra’ bukan pada bulan Rajab. Kemudian beliau juga mengatakan: “Sebagian tukang kisah menyebutkan bahwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada bulan Rajab, perkataan seperti ini menurut ulama ahlul jarh wat ta’dil adalah sebuah kedustaan yang nyata.”

Semakna dengan yang dikatakan oleh Abu Syamah di atas adalah keterangan Ibnu Dihyah, sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnu Hajar rahimahumullahu jami’an.

Sekarang, mari kita menengok bagaimana penjelasan Al-Hafizh An-Nawawi rahimahullah -seorang ulama besar madzhab Syafi’i dan sering dijadikan rujukan oleh kaum muslimin termasuk di Indonesia- terkait permasalahan ini. Dalam kitabnya, Syarh Shahih Muslim, beliau berkata:

“Peristiwa Isra’ ini, sebagian kecil berpendapat itu terjadi 15 bulan setelah diutusnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Al-Harbi mengatakan bahwa itu terjadi pada malam 27 bulan Rabi’ul Akhir, satu tahun sebelum hijrah. Az-Zuhri mengatakan bahwa itu terjadi 5 tahun setelah diutusnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Nabi mengalami peristiwa Isra’ ketika agama Islam sudah tersebar di kota Makkah dan beberapa qabilah.”

Beliau tidak memastikan bahwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab, beliau hanya sebatas menukilkan pendapat sebagian ulama sebagaimana telah disebutkan.

Sebagian ulama memperkirakan bahwa peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini terjadi tiga atau lima tahun sebelum hijrah. Karena setelah mendapatkan wahyu perintah untuk mendirikan shalat lima waktu pada peristiwa tersebut, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam masih sempat menunaikannya beberapa waktu bersama Khadijah radhiyallahu ‘anha, istri beliau. Dan tidak diperselisihkan bahwa Khadijah radhiyallahu ‘anha meninggal tiga atau lima tahun sebelum hijrah. Wallahu a’lam.

Berdasarkan keterangan para ulama di atas, maka kita tidak boleh menetapkan, memastikan, ataupun meyakini bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab. Hanya Allah subhanahu wata’alasajalah yang mengetahui kapan peristiwa tersebut terjadi, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai hamba-Nya yang menjalaninya. Sementara kita tidak mendapatkan satupun ayat al-Qur’an maupun hadits yang memberitakan kapan peristiwa tersebut terjadi.

Kisah Cinta Nabi Muhammad dan Khadijah

Kisah Cinta Nabi Muhammad dan Khadijah
Berikut ini adalah cerita cinta khadijah r.a. dan Rasulullah SAW. Dia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda, bangsawan, hartawan, cantik dan budiman. Ia disegani oleh masyarakat Quraisy khususnya, dan bangsa Arab pada umumnya. Sebagai seorang pengusaha, ia banyak memberikan bantuan dan modal kepada pedagang-pedagang atau melantik orang-orang untuk mewakili urusan-urusan perniagaannya ke luar negeri.

Banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya dan sanggup membayar mas kawin berapa pun yang dikehendakinya, namun selalu ditolaknya dengan halus kerana tak ada yang berkenan di hatinya.

Bermimpi melihat matahari turun kerumahnya. 


Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari turun dari langit, masuk ke dalam rumahnya serta memancarkan sinarnya merata kesemua tempat sehingga tiada sebuah rumah di kota Makkah yang luput dari sinarnya.

Mimpi itu diceritakan kepada sepupunya yang bernama Waraqah bin Naufal. Dia seorang lelaki yang berumur lanjut, ahli dalam mentakbirkan mimpi dan ahli tentang sejarah bangsa-bangsa purba. Waraqah juga mempunyai pengetahuan luas dalam agama yang dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu.

Waraqah berkata: “Takwil dari mimpimu itu ialah bahwa engkau akan menikah kelak dengan seorang Nabi akhir zaman.” “Nabi itu berasal dari negeri mana?” tanya Khadijah bersungguh-sungguh. “Dari kota Makkah ini!” ujar Waraqah singkat. “Dari suku mana?” “Dari suku Quraisy juga.” Khadijah bertanya lebih jauh: “Dari keluarga mana?” “Dari keluarga Bani Hasyim, keluarga terhormat,” kata Waraqah dengan nada menghibur. Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar meneruskan pertanyaan terakhir: “Siapakah nama bakal orang agung itu, hai sepupuku?” Orang tua itu mempertegas: “Namanya Muhammad SAW. Dialah bakal suamimu!”


Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan yang luar biasa gembiranya. Belum pernah ia merasakan kegembiraan sedemikian hebat. Maka sejak itulah Khadijah senantiasa bersikap menunggu dari manakah gerangan kelak munculnya sang pemimpin itu.

Lamaran dari khadijah kepada Rasulullah s.a.w 

Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah. Wanita usahawan itu berkata
Khadijah: “Hai Al-Amiin, katakanlah apa keperluanmu!” (Suaranya ramah, bernada dermawan. Dengan sikap merendahkan diri tapi tahu harga dirinya)

Muhammad SAW berbicara lurus, terus terang, meskipun agak malu-malu tetapi pasti.
Muhammad SAW: “Kami sekeluarga memerlukan nafkah dari bagianku dalam rombongan niaga. Keluarga kami amat memerlukannya untuk mencarikan jodoh bagi anak saudaranya yang yatim piatu”

(Kepalanya tertunduk, dan wanita hartawan itu memandangnya dengan penuh ketakjuban)
Khadijah: “Oh, itukah….! Muhammad, upah itu sedikit, tidak menghasilkan apa-apa bagimu untuk menutupi keperluan yang engkau maksudkan,”. “Tetapi biarlah, nanti saya sendiri yang mencarikan calon isteri bagimu”.(Ia berhenti sejenak, meneliti).

Kemudian meneruskan dengan tekanan suara memikat dan mengandung isyarat
Khadijah: “Aku hendak mengawinkanmu dengan seorang wanita bangsawan Arab. Orangnya baik, kaya, diinginkan oleh banyak raja-raja dan pembesar-pembesar Arab dan asing, tetapi ditolaknya. Kepadanyalah aku hendak membawamu”.

khadijah (Khadijah tertunduk lalu melanjutkan): “Tetapi sayang, ada aibnya…! Dia dahulu sudah pernah bersuami. Kalau engkau mau, maka dia akan menjadi pengkhidmat dan pengabdi kepadamu”. 

Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-sama terdiam, sama-sama terpaku dalam pemikirannya masing-masing. Yang satu memerlukan jawapan, yang lainnya tak tahu apa yang mau dijawab. Khadijah r.a tak dapat mengetahui apa yang terpendam di hati pemuda Bani Hasyim itu, pemuda yang terkenal dengan gelaran Al-Amiin (jujur). Pemuda Al-Amiin itupun mungkin belum mengetahui siapa kira-kira calon yang dimaksud oleh Khadijah r.a.

Rasulullah SAW minta izin untuk pulang tanpa sesuatu keputusan yang ditinggalkan. Ia menceritakan kepada Pamannya.

Rasulullah SAW: “Aku merasa amat tersinggung oleh kata-kata Khadijah r.a. Seolah-olah dia memandang enteng dengan ucapannya ini dan itu “anu dan anu….” Ia mengulangi apa yang dikatakan oleh perempuan kaya itu.
‘Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia seorang perempuan yang cepat naik darah kalau pihak yang dinilainya menyinggung kehormatan Bani Hasyim. Katanya: “Muhammad, kalau benar demikian, aku akan mendatanginya”.

‘Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus menegurnya: “Khadijah, kalau kamu mempunyai harta kekayaan dan kebangsawan, maka kamipun memiliki kemuliaan dan kebangsawanan. Kenapa kamu menghina puteraku, anak saudaraku Muhammad?”

Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak disangkanya bahwa kata-katanya itu akan dianggap penghinaan. Ia berdiri menyabarkan dan mendamaikan hati ‘Atiqah:

Khadijah : “Siapakah yang sanggup menghina keturunanmu dan sukumu? Terus terang saja kukatakan kepadamu bahwa dirikulah yang kumaksudkan kepada Muhammad SAW. Kalau ia mau, aku bersedia menikah dengannya; kalau tidak,aku pun berjanji tak akan bersuami hingga mati”.

Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a membuat ‘Atiqah terdiam. Kedua wanita bangsawan itu sama-sama cerah. Percakapan menjadi serius. “Tapi Khadijah, apakah suara hatimu sudah diketahui oleh sepupumu Waraqah bin Naufal?” tanya ‘Atiqah sambil meneruskan: “Kalau belum cobalah meminta persetujuannya.” “Ia belum tahu, tapi katakanlah kepada saudaramu, Abu Thalib, supaya mengadakan perjamuan sederhana. Jamuan minum, dimana sepupuku diundang, dan disitulah diadakan majlis lamaran”, Khadijah r.a berkata seolah-olah hendak mengatur siasat. Ia yakin Waraqah takkan keberatan karena dialah yang menafsirkan mimpinya akan bersuamikan seorang Nabi akhir zaman.

‘Atiqah pulang dengan perasaan tenang, puas. Pucuk dicinta ulam tiba. Ia segera menyampaikan berita gembira itu kepada saudara-saudaranya: Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas dan Hamzah. Semua riang menyambut hasil pertemuan ‘Atiqah dengan Khadijah “Itu bagus sekali”, kata Abu Thalib, “tapi kita harus bermusyawarah dengan Muhammad SAW lebih dulu.”

Khadijah yang cantik 

Sebelum diajak bermusyawarah, maka terlebih dahulu ia pun telah menerima seorang perempuan bernama Nafisah, utusan Khadijah r.a yang datang untuk menjalin hubungan kekeluargaan. Utusan peribadi Khadijah itu bertanya:

Nafisah : “Muhammad, kenapa engkau masih belum berfikir mencari isteri?”

Muhammad SAW menjawab: “Hasrat ada, tetapi kesanggupan belum ada.”

Nafisah “Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah? Lalu engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta, berbangsa dan sekufu pula denganmu, apakah engkau akan menolaknya?” 

Rasulullah SAW: “Siapakah dia?” tanya Muhammad SAW.
Nafisah : “Khadijah!” Nafisah berterus terang. “Asalkan engkau bersedia, sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku!”

Usaha Nafisah berhasil. Ia meninggalkan putera utama Bani Hasyim dan langsung menemui Khadijah r.a, menceritakan kesediaan Muhammad SAW. Setelah Muhammad SAW menerima pemberitahuan dari saudara-saudaranya tentang hasil pertemuan dengan Khadijah r.a, maka baginda tidak keberatan mendapatkan seorang janda yang usianya lima belas tahun lebih tua daripadanya.

Betapa tidak setuju, apakah yang kurang pada Khadijah? Ia wanita bangsawan, cantik, hartawan, budiman. Dan yang utama karena hatinya telah dibukakan Tuhan untuk mencintainya, telah ditakdirkan akan dijodohkan dengannya. Kalau dikatakan janda, biarlah! Ia memang janda umur empat puluh, tapi janda yang masih segar, bertubuh ramping, berkulit putih dan bermata jeli. Maka diadakanlah majlis yang penuh keindahan itu.

Hadir Waraqah bin Naufal dan beberapa orang-orang terkemuka Arab yang sengaja dijemput. Abu Thalib dengan resmi meminang Khadijah r.a kepada saudara sepupunya. Orang tua bijaksana itu setuju. Tetapi dia meminta tempoh untuk berunding dengan wanita yang berkenaan.

Pernikahan Muhammad dengan Khadijah 

Khadijah r.a diminta pendapat. Dengan jujur ia berkata kepada Waraqah: “Hai anak sepupuku, betapa aku akan menolak Muhammad SAW padahal ia sangat amanah, memiliki keperibadian yang luhur, kemuliaan dan keturunan bangsawan, lagi pula pertalian kekeluargaannya luas”. “Benar katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta”, ujar Waraqah. “Kalau ia tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak memerlukan harta lelaki. Kuwakilkan kepadamu untuk menikahkan aku dengannya,” demikian Khadijah r.a menyerahkan urusannya. 

Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan bahwa dari pihak keluarga perempuan sudah bulat mufakat dan merestui bakal pernikahan kedua mempelai. Lamaran diterima dengan persetujuan mas kawin lima ratus dirham. Abu Bakar r.a, yang kelak mendapat sebutan “Ash-Shiddiq”, sahabat akrab Muhammad SAW. sejak dari masa kecil, memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir, yang melambangkan kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya dipakai dalam upacara adat istiadat pernikahan agung, apalagi karena yang akan dinikahi adalah seorang hartawan dan bangsawan pula.

Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah r.a berlangsung pada hari Jum’at, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam. Bertindak sebagai wali Khadijah r.a ialah pamannya bernama ‘Amir bin Asad.

Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih, disambut oleh Abu Thalib sebagai berikut: “Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah Yang menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi) Ismail, anak cucu Ma’ad, dari keturunan Mudhar. “Begitupun kita memuji Allah SWT Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya, pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera, dan menjadikan kita hakim terhadap sesama manusia.

“Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan ditimbang dengan laki-laki manapun juga, niscaya ia lebih berat dari mereka sekalian. Walaupun ia tidak berharta, namun harta benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan cepat perginya. Akan tetapi Muhammad SAW, tuan-tuan sudah mengenalinya siapa dia. Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan memberikan mas kawin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku. 

“Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya bahwa sesudah ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita gembira (albasyaarah) serta pengalaman-pengalaman hebat. “Semoga Allah memberkati pernikahan ini”. Penyambutan untuk memeriahkan majlis pernikahan itu sangat meriah di rumah mempelai perempuan. Puluhan anak-anak lelaki dan perempuan berdiri berbaris di pintu sebelah kanan di sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki, mengucapkan salam marhaban kepada mempelai dan menghamburkan harum-haruman kepada para tamu dan pengiring.

Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi hati kepada suaminya dengan ucapan: “Hai Al-Amiin, bergembiralah! Semua harta kekayaan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangunan, rumah-rumah, barang-barang dagangan, hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu. Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau redhai !” 

Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang bermaksud: “Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kekayaan”. (Adh-Dhuhaa:
Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang sekufu, sehaluan, serasi dan secita-cita.

Dijamin Masuk Syurga 

Khadijah r.a mendampingi Muhammad SAW. selama dua puluh enam tahun, yakni enam belas tahun sebelum dilantik menjadi Nabi, dan sepuluh tahun sesudah masa kenabian. Ia isteri tunggal, tak ada duanya, bercerai karena kematian. Tahun wafatnya disebut “Tahun Kesedihan” (‘Aamul Huzni).

Khadijah r.a adalah orang pertama sekali beriman kepada Rasulullah SAW. ketika wahyu pertama turun dari langit. Tidak ada yang mendahuluinya. Ketika Rasulullah SAW menceritakan pengalamannya pada peristiwa turunnya wahyu pertama yang disampaikan Jibril ‘alaihissalam, dimana beliau merasa ketakutan dan menggigil menyaksikan bentuk Jibril a.s dalam rupa aslinya, maka Khadijahlah yang pertama dapat mengerti makna peristiwa itu dan menghiburnya, sambil berkata:

“Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi Allah SWT yang menguasai diri Khadijah r.a, engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi Pesuruh Allah bagi umat kita. “Allah SWT tidak akan mengecewakanmu. Bukankah engkau orang yang senantiasa berusaha untuk menghubungkan tali persaudaraan? Bukankah engkau selalu berkata benar? Bukankah engkau senantiasa menyantuni anak yatim piatu, menghormati tamu dan mengulurkan bantuan kepada setiap orang yang ditimpa kemalangan dan musibah?”

Khadijah r.a membela suaminya dengan harta dan dirinya di dalam menegakkan kalimah tauhid, serta selalu menghiburnya dalam duka derita yang dialaminya dari gangguan kaumnya yang masih ingkar terhadap kebenaran agama Islam, menangkis segala serangan caci maki yang dilancarkan oleh bangsawan-bangsawan dan hartawan Quraisy. Layaklah kalau Khadijah r.a mendapat keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh wanita-wanita lain yaitu, menerima ucapan salam dari Allah SWT. yang disampaikan oleh malaikat Jibril a.s kepada Rasulullah SAW. disertai salam dari Jibril a.s peribadi untuk disampaikan kepada Khadijah radiallahu ‘anha serta dihiburnya dengan syurga.

Kesetiaan Khadijah r.a diimbangi oleh kecintaan Nabi SAW kepadanya tanpa terbatas. Nabi SAW pernah berkata: “Wanita yang utama dan yang pertama akan masuk Syurga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad SAW., Maryam binti ‘Imran dan Asyiah binti Muzaahim, isteri Fir’aun”.

Wanita Terbaik 

Sanjungan lain yang banyak kali diucapkan Rasulullah SAW. terhadap peribadi Khadijah r.a ialah: “Dia adalah seorang wanita yang terbaik, karena dia telah percaya dan beriman kepadaku di saat orang lain masih dalam kebimbangan, dia telah membenarkan aku di saat orang lain mendustakanku; dia telah mengorbankan semua harta bendanya ketika orang lain mencegah kemurahannya terhadapku; dan dia telah melahirkan bagiku beberapa putera-puteri yang tidak ku dapatkan dari isteri-isteri yang lain”.

Putera-puteri Rasulullah SAW. dari Khadijah r.a sebanyak tujuh orang: tiga lelaki (kesemuanya meninggal di waktu kecil) dan empat wanita. Salah satu dari puterinya bernama Fatimah, dinikahkan dengan Ali bin Abu Thalib, sama-sama sesuku Bani Hasyim. Keturunan dari kedua pasangan inilah yang dianggap sebagai keturunan langsung dari Rasulullah SAW.

Perjuangan Khadijah 

Tatkala Nabi SAW mengalami rintangan dan gangguan dari kaum lelaki Quraisy, maka di sampingnya berdiri dua orang wanita. Kedua wanita itu berdiri di belakang da’wah Islamiah, mendukung dan bekerja keras mengabdi kepada pemimpinnya, Muhammad SAW : Khadijah bin Khuwailid dan Fatimah binti Asad. Oleh karena itu Khadijah berhak menjadi wanita terbaik di dunia. Bagaimana tidak menjadi seperti itu, dia adalah Ummul Mu’minin, sebaik-baik isteri dan teladan yang baik bagi mereka yang mengikuti teladannya.

Khadijah menyiapkan sebuah rumah yang nyaman bagi Nabi SAW sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan membantunya ketika merenung di Gua Hira’. Khadijah adalah wanita pertama yang beriman kepadanya ketika Nabi SAW berdoa (memohon) kepada Tuhannya. Khadijah adalah sebaik-baik wanita yang menolongnya dengan jiwa, harta dan keluarga. Peri hidupnya harum, kehidupannya penuh dengan kebajikan dan jiwanya sarat dengan kebaikan.

Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan dan dia menolongku dengan hartanya ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa.” 

Kenapa kita bersusah payah mencari teladan di sana-sini, padahal di hadapan kita ada “wanita terbaik di dunia,” Khadijah binti Khuwailid, Ummul Mu’minin yang setia dan taat, yang bergaul secara baik dengan suami dan membantunya di waktu berkhalwat sebelum diangkat menjadi Nabi dan meneguhkan serta membenarkannya. 

Khadijah mendahului semua orang dalam beriman kepada risalahnya, dan membantu beliau serta kaum Muslimin dengan jiwa, harta dan keluarga. Maka Allah SWT membalas jasanya terhadap agama dan Nabi-Nya dengan sebaik-baik balasan dan memberinya kesenangan dan kenikmatan di dalam istananya, sebagaimana yang diceritakan Nabi SAW, kepadanya pada masa hidupnya.

Ketika Jibril A.S. datang kepada Nabi SAW, dia berkata :”Wahai, Rasulullah, inilah Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya dan aku, dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga dari mutiara yang tiada keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan.” [HR. Bukhari dalam "Fadhaail Ashhaabin Nabi SAW. Imam Adz-Dzahabi berkata:"Keshahihannya telah disepakati."]

Bukankah istana ini lebih baik daripada istana-istana di dunia, hai, orang-orang yang terpedaya oleh dunia ? Sayidah Khadijah r.a. adalah wanita pertama yang bergabung dengan rombongan orang Mu’min yang orang pertama yang beriman kepada Allah di bumi sesudah Nabi SAW. Khadijah r.a. membawa panji bersama Rasulullah SAW sejak saat pertama, berjihad dan bekerja keras. Dia habiskan kekayaannya dan memusuhi kaumnya. Dia berdiri di belakang suami dan Nabinya hingga nafas terakhir, dan patut menjadi teladan tertinggi bagi para wanita.

Betapa tidak, karena Khadijah r.a. adalah pendukung Nabi SAW sejak awal kenabian. Ar-Ruuhul Amiin telah turun kepadanya pertama kali di sebuah gua di dalam gunung, lalu menyuruhnya membaca ayat-ayat Kitab yang mulia, sesuai yang dikehendaki Allah SWT. Kemudian dia menampakkan diri di jalannya, antara langit dan bumi. Dia tidak menoleh ke kanan maupun ke kiri sehingga Nabi SAW melihatnya, lalu dia berhenti, tidak maju dan tidak mundur. Semua itu terjadi ketika Nabi SAW berada di antara jalan-jalan gunung dalam keadaan kesepian, tiada penghibur, teman, pembantu maupun penolong.

Nabi SAW tetap dalam sikap yang demikian itu hingga malaikat meninggalkannya. Kemudian, beliau pergi kepada Khadijah dalam keadaan takut akibat yang didengar dan dilihatnya. Ketika melihatnya, Khadijah berkata :”Dari mana engkau, wahai, Abal Qasim ? Demi Allah, aku telah mengirim beberapa utusan untuk mencarimu hingga mereka tiba di Mekkah, kemudian kembali kepadaku.” Maka Rasulullah SAW menceritakan kisahnya kepada Khadijah r.a.

Khadijah r.a. berkata :”Gembiralah dan teguhlah, wahai, putera pamanku. Demi Allah yang menguasai nyawaku, sungguh aku berharap engkau menjadi Nabi umat ini.” Nabi SAW tidak mendapatkan darinya, kecuali peneguhan bagi hatinya, penggembiraan bagi dirinya dan dukungan bagi urusannya. Nabi SAW tidak pernah mendapatkan darinya sesuatu yang menyedihkan, baik berupa penolakan, pendustaan, ejekan terhadapnya atau penghindaran darinya. Akan tetapi Khadijah melapangkan dadanya, melenyapkan kesedihan, mendinginkan hati dan meringankan urusannya. Demikian hendaknya wanita ideal.

Itulah dia, Khadijah r.a., yang Allah SWT telah mengirim salam kepadanya. Maka turunlah Jibril A.S. menyampaikan salam itu kepada Rasul SAW seraya berkata kepadanya :”Sampaikan kepada Khadijah salam dari Tuhannya. Kemudian Rasulullah SAW bersabda :”Wahai Khadijah, ini Jibril menyampaikan salam kepadamu dari Tuhanmu.” Maka Khadijah r.a. menjawab :”Allah yang menurunkan salam (kesejahteraan), dari-Nya berasal salam (kesejahteraan), dan kepada Jibril semoga diberikan salam (kesejahteraan).”

Sesungguhnya ia adalah kedudukan yang tidak diperoleh seorang pun di antara para shahabat yang terdahulu dan pertama masuk Islam serta khulafaur rasyidin. Hal itu disebabkan sikap Khadijah r.a. pada saat pertama lebih agung dan lebih besar daripada semua sikap yang mendukung da’wah itu sesudahnya. Sesungguhnya Khadijah r.a. merupakan nikmat Allah yang besar bagi Rasulullah SAW. Khadijah mendampingi Nabi SAW selama seperempat abad, berbuat baik kepadanya di saat beliau gelisah, menolongnya di waktu-waktu yang sulit, membantunya dalam menyampaikan risalahnya, ikut serta merasakan penderitaan yang pahit pada saat jihad dan menolong- nya dengan jiwa dan hartanya.

Rasulullah SAW bersabda :”Khadijah beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkari. Dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakan. Dan dia memberikan hartanya kepadaku ketika orang-orang tidak memberiku apa-apa. Allah mengaruniai aku anak darinya dan mengharamkan bagiku anak dari selain dia.” [HR. Imam Ahmad dalam "Musnad"-nya, 6/118]

Diriwayatkan dalam hadits shahih, dari Abu Hurairah r.a., dia berkata :”Jibril datang kepada Nabi SAW, lalu berkata :”Wahai, Rasulullah, ini Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah, makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan kepadanya salam dari Tuhan-nya dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di syurga, (terbuat) dari mutiara yang tiada suara ribut di dalamnya dan tiada kepayahan.” [Shahih Bukhari, Bab Perkawinan Nabi SAW dengan Khadijah dan Keutamaannya, 1/539] rujukan:Tokoh-tokoh Wanita di Sekitar Rasulullah SAW karangan Muhammad Ibrahim Saliim.
Sumber :

Pribadi Nabi Muhammad Tegas, Pemberani dan Paling Lemah Lembut -

Rasulullah saw itu manusia yang paling tegas dan paling pemberani diantara seluruh makhluk ciptaan Allah SWT. Namun begitu beliau juga paling berlemah –lembut diantara seluruh makhluk-Nya Allah SWT, sehingga ketegasan beliau saw tertutupi oleh kelembutan beliau shalallahu alaihi wasallam.

Diriwayatkan di dalam shahihil Bukhari bahwa seseorang laki-laki datang dan berkata : “Aku pasti masuk ke neraka…aku pasti masuk ke neraka..aku pasti masuk ke neraka…

Lalu beliau saw bersabda ; ada apakah?,

Lelaki itu menjawab : Ya Rasulullah , aku pasti masuk ke neraka, aku telah berkumpul (ber-jimak)di siang hari dengan istriku di bulan ramadhan.

Beliau saw berkata : kalau begitu berpuasalah engkau dua bulan berturut-turut sebagai kaffarat atas perbuatan dosa mu

Lelaki itu berkata : “Ya Rasulullah (SAW)…”aku ini seorang pekerja kasar/rendahan (kuli), aku tidak sanggup kalau harus berpuasa dua bulan berturut-turut.

Lalu Rasulullah SAW berkata lagi : kalau begitu berilah makanan untuk 60 orang miskin

Lelaki itu berkata lagi : “Ya Rasulullah SAW…”Aku ini kuli , untuk mencukupi kehidupan keluargakau saja aku belum sanggup, terkadang aku dan keluargaku makan terkadang tidak bagaimana aku harus memberi makan 60 orang miskin?

(Lihat , barangkali kalau kita ketemu orang yang demikian kita akan berkata : loh kok? Kan yang berbuat dosa , kamu sendiri , sanggup atau tidak sanggup , tanggung sendiri, berani bebuat dosa harus berani bertanggung-jawab, makanya jangan berhubungan suami istri di siang hari bulan ramadhan, hukumnya haram) begitu kira kira .

Tidak dengan sayyidina Muhammad SAW, beliau saw adalah orang yang paling tegas akan perbuatan dosa namun beliau saw juga orang yang paling berlemah lembut, sehingga beliau saw menurunkan hukuman dari puasa 2 bulan berturut-turut hingga menjadi member makan 60 orang miskin. Namun si lelaki tersebut tidak sanggup juga..

Lalu apa kelanjutan dari ucapan sayyidina Muhammad SAW?

Lalu Rasul SAW masuk ke dalam rumahnya dan kembali membawa setengah karung kurma dan berkata kepada lelaki itu :

“Ini bagikanlah kepada penduduk madinah yang paling miskin”
Lelaki itu berkata : Ya Rasulullah SAW….orang yang paling miskin di kota madinah ..ya aku sendiri….

Maka berkata Rasulullah SAW : “Faanta idzan” ( kalau begitu untukmu).

Indahnya kelembutan dan budi pekerti sayyidina Muhammad shalallahu alaihi wasallam
Sumber :

4 Golongan Lelaki Yang Akan Di Tarik Ke Neraka Oleh Wanita

Di akhirat nanti ada 4 golongan lelaki yang akan ditarik masuk ke neraka oleh wanita. Lelaki itu adalah mereka yang tidak memberikan hak kepada wanita dan tidak menjaga amanah itu.

Mereka ialah: 


1. Ayahnya
Apabila seseorang yg bergelar ayah tidak mempedulikan anak2 perempuannya didunia. Dia tidak memberikan segala keperluan agama seperti mengajar sholat, mengaji dan sebagainya Dia membiarkan anak2 perempuannya tidak menutup aurat. Tidak cukup kalau dgn hanya memberi kemewahan dunia saja. Maka dia akan ditarik ke neraka oleh anaknya.
Duhai lelaki yg bergelar ayah, bagaimanakah hal keadaan anak perempuanmu sekarang?. Adakah kau mengajarnya bersholat & saum?..menutup aurat?.. pengetahuan agama?.. Jika tidak cukup salah satunya, maka bersedialah utk menjadi bahan bakar neraka jahannam. 

2. Suaminya
Apabila sang suami tidak mempedulikan tindak tanduk isterinya. Bergaul! bebas di pejabat, memperhiaskan diri bukan utk suami tapi utk pandangan kaum lelaki yg bukan mahram. Apabila suami mendiam diri walaupun seorang yg alim dimana sholatnya tidak pernah bertangguh, saumnya tidak tinggal, maka dia akan turut ditarik oleh isterinya bersama-sama ke dlm neraka. 

Duhai lelaki yg bergelar suami, bagaimanakah hal keadaan isteri tercintamu sekarang?. Dimanakah dia? Bagaimana akhlaknya? Jika tidak kau menjaganya mengikut ketetapan syari’at, maka terimalah hakikat yg kau akan sehidup semati bersamanya di ‘taman’ neraka sana . 

3. Kakak Lelakinya
Apabila ayahnya sudah tiada,tanggungjawab menjaga kehormatan wanita jatuh ke bahu kakak-kakaknya dan saudara lelakinya. Jikalau mereka hanya mementingkan keluarganya saja dan adiknya dibiar melenceng dari ajaran Islam, tunggulah tarikan adiknya di akhirat kelak.
Duhai lelaki yg mempunyai adik perempuan, jgn hanya menjaga amalmu, dan jgn ingat kau terlepas… kau juga akan dipertanggungjawabkan diakhirat kelak…jika membiarkan adikmu bergelumang dgn maksiat… dan tidak menutup aurat. 

4. Anak2 lelakinya

Apabila seorang anak tidak menasihati seorang ibu perihal kelakuan yg haram disisi Islam. bila ibu membuat kemungkaran mengumpat, memfitnah, mengata dan sebagainya…maka anak itu akan disoal dan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak….dan nantikan tarikan ibunya ke neraka. 

Duhai anak2 lelaki…. sayangilah ibumu…. nasihatilah dia jika tersalah atau terlupa…. krn ibu juga manusia biasa… x lepas dr melakukan dosa… selamatkanlah dia dr menjadi ‘kayu api’ neraka….jika tidak, kau juga akan ditarik menjadi pendampingnya. 

Lihatlah…..betapa hebatnya tarikan wanita bukan saja di dunia malah diakhirat pun tarikannya begitu hebat. Maka kaum lelaki yg bergelar ayah/suami/kakak atau anak harus memainkan peranan mereka. 

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At Tahrim;6)
Reff