Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi disebutkan bahwa terdapat dua jenis sistem penyelenggaraan progran pendidikan di di semua jenjang dan jenis satuan pendidikan yaitu: (1) Sistem Paket dan (2) Sistem Kredit Semester.
Sistem Paket adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya diwajibkan mengikuti seluruh program pembelajaran dan beban belajar yang sudah ditetapkan untuk setiap kelas sesuai dengan struktur kurikulum yang berlaku pada satuan pendidikan. Sedangkan Sistem Kredit Sementera adalah sistem penyelenggaraan program pendidikan yang peserta didiknya menentukan sendiri beban belajar dan mata pelajaran yang diikuti setiap semester pada satuan pendidikan.
Pada Sistem Paket, beban belajar setiap mata pelajaran dinyatakan dalam Satuan Jam Pembelajaran, sedangkan pada Sistem Kredit Semester dinyatakan dalam Satuan Kredit Semester (SKS)
Baik pada Sistem Paket maupun Sistem SKS, keduanya memiliki 3 (tiga) komponen beban belajar yang sama, yaitu: (1) tatap muka; (2) penugasan terstruktur; (3) kegiatan mandiri tidak terstruktur, yang dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik.
- Kegiatan tatap muka adalah kegiatan pembelajaran yang berupa proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik.
- Penugasan terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Waktu penyelesaian penugasan terstruktur ditentukan oleh pendidik. Penugasan terstruktur termasuk kegiatan perbaikan, pengayaan, dan percepatan
- Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang berupa pendalaman materi pembelajaran oleh peserta didik yang dirancang oleh pendidik untuk mencapai standar kompetensi. Waktu penyelesaiannya diatur sendiri oleh peserta didik.
Beban belajar kegiatan tatap muka per jam pembelajaran pada masing-masing satuan pendidikan ditetapkan sebagai berikut:
- SD atau yang sederajat berlangsung selama 35 menit, dengan jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu: (a) kelas I s.d. III adalah 29 s.d. 32 jam pembelajaran dan (b) kelas IV s.d. VI adalah 34 jam pembelajaran
- SMP atau yang sederajat berlangsung selama 40 menit, dengan jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu sebanyak 34 jam pembelajaran.
- SMA atau yang sederajat berlangsung selama 45 menit, dengan jumlah jam pembelajaran tatap muka per minggu sebanyak 38 s.d. 39 jam pembelajaran.
Waktu untuk beban penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur berlaku ketentuan sebagai berikut:
- Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi peserta didik pada SD atau yang sederajat maksimum 40% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan.
- Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi peserta didik pada SMP atau yang sederajat maksimum 50% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan.
- Waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur bagi peserta didik pada SMA atau yang sederajat maksimum 60% dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan.
Berbicara tentang pemberian tugas kepada siswa, kita akan diingatkan pada salah satu metode dalam pembelajaran yang dikenal dengan sebutan Metode Pemberian Tugas atau Metode Resitasi. Mulyani Sumantri dkk (Yenrika Kurniati Rahayu, 2007) mengemukakan bahwa “Metode pemberian tugas atau penugasan diartikan sebagai suatu cara interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya tugas dari guru untuk dikerjakan peserta didik di sekolah ataupun di rumah secara perorangan atau berkelompok.
Selanjutnya, Djamarah (Yenrika Kurniati Rahayu, 2007) mengemukakan tentang langkah-langkah yang harus diikuti dalam penggunaan metode pemberian tugas atau metode resitasi,yakni sebagai berikut:
1. Fase pemberian tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan:
- Tujuan yang akan dicapai
- Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut.
- Sesuai dengan kemampuan siswa
- Ada petunjuk/sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa
- Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.
2. Langkah pelaksanaan tugas
- Diberikan bimbingan/pengawasan oleh guru
- Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja
- Diusahakan/dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain
- Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan baik dan sistematik.
3. Fase mempertanggungjawabkan tugas
- Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang telah dikerjakan
- Ada tanya jawab/diskusi kelas
- Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun nontes atau cara yang lainnya.
Dari paparan di atas kita melihat bahwa pemberian tugas kepada siswa perlu disediakan waktu yang cukup. Untuk itu pemberian tugas hendaknya proporsional. Artinya, guru seyogyanyatidak memberikan tugas yang berlebihan alias terlalu membebani siswa. Perlu diingat bahwa dalam KTSP, ketentuan tugas yang dibebankan kepada siswa maksimum hanya separuh dari jumlah waktu kegiatan tatap muka dari mata pelajaran yang bersangkutan.
Di atas juga dikemukakan bahwa dalam memberikan tugas kepada siswa seyogyanya disesuaikan dengan kemampuan siswa Oleh karena itu tantangan beban tugas kepada siswa hendaknya diberikan secara moderat. Artinya, dalam memberikan tugas kepada siswa diusahakan tidak terlalu sulit atau justru terlalu mudah untuk dikerjakan siswa.
Pemberian tugas yang terlalu mudah akan menyebabkan siswa menjadi kurang termotivasi dan cenderung menyepelekan. Sedangkan jika terlalu sulit dapat menimbulkan rasa frustasi, bahkan mungkin hanya akan menimbulkan kebencian terhadap mata pelajaran maupun terhadap guru yang bersangkutan.
Hal ini tentu saja menjadi berseberangan dengan prinsip pembelajaran menyenangkan (joyful learning) yang saat ini sedang digelorakan dalam pendidikan kita.