aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Minggu, 05 Mei 2013

Introspeksi Sebelum Azal Tiba

Sesaat setelah rohku berpisah dengan jasad, yaitu ketika aku mulai memasuki alam kehidupan yang baru, apakah aku dapat tersenyum menjumpai malaikat yang memberikan salam kepadaku:
  • “Wahai anak Adam, engkaukah yang meninggalkan dunia, atau dunia yang meninggalkanmu?”
  • “Wahai anak Adam, engkaukah yang merengkuh dunia, atau dunia yang merengkuhmu?”
  • “Wahai anak Adam, engkaukah yang mematikan dunia, atau dunia yang mematikanmu?” 
Ketika jasadku digeletakkan menunggu untuk dimandikan, mampukah aku tegar menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan malaikat kepadaku:
  • “Wahai anak Adam, dimanakah tubuhmu yang kuat itu, mengapa engkau tidak berdaya?”
  • “Wahai anak Adam, dimanakah lisanmu yang lantang dulu, mengapa kini kau terdiam?”
  • “Wahai anak Adam, dimakah orang-orang yang mengasihimu, mengapa kini mereka membiarkanmu tergeletak sendirian tanpa daya?” 
Sewaktu mayatku dibaringkan di atas kain kafan, siap dibungkus, mampukah aku menuruti apa yang dikatakan malaikat:
  • “Wahai anak Adam, bersiaplah engkau pergi jauh tanpa membawa bekal!”
  • “Wahai anak Adam, pergilah dari rumahmu dan janganlah kembali!”
  • “Wahai anak Adam, naiklah tandu yang tidak akan pernah engkau nikmati lagi setelah itu!” 
Tatkala jenazahku dipikul di atas keranda, sanggupkah aku bersikap anggun seperti seorang raja yang ditandu prajurit, ketika malaikat berseru kepadaku:
  • “Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila engkau termasuk orang-orang yang bertobat.”
  • “Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila selama di dunia engkau selalu taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya.”
  • “Wahai anak Adam, berbahagialah engkau apabila yang menjadi teman abadimu di dalam kubur adalah ridha Allah, celakalah engkau apabila teman abadimu murka Allah.” 
Ketika aku dibaringkan untuk disholati, akankah diriku mampu bersikap ‘manis’ tatkala malaikat berbisik di telingaku:
  • “Wahai anak Adam, semua perbuatan yang telah engkau lakukan akan engkau lihat kembali.”
  • “Wahai anak Adam, apabila selama ini engkau tenggelam dalam amal saleh maka bergembiralah.”
  • “Wahai anak Adam, apabila selama ini engkau tenggelam dalam kemaksiatan menuruti nafsu, maka sambutlah penderitaan akibat keenggananmu mengabdi kepada-Nya!” 
Sewaktu jasadku berada di tepi kubur siap untuk diturunkan ke liang lahat, akankah lidahku kelu menjawab pertanyaan malaikat yang berbisik lirih:
  • “Wahai anak Adam, kedamaian apakah yang engkau bawa untuk menempati rumah cacing ini?”
  • “Wahai anak Adam, cahaya apakah yang engkau bawa untuk menempati rumah yang gelap ini?”
  • “Wahai anak Adam, siapakah temanmu yang kau ajak menemanimu dalam penantian panjang ini?” 
Tatkala aku sudah diletakkan di liang kubur, masih mampukah aku tersenyum menjawab ucapan selamat datang yang disampaikan bumi kepadaku:
  • “Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau bergelak tawa, kini setelah berada di perutku apakah engkau akan tertawa juga, ataukah engkau akan menangis menyesali diri?”
  • “Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau bergembira ria, kini setelah berada di perutku apakah kegembiraan itu masih tersisa, ataukah engkau akan tenggelam dalam duka nestapa?”
  • “Wahai anak Adam, ketika berada di punggungku engkau bersilat lidah, masihkah kini engkau ‘bernyanyi’ ataukah engkau akan diam membisu seribu bahasa bergelut dengan penyesalan?” 
Setelah aku sendiri terbujur kaku dihimpit bumi tanpa daya dalam liang lahat, sementara sanak keluargaku beserta teman-teman karibku pulang ke rumahnya masing-masing, akankah kecemasan menguasai diriku ketika Allah SWT berfirman, “Wahai hamba-Ku, sekarang engkau terasingkan sendirian. Mereka telah pergi meninggalkan engkau dalam kesempitan dan kegelapan. Padahal dulu engkau membangkang tidak mau taat kepada-Ku semata-mata untuk kepentingan mereka. Balasan apa yang engkau peroleh dari mereka? Masih pantaskah engkau mengharap surga-Ku?”

Kado di Hari Ibu

Nak,
Jika saat ini engkau pandai berbicara
Mempengaruhi orang lain
Mengajak massa
Itu berawal dari satu dua kata
Yang diajarkan oleh ibumu, dahulu

Nak,
Jika saat ini engkau pandai menghitung
Mengkalkulasi untung rugi niagamu
Memperhitungkan kepentingan
Itu bermula dari satu dua bilangan
Yang dituturkan oleh ibumu, dahulu

Dahulu...
Kau hanya bisa menangis, berteriak.
Suaramu melengking
Tapi ibumu, tak pernah sakit telinganya
Yang dia dengar, katanya, adalah nyayian merdu
Jantung hati yang amat dicintai

Nak,
Jika saat ini engkau pandai melangkahkan kaki
Berjalan menyusuri bumi
Berlari mengejar kehidupan
Itu beranjak dari satu dua langkah
Yang dibimbing oleh ibumu

Nak,
Jika saat ini engkau pandai menggerakkan tangan
Bekerja untuk kehidupanmu
Berkarya mendharmabaktikan kemampuanmu
Itu berasal dari satu dua gerakan
Yang dituntun oleh ibumu

Dahulu...
Kau hanya bisa berbaring,
Merangkak,
Tapi ibumu tak pernah lelah tubuhnya
Yang dia rasa, katanya, adalah kebahagiaan hati
Kasih sayang yang tak berujung

Nak,
Ciumlah wajah ibumu
Karena di raut muka itulah
kau bisa membaca kedalaman cintanya kepadamu
Ciumlah tangan ibumu
Karena di guratan tangannyalah
kau dapati riwayat kemanusiaanmu
Ciumlah kaki ibumu
Karena di telapak kakinyalah
Kau temukan surgamu

Nak,
Ciumlah nama Ibumu

Seorang Guru Relakan Ginjalnya untuk Murid

Tak hanya ilmu, seorang guru juga rela memberikan ginjal demi kesehatan muridnya.

Di Indonesia kita sering mendengar berita mengenai guru yang mengambil keuntungan dari murid — baik dari segi ekonomi maupun seksual. Tetapi seorang guru dari Cleveland, Amerika Serikat ini melakukan hal yang sangat berbeda. Ia justru mendonorkan organnya kepada murid.  

Guru itu bernama Wendy Killian. Ia mendonorkan ginjalnya kepada muridnya, Nicole Miller (8) yang dulu diajarnya waktu di TK. Nicole menderita gangguan genetika yang membuat ginjalnya tak berfungsi sebagaimana mestinya. Akibatnya, Nicole sering cepat letih dan sering terpaksa absen dari sekolah.

Wendy mulai tertarik menjadi donor Nicole saat berbincang dengan orangtua anak tersebut. Ia bertanya pada ibunda Nicole: apa saja kriteria menjadi donor? Wendy tertarik membantu karena anak kandungnya sendiri pernah menerima donor darah beberapa tahun yang lalu.

Suami Wendy, Stu mendukung penuh niat mulia sang istri. "Ini hal yang benar. Tuhan terkadang menaruh kita ke situasi ini untuk alasan khusus," ujarnya seperti dikutip Yahoo! Shine.

Pada 23 April lalu di Rainbow Babies and Children's Hospital in Cleveland, Nicole menjalani transplantasi ginjal. "Sampai bertemu lagi gadis manis," ujar Wendy pada Nicole saat keduanya akan memasuki ruang operasi.

"Dia [Nicole] sangat senang akan memiliki ginjal baru, dan menurutku, ia menjadi tenang karena ada Wendy di ruangan yang sama," ujar Letitia, ibunda Nicole.

Reff

Kisah Inspiratif Tasripin, Bocah 12 Tahun Hidupi 3 Adiknya

Kisah Perjuangan hidup Tasripin, bocah 12 tahun yang harus bekerja dan putus sekolah untuk menghidupi tiga adiknya, sampai juga ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sang kepala negara pun meminta pejabat terkait untuk turun tangan membantu Tasripin. "Kisah Tasripin, Banyumas, usia 12 tahun, yang menjadi buruh tani untuk menghidupi ketiga adiknya sungguh menggores hati kita," ujar SBY lewat akun twitternya, Kamis (18/4/2013).  
Lebih lanjut, SBY meminta staf khususnya dan Gubernur Jateng untuk terjun dan membantu Tasripin. Ketum Partai Demokrat ini juga mengajak masyarakat untuk membantu bocah tersebut. "Tasripin terlalu kecil untuk memikul beban dan tanggung jawab ini. Secara moral saya dan kita semua harus membantunya," kata SBY dalam kicauannya. Tasripin berjuang mencari nafkah setelah ibunya meninggal dunia…  

Mereka Adalah Pencuri Shalat

 Sungguh sejahat-jahatnya pencuri dari kalangan manusia adalah orang yang mencuri shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud mencuri shalatnya?” Beliau Saw berkata, “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Dan sungguh orang yang paling pelit (kikir) adalah orang yang pelit mengucapkan salam. (HR. Thabrani & Hakim)

Shalat adalah salah satu ibadah yang wajib dilakukan oleh muslim yang berakal dan telah baligh. Semua Ulama baik salaf maupun khalaf sepakat akan kewajiban shalat dan menghukuminya fardhu ‘ain, kewajiban yang wajib dilakukan oleh tiap-tiap individu. Shalat termasuk rukun Islam yang kedua dan wajib ditegakkan. Sebegitu wajibnya shalat sampai tidak ada rukhsah (keringanan) untuk meninggalkannya bagi seorang muslim. Kalau terlupa/tertidur kita wajib melaksanakan shalat ketika ingat. Jika tidak ada air untuk berwudhu, kita dapat menggantinya dengan tayamum. Menjaga shalat juga merupakan wasiat Rasulullah sebelum meninggal dunia. “Jagalah shalat, jagalah shalat dan hamba sahayamu”

Pencuri Shalat

Di era modern kini dan di tengah ketatnya persaingan dunia, baik dalam hal bisnis, ekonomi, politik dan sosial budaya, semua orang menginginkan hidup serba instan. Semua ingin dijalankan dengan cepat dan instan serta mudah. Tak terkecuali dalam hal ibadah termasuk shalat. Dengan alasan ingin mempersingkat dan mengefektifkan waktu, banyak muslim yang tergesa-gesa dalam melaksanakan shalat. Hal ini telah diingatkan dengan tegas oleh Rasulullah empat belas abad yang lalu dalam redaksi Thabrani dan Hakim.

“Sungguh sejahat-jahatnya pencuri dari kalangan manusia adalah orang yang mencuri shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud mencuri shalatnya?” Beliau Saw berkata, “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Dan sungguh orang yang paling pelit (kikir) adalah orang yang pelit mengucapkan salam.”

Rasulullah menyebutnya dengan istilah “pencuri yang paling jahat” bagi muslim yang tidak menyempurnakan shalatnya. Tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Kita sering marah ketika ada seseorang yang mencuri sandal kita, terlebih lagi jika kita yang menjadi para pencuri shalat karena tergesa-gesa dan tidak menyempurnakan shalat baik dalam rukuk, sujud maupun salamnya.

Dalam redaksi Ahmad & ath-Thayalisi, Dari Abu Hurairah radhiallahu’ anhu berkata: “Kekasihku Rasulullah sallalloohu ‘alaihi wa sallam melarangku bersujud dengan cepat seperti halnya ayam yang mematuk makanan, menoleh-noleh seperti musang dan duduk seperti kera.” Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwasanya tergesa-gesa dalam melaksanakan shalat adalah sebuah kesalahan dalam menjalankan shalat. Siapa saja yang mencuri shalat, maka amal ibadahnya menjadi sia-sia di mata Allah. Lebih dahsyat lagi, orang yang mencuri shalat dianggap tidak beragama, “Kamu melihat orang ini, jika dia mati, maka matinya tidak termasuk mengikuti agama Muhammad SAW, dia menyambar shalatnya seperti burung elang menyambar daging.” (HR. Ibnu Huzaimah).

Seorang muslim harus menjaga shalatnya, karena memang amal yang pertama kali dihisab di hari kiamat adalah shalat. Untuk menghindari mencuri dalam shalat, kita perlu mengetahui salah satu rukun dalam shalat yaitu Thuma’ninah.

Thuma’ninah adalah diam beberapa saat setelah tenangnya anggota-anggota badan. Para Ulama memberi batasan minimal dengan lama waktu yang diperlukan seperti ketika membaca tasbih (Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq: 1/124). Dalam bahasa bebasnya, thuma’ninah dapat diartikan slow motion, pelan-pelan, dihayati, dipahami dan dinikmati.

Diriwayatkan, ada seorang lelaki yang masuk ke dalam masjid di waktu Rasulullah SAW sedang duduk. Lalu orang itu melaksanakan shalat. Setelah itu ia memberi salam kepada Rasulullah SAW., tetapi Nabi menolaknya seraya bersabda, “Ulangi shalatmu, karena (sesungguhnya) kamu belum shalat!”

Kemudian lelaki itu mengulangi shalatnya. Setelah itu ia datang dan memberi salam kepada Rasulullah, tetapi Nabi SAW menolaknya sambil berkata, “Ulangilah shalatmu, (sebenarnya) kamu belum shalat!”

Laki-laki itu pun mengulangi shalat untuk ketiga kalinya. Selesai shalat ia kembali memberi salam kepada Nabi SAW. Tetapi lagi-lagi beliau menolaknya, dan bersabda, “Ulangilah shalatmu, sebab kamu itu belum melakukan shalat!”

“Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar wahai Rasulullah, Inilah shalatku yang terbaik. Sungguh, aku tak bisa melakukan lebih dari ini, maka ajarkanlah shalat yang baik kepadaku,” tanya lelaki itu.

“Apabila kamu berdiri (untuk melakukan) shalat, hendaklah dimulai dengan takbir, lalu membaca ayat-ayat Al Qur’an yang engkau anggap paling mudah, lalu rukuklah dengan tenang, kemudian beri’tidallah dengan tegak, lalu sujudlah dengan tenang dan lakukanlah seperti ini pada shalatmu semuanya.” (HR. Bukhari)

Rasulullah benar-benar memperhatikan hal ini, sehingga dengan tegas meminta salah seorang sahabat mengulang shalatnya hingga tiga kali karena meninggalkan ketenangan atau thuma’ninah dalam shalat. Apabila meninggalkan thuma’ninah dalam shalat berarti shalat menjadi tidak sah. Ini sungguh persoalan yang sangat serius. Rasulullah bersabda, “Tidak sah shalat seseorang, sehingga ia menegakkan (meluruskan) punggungnya ketika ruku’ dan sujud” (HR. Abu Dawud: 1/ 533)

Semoga kita senantiasa memperbaiki shalat kita, agar tujuan shalat yang tertuang dalam Al Qur’an surat Al-’Ankabuut ayat 45 benar-benar dapat terwujud. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji & mungkar. Wallahu a’lam bis showab.
Reff 

Surga Penolong Anak Yatim & Wanita Janda

Terdapat rìwayat tentang seseorang darì kaum alawìyyìn bahwa dìa sìnggah dì daerah ‘ajam (selaìn bangsa Arab). Dìa mempunyaì seorang ìstrì alawìyah dan beberapa anak perempuan. Mereka hìdup dengan kenìkmatan yang melìmpah. Kemudìan sang suamì menìnggal dunìa. Setelah ìtu, ìstrì dan putrì-putrìnya mengalamì kefakìran dan sangat membutuhkan.

Lantas perempuan tersebut bersama putrì-putrìnya keluar ke daerah laìn lantaran khawatìr musuh-musuhnya merasa gembìra dengan musìbah yang menìmpanya. Lantaran udara yang terlalu dìngìn, perempuan tersebut membawa anak-anaknya sìnggah ke beberapa masjìd yang dìmulìakan.

Tatkala perempuan tersebut berjalan untuk mencarì makanan, dìa melewatì dua orang, yaìtu seorang muslìm yang merupakan sesepuh daerah tersebut dan orang Majusì yang merupakan penanggung jawab daerah tersebut. Perempuan ìtu menemuì lelakì muslìm tadì, dìa bercerìta kepadanya mengenaì kondìsì dìrìnya dan bahwa dìa merupakan golongan alawìyah dan syarìfah. Dìa ìngìn mendapat makanan untuk anak-anaknya. Lalu sì muslìm berkata, “Tunjukkan buktì dan saksì bahwa engkau seorang alawìyah dan syarìfah.”

Perempuan tersebut menjawab, “Saya perempuan asìng. Dì daerah ìnì tìdak ada orang yang mengenalì saya.”

Lalu sì muslìm berpalìng darìnya. Perempuan ìtu pun berjalan menìnggalkannya dalam keadaan kecewa dan bersedìh.

Kemudìan dìa mendatangì orang Majusì dan mencerìtakan kondìsì dìrìnya kepadanya, lantas sì Majusì bangkìt dan mengutus pembantunya untuk menjemput putrì-putrì perempuan ìtu, lalu putrì-putrì perempuan tersebut dìbawa ke rumahnya. Dìa memberì makan kepada mereka dengan makanan yang palìng enak dan memberì mereka pakaìan dengan pakaìan yang palìng membanggakan. Semalaman mereka bersama sì Majusì dengan penuh kenìkmatan dan kemulìaan.

Pada saat tengah malam, sesepuh yang muslìm bermìmpì dalam tìdurnya seakan-akan kìamat telah datang. Dìa memegang bendera dì atas kepala Nabì shallallahu ‘alaìhì wa sallam. Tìba-tìba tampak sebuah ìstana darì zamrud hìjau, terasnya terbuat darì mutìara dan Yaqut. Dì dalamnya terdapat kubah-kubah terbuat darì mutìara dan marjan. Lalu dìa bertanya, “Untuk sìapakah gedung ìnì?”

Rasulullah shallallahu ‘alaìhì wa sallam menjawab, “Bagì seorang muslìm yang bertauhìd.”

Dìa berkata, “Wahaì Rasulullah! Saya seorang muslìm yang bertauhìd.”

Rasulullah shallallahu ‘alaìhì wa sallam bersabda, “Tunjukkan buktì dan saksì bahwa engkau seorang muslìm yang bertauhìd.”

Dìa pun kebìngungan.

Rasulullah shallallahu ‘alaìhì wa sallam bersabda lagì, “Ketìka seorang perempuan alawìyah mìnta tolong kepadamu, engkau berkata kepadanya, ‘tunjukkan buktì kepadaku bahwa kamu seorang alawìyah.’ Demìkìan pula engkau. Tunjukkan buktì kepadaku bahwa engkau seorang muslìm.”

Lantas dìa terbangun darì tìdurnya sambìl bersedìh karena telah menolak perempuan alawìyah dalam keadaan kecewa. Kemudìan dìa berkelìlìng dì daerah dan menanyakan tentang perempuan tersebut hìngga akhìrnya dìa tahu bahwa perempuan tersebut berada dì tempat Majusì. Lalu dìa mendatangìnya.  


Dìa berkata kepada Majusì, “Saya menghendakì perempuan syarìfah alawìyah serta putrì-putrìnya darì dìrìmu?”

Sì Majusì menjawab, “Tìdak ada jalan bagìku melakukan hal ìnì. Sungguh, saya telah memperoleh berkah darì mereka.”

Dìa berkata lagì, “Sìalakan ambìl serìbu dìnar darì dìrìku, tetapì serahkan perempuan tersebut kepadaku!”

Sì Majusì menjawab, “Saya tìdak akan melakukannya.”

Dìa berkata, “Harus.”

Sì Majusì berkata, “Hal yang engkau ìngìnkan ìtu sayalah yang lebìh berhak sedangkan gedung yang engkau lìhat dì dalam mìmpì memang dìcìptakan untukku. Apakah engkau menunjukkan Islam kepadaku? Demì Allah, semalam saya dan keluarga saya tìdak tìdur sebelum kamì masuk Islam melaluì tangan perempuan syarìfah ìnì. Saya juga bermìmpì ketìka tìdur sebagaìmana yang engkau ìmpìkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaìhì wa sallam bersabda kepadaku, ‘Apakah perempuan alawìyah serta putrì-putrìnya bersama kamu?’ Saya menjawab, ‘Iya. Wahaì Rasulullah shallallahu ‘alaìhì wa sallam.’ Belìau shallallahu ‘alaìhì wa sallam bersabda, ‘Gedung ìtu untukmu dan keluargamu. Kamu dan keluargamu termasuk penduduk surga. Dì dalam Azalì, Allah Subhanahu wa Ta’ala memang mencìptakanmu sebagaì orang mukmìn.’

Kemudìan orang muslìm tersebut pulang dengan membawa kesedìhan dan kesusahan yang hanya dìketahuì oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena ìtu, lìhatlah berkah dan kemulìaan berbuat baìk kepada para janda dan anak yatìm. 

10 Cara Membuat Hati Tenang

Sahabat yang dimuliakan, hakikat sebenarnya dalam kehidupan, tak ada seorang pun bisa terlepas dari masalah kehidupan. Itulah sunatullah yang berlaku di dunia. Kekayaan, pangkat dan kedudukan takkan mampu menghalanginya.

Namun, Islam memberikan penyelesaian terhadap tekanan hidup itu agar jiwa menjadi tenang. Tak ada istilah stress atau kecewa bagi seorang Mukmin. Persoalannya Islam telah memberikan penyelesaian untuk menghadapi tekanan hidup. Berikut adalah langkah-langkah yang boleh dilakukan untuk mendapat ketenangan jiwa:

1. Membaca dan mendengarkan kitab suci al-Qur'an :
Suatu ketika seseorang datang kepada Ibnu Mas’ud, salah seorang sahabat utama Rasulullah s.a.w.. Ia mengeluh, “Wahai Ibnu Mas’ud, nasihatilah aku dan berilah ubat bagi jiwaku yang gelisah ini. Hari-hariku penuh dengan perasaan tak tenteram, jiwaku gelisah, dan fikiranku kusut. Makan tak lalu, tidur pun tak lena," kata orang tersebut.

Ibnu Mas’ud menjawab, ”Kalau penyakit itu yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat :

Pertama, tempat orang membaca al-Quran. Engkau baca al-Quran atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya.

Kedua, engkau pergi ke majlis ilmu yang mengingatkan hatimu kepada Allah.

Ketiga, engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, di sana engkau berkhalwat mengabdikan diri kepada Allah.

Nasihat sahabat Nabi itu segera dilaksanakan orang tersebut. Sampai saja di rumah, segera ia berwudhu kemudian diambilnya al-Qur'an dan dibacanya dengan khusyuk. Selesai membaca, ia segera dapati hatinya memperoleh ketenteraman, dan jiwanya pun tenang. Fikirannya segar kembali, hidupnya terasa seronok kembali. Padahal, ia baru melaksanakan satu dari tiga nasihat yang disampaikan sahabat Rasulullah s.a.w tersebut.

2. Menyayangi orang miskin :
Rasulullah s.a.w memerintahkan kepada Muslim yang punya kelebihan harta untuk memberikan perhatian kepada orang miskin. Ternyata, sikap dermawan itu boleh mendatangkan ketenangan jiwa. Mengapa? Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa para Malaikat selalu mendoakan orang-orang dermawan:

Rasulullah s.a.w bersabda yang maksudnya :“Setiap pagi hari dua Malaikat senantiasa mendampingi setiap orang. Salah satunya mengucapkan do'a: ' Ya Allah! Berikanlah balasan kepada orang yang bersedekah. Dan Malaikat yang kedua pun berdo'a :' Ya Allah! Berikanlah kepada orang yang kedekut itu kebinasaan."

Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang dermawan itu memperoleh dua balasan. Pertama, ia mendapatkan ganjaran atas apa yang diberikannya kepada orang lain. Kedua, mendapatkan limpahan ketenangan jiwa dan belas kasihan dari Allah s.w.t.

3. Melihat orang yang di bawah, jangan lihat orang di atas :
Ketenangan jiwa akan diperoleh jika kita senantiasa bersyukur atas segala pemberian Allah s.w.t, meskipun nampak sedikit. Rasa syukur itu akan muncul bila kita senantiasa melihat orang-orang yang lebih rendah taraf kehidupannya dari kita, baik dalam segi harta kekayaan, tahap kesihatan, rupa paras, pekerjaan dan pendidikannya. Betapa ramai di dunia ini orang yang kurang bernasib baik. Rasa syukur itu selain mendatangkan ketenangan jiwa, juga akan mendapat ganjaran dari Allah s.w.t.

Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud :
"Siapa yang tidak bersyukur dengan pemberian yang sedikit, dia juga tidak akan bersyukur dengan pemberian yang banyak. Siapa yang tidak mensyukuri manusia, bererti dia juga tidak mensyukuri Allah. Memperkatakan nikmat Allah adalah tanda syukur, dan mengabaikannya adalah kufur. Berjemaah itu dirahmati, sedangkan berpecah belah itu mengundang azab."
(Hadis Riwayat Ahmad dalam Musnad Ahmad)

4. Menjaga perhubungan silaturahim :
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang memerlukan perhubungan sesama manusia, untuk bantu membantu sesama mereka. Berbagai keperluan hidup tak mungkin diperolehi tanpa bantuan orang lain. Oleh itu, di dalam hadis Rasulullah s.a.w diperintahkan untuk tetap menjalin hubungan silaturahim, sekalipun terhadap orang yang melakukan permusuhan.

Rasulullah s.a.w. juga pernah bersabda bahwa silaturahmi dapat memanjangkan umur dan memurahkan rezeki . Hubungan yang baik di dalam keluarga, maupun dengan jiran tetangga akan mendatangkan ketenangan, kedamaian dan kemesraan. Hubungan yang baik itu juga akan menyelesaikan berbagai masaalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud, "Barangsiapa menjamin untukku satu perkara, aku jamin untuknya empat perkara. Hendaklah dia bersilaturahim (menjalinkan hubungan baik) nescaya keluarganya akan mencintainya, diperluas baginya rezeki, ditambah umurnya dan Allah s.w.t. memasukkan ke dalam Syurga."(Hadis Riwayat Ar-Rabii)

5. Banyak mengucapkan kalimah "la hawla wa la quwwata illa billah." dan berzikir kepada Allah.
Sumber ketenangan jiwa yang hakiki adalah bersumberkan dari Allah s.w.t. Oleh itu hendaklah kita selalu menghubungkan hati dengan Allah s.w.t. dalam semua keadaan, baik dalam keadaan senang maupun susah. Banyakkanlah berzikir dan membaca kalimah-kalimah Allah. Perhubungan yang kuat dengan Allah s.w.t. akan membuat jiwa seseorang menjadi kuat, tak mudah diganggu gugat oleh sesiapa pun, apabila hati sentiasa mengingati Allah maka syaitan laknatullah tidak akan dapat mempengaruhi hati dan fikiran kita.

6. Mengatakan kebenaran walaupun ianya pahit didengar :
Hidup ini harus dijaga agar senantiasa berada di atas jalan kebenaran. Kebenaran harus diperjuangan. Pelanggaran terhadap kebenaran akan mendatangkan kegelisahan. Ketenangan jiwa akan terbina apabila kita tidak melanggar nilai-nilai kebenaran. Sebaliknya, pelanggaran terhadap kebenaran akan berpengaruh terhadap ketenangan jiwa. Lihat saja orang-orang kerap berbuat maksiat, kehidupannya dipengaruhi kegelisahan.

7. Sentiasa berlapang dada terhadap kecaman orang lain asalkan yang kita lakukan benar-benar karena Allah :
Salah satu faktor yang membuat jiwa seseorang tidak tenang adalah kerena selalu mengambil perhatian kecaman orang lain terhadap dirinya. Sedangkan seseorang akan memiliki pendirian yang kuat jika berpegang kepada prinsip-prinsip yang datang dari Allah s.w.t. iaitu Islam sebagai cara hidup. Sekiranya kita ikuti apa yang berlaku di dunia sekarang ini, ianya akan menganggu ketenagan jiwa kita.

8. Tidak meminta-minta kepada orang lain :
"Tangan di atas (memberi) lebih mulia dari tangan di bawah" adalah hadis Rasulullah s.a.w yang memotivasi setiap mukmin untuk hidup berdikari. Tidak bergantung dan meminta-minta kepada orang lain, kerana jiwanya akan kuat dan sikapnya lebih berani dalam menghadapi kehidupan. Sebaliknya, orang yang selalu meminta-minta menggambarkan jiwa yang lemah. Hal ini tentu membuat jiwanya tidak tenang.

9. Menjauhkan diri dari berhutang :
Dalam sebuah hadis Rasulullah s.a.w dengan tegas mengatakan yang bermaksud : “Janganlah engkau jadikan dirimu ketakutan setelah merasakan keamanan!”
(Para sahabat) bertanya:" Bagaimana boleh terjadi seperti itu!"
Sabdanya :" Kerana hutang.”

Begitulah kenyataanya. Orang yang berhutang akan senantiasa bimbang dan risau, kerena ia akan didatangi oleh orang yang memberi hutang kepadanya. Inilah salah satu faktor yang membuat banyak orang mengalami tekanan jiwa. Rasulullah s.a.w juga mengatakan dalam hadisnya yang bermaksud : “Hendaklah kamu jauhi hutang, kerena hutang itu menjadi beban fikiran di malam hari dan rasa rendah diri di siang hari."

10. Selalu berfikiran positif :
Mengapa seseorang mudah stress dan jiwa tak tenang? Salah satu faktornya kerena ia selalu berfikiran negatif. Selalu mencela dan menyesali kekurangan diri. Padahal, setiap kita diberikan oleh Allah s.w.t. berbagai kelebihan. Ubahlah fikiran negatif itu menjadi positif. Ubahlah perasaan keluh kesah yang membuat muka berkerut, lemah badan dan kecewa dengan ucapan yang mengembirakan. Ucapan yang mengembirakan akan membuat kita mudah tersenyum, jiwa menjadi lebih bersemangat. Bukankah di balik kesulitan dan kegagalan ada hikmah yang boleh jadi pelajaran? Dan bukankah disebalik kesulitan ada kemudahan?

Tanda-tanda Orang Meninggal Husnul Hatimah

Setiap hamba Allah yang berjalan diatas manhajnya yang lurus yang berusaha meneladani kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya ajmain tentu sangat mengharapkan akhir kesudahan yang baik. 

Allah telah menetapkan tanda-tandanya dintara tanda-tanda husnul khatimah itu adalah:

Pertama, mengucapkan kalimah syahadat ketika wafat 

Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa yang pada akhir kalimatnya mengucapkan "La ilaaha illallah" maka ia dimasukkan kedalam surga" (HR. Hakim) 


Kedua, ketika wafat dahinya berkeringat
Ini berdasarkan hadits dari Buraidah Ibnul Khasib adalah Buraidah dahulu ketika di Khurasan, menengok saudaranya yang tengah sakit, namun didapatinya ia telah wafat, dan terlihat pada jidatnya berkeringat, kemudian ia berkata, "Allahu Akbar, sungguh aku telah mendengar Rasulullah bersabda:
"Matinya seorang mukmin adalah dengan berkeringat dahinya" (HR. Ahmad, AN-Nasai, at-Tirmidzi, Ibnu MAjah, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan ath-Thayalusi dari Abdullah bin Mas'ud) 

Ketiga, wafat pada malam jum'at
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah  :
"Tidaklah seorang muslim yang wafat pada hari jum'at atau pada malam jum'at kecuali pastilah Allah menghindarkannya dari siksa kubur" (HR. Ahmad)

Keempat, mati syahid dalam medan perang
Mengenai hal ini Allah berfirman:
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup disisi Tuhan-Nya dengan mendapat rezeki, mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikanNya kepada mereka dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahal orang-orang yang beriman" (Ali Imraan : 169-171)

Adapun hadits-hadits Rasulullah shalallahu alaihi wassalam yang berkenaan dengan masalah ini sangat banyak dijumpai diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Rasulullah bersabda:
"Bagi orang yang mati syahid ada 6 keistimewaan yaitu: diampuni dosanya sejak mulai pertama darahnya mengucur, melihat tempatnya di dalam surga, dilindungi dari adzab kubur, dan terjamin keamanannya dari malapetaka besar, merasakan kemanisan iman, dikawinkan dengan bidadari, dan diperkenankan memeberikan syafa'at bagi 70 orang kerabatnya" (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)


2. Seorang sahabat Rasulullah berkata:
"Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata: Wahai Rasulullah mengapa orang mukmin mengalami fitnah dikuburan mereka kecuali yang mati syahid? beliau menjawab: Cukuplah ia menghadapi gemerlapnya pedang diatas kepalanya sebagai fitnah" (HR. an-Nasai)

Perlu diketahui juga bahwa dapatlah memperoleh mati syahid asalkan permintaannya benar-benar muncul dari lubuk hati dan penuh dengan keikhlasan, kendatipu ia tidak mendapatkan kesempatan mati syahid dalam peperangan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah:

"Barang siapa yang memohon mati syahid kepada Allah dengan sungguh-sungguh, maka Allah akan menyampaikannya derajat para syuhada sekalipun ia mati diatas ranjangnya" (HR. Imam Muslim dan al-Baihaqi) 

Kelima, mati dalam peperangan fisabilillah Ada dua hadist Rasulullah shalallahu alaihi wassalam:
1. Rasulullah bersabda:
"Apa yang kalian katagorikan sebagai orang yang mati syahid diantara kalian? mereka menjawab :Wahai Rasulullah yang kami anggap sebagai orang yang mati syahid adalah siapa saja yang mati terbunuh dijalan Allah. Beliau bersabda:Kalau begitu ummatku yang mati syahid sangatlah sedikit. Para sahabat kembali bertanya: Kalau begitu siapa sajakah dari mereka yang mati syahid wahai Rasulullah? beliau menjawab: Barangsiapa yang terbunuh dijalan Allah, yang mati sedang berjuang dijalan Allah, dan yang mati karena penyakit kolera, yang mati karena penyakit perut (yakni disebabkan penyakit yang menyerang perut seperti busung lapar, diare atau sejenisnya) maka dialah syahid dan orang-orang yang mati tenggelam dialah syahid" (HR. Muslim, Ahmad, dan al-Baihaqi) 

2. Rasulullah bersabda:
"Siapa saja yang keluar dijalan Allah lalu mati atau terbunuh maka ia adalah mati syahid. Atau yang dibanting oleh kuda atau untanya (kecelakaan) lalu mati atau digigit binatang beracun atau mati diatas ranjangnya dengan kematian apapun yang dikehendaki Allah, maka ia pun syahid dan baginya surga." (HR. Abu Daud,al-Hakim, dan al-Baihaqi)

Keenam, mati disebabkan penyakit kolera.
Tentang ini banyak hadits Rasulullah meriwayatkannya diantaranya sebagai berikut:
1. Dari Hafshah binti Sirin bahwa Anas bin MAlik berkata:
"Bagaimana Yahya bin Umrah mati? Aku jawab: "Karena terserang penyakit kolera" ia berkata:Rasulullah telah bersabda: penyakit kolera adalah penyebab mati syahid bagi setiap muslim" (HR. Bukhari, ath-Thayalusi dan Ahmad)

2. Aisyah bertanya kepada Rasulullah tentang penyakit kolera. Lalu beliau menjawab;
"Adalah dahulunya penyakit kolera merupakan adzab yang Allah timpakan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya kemudia Dia jadikan sebagai rahmat bagi kaum mukmin. Maka tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah kolera lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah tetapkan baginya pahala orang yang mati syahid" (HR. Bukhari, al-Baihaqi dan Ahmad)

Kedelapan, mati karena tenggelam.

Kesembilan, mati karena tertimpa reruntuhan/tanah longsor.
Dalil dari 2 point diatas adalah berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam:
"Para syuhada itu ada lima; orang yang mati karena wabah kolera, karena sakit perut, tenggelam, tertimpa reruntuhan bangunan, dan syahid berperang dijalan Allah" (HR.Imam Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, dan Ahmad)

Kesepuluh, perempuan yang meninggal karena melahirkan.
Ini berdasarkan hadits yang diberitakan dari Ubadah ibnush Shamit radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam menjenguk Abdullah bin Rawahah yang tidak bisa beranjak dari pembaringannya, kemudian beliau bertanya : 

"Tahukah kalian siapa syuhada dari ummatku? orang-orang yang ada menjawab: Muslim yang mati terbunuh" beliau bersabda: Kalau hanya itu para syuhada dari ummatku hanya sedikit. Muslim yang mati terbunuh adalah syahid, dan mati karena penyakit kolera adalah syahid, begitu pula perempuan yang mati karena bersalin adalah syahid (anaknya yang akan menariknya dengan tali pusarnya kesurga)" (HR. Ahmad, Darimi, dan ath-Thayalusi)menurut Imam Ahmad ada periwayatan seperti itu melalui jalur sanad lain dalam Musnad-nya.

Kesebelas, mati terbakar.

Keduabelas, mati karena penyakit busung perut.
Tentang kedua hal ini banyak sekali riwayat, dan yang paling masyhur adalah dari Jabir bin Atik secara marfu':
"Para syuhada ada 7: mati terbunuh dijalan Allah, karena penyakit kolera adalah syahid, mati tenggelam adalah syahid, karena busung lapar adalah syahid, karena penyakit perut keracunan adalah syahid, karena terbakar adalah syahid, dan yang mati karena tertimpa reruntuhan(bangunan atau tanah longsor) adalah syahid, serta wanita yang mati pada saat mengandung adalah syahid" (HR. Imam Malik, Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu MAjah dan Ahmad)

Ketigabelas, mati karena penyakit Tubercolosis (TBC).
Ini berdasarakan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam:
"Mati dijalan Allah adalah syahid, dan perempuan yang mati ketika tengah melahirkan adalah syahid, mati karena terbakar adalah syahid, mati karena tenggelam adalah syahid, mati karena penyakit TBC adalah syahid, dan mati karena penyakit perut adalah syahid" (HR.Thabrani)

Keempatbelas, mati karena mempertahankan harta dari perampok.
Dalam hal ini banyak sekali haditsnya, diantaranya sebagai berikut:

1. "Barangsiapa yang mati karena mempertahankan hartanya (dalam riwayat lain; Barang siapa menuntut hartanya yang dirampas lalu ia terbunuh) adalah syahid"(HR. Bukhari, Muslim, Abu DAud, an-Nasa'i, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

2. Abu Hurairah berkata,
"Seorang laki-laki datang kepada Nabi seraya berkata: "Ya, Rasulullah, beritahukanlah kepadaku bagaimana bila ada seseorang yang datang dan akan merampas hartaku" beliau menjawab: "jangan engkau berikan" Ia bertanya; bagaimana kalau ia membunuhku? beliau menjawab; Engkau mati syahid. Orang itu bertanya kembali,Bagaimana kalau aku yang membunuhnya? beliau menjawab; ia masuk neraka" (HR. Imam Muslim, an-Nasa'i dan Ahmad)

3. Mukhariq berkata, seorang laki-laki datang kepada Nabi dan berkata :
"Ada seorang laki-laki hendak merampas hartaku, beliau bersabda: Ingatkan dia akan Allah. Orang itu bertanya: bila tetap saja tak mau berdzikir? beliau menjawab: Mintalah tolong orang disekitarmu dalam mengatasinya.Orang itu bertanya lagi : Bila tidak saya dapati disekitarku seorangpun? Beliau menjawab:Serahkan dan minta tolonglah kepada penguasa.Ia bertanya: Bila penguasa itu jauh tempatnya dariku? beliau bersabda: berkelahilah dalam membela hartamu hingga kau mati dan menjadi syahid atau mencegah hartamu dirampas" (HR. An-Nasa'i, dan Ahmad)

Kelima belas dan Keenam belas, mati dalam membela agama dan jiwa.
Dalam hal ini ada dua riwayat hadits sebagai berikut:

1."Barangsiapa mati terbunuh dalam membela hartanya maka ia mati syahid, dan siapa saja yang mati dalam membela keluarganya maka ia mati syahid, dan barang siapa yang mati dlam rangka membela agama(keyakinannya) maka ia mati syahid, dan siapa saja yang mati mempertahankan darah (jiwanya) maka ia syahid" (HR. Abu Daud, an-Nasa'i, at-tirmidzi, dan Ahmad)

2. "Barangsiapa mati dalam rangka menuntut haknya maka ia mati syahid" (HR. An-Nasa'i)

Ketujuhbelas, mati dalam berjaga-jaga (waspada) dijalan Allah.
Dalam hal ini ada dua hadits dari Rasulullah shalallahu alaihi wasslam :

1. "Berjaga-jaga (waspada) dijalan Allah sehari semalam adalah lebih baik daripada berpuasa selama sebulan dengan mendirikan (shalat) pada malam harinya. Apabila ia mati, maka mengalirkan pahala amalannya yang dahulu dilakukannya dan juga rezekinya serta aman dari siksa kubur(fitnah kubur)".(HR. Imam Muslim, an-Nasa'i, Tirmidzi, Hakim dan Ahmad)

2. "setiap orang yang meninggal akan disudahi amalannya kecuali orang yang mati dalam berjaga-jaga dijalan Alllah, maka amalannya dikembangkan hingga tiba hari kiamat nanti serta terjaga dari fitnah kubur". (HR. ABu Daud, Tirmidzi, Hakim, dan Ahmad)

Kedelapan belas, orang yang meninggal pada saat mengerjakan amal shaleh.
Ini berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam:

"Barangsiapa mengucapkan "laa ilaaha illalla" dengan berharap akan keridhaan Allah, dan diakhir hidupnya mengucapkannya, maka ia akan masuk surga. Dan, barangsiapa yang berpuasa sehari mengharap keridhaan Allah kemudian mengakhiri hidupnya dengannya (puasa), maka ia masuk surga. Dan barangsiapa bersedekah mencari ridha Allah dan menyudahinya dengan (sedekah) maka ia akan masuk surga" (HR. Ahmad)
Mudah-mudahan Allah menjadikan akhir hidup kita husnul khatimah dan memasukkannya dalam golongan orang-orang yang mati syahid...Aamiin.

Dialog Allah SWT dengan Empat Golongan Manusia

“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: "Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.” (QS Ibrahim: 31). 

Sejatinya, hidup adalah menanti. Menanti giliran kapan kita kembali kehadirat Illahi Rabbi. Penantian panjang menuju hari akhir memerlukan perbekalan dengan sungguh-sungguh, tidak sekedar main-main.

Sebab, siapa yang menjadikan hidup ini sebagai senda gurau dan permainan, tanpa perbekalan berarti—maka Allah pun akan melupakannya di hari yang sangat berat bagi seluruh makhluk.

“Yaitu orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, kehidupan dunia telah menipu mereka. Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS Al-A’raf: 51).

Di hari kiamat nanti, kita akan bertemu dengan-Nya dalam keadaan yang berbeda-beda, sesuai dengan amal ibadah kita. Ada yang wajahnya putih bersinar, ada pula yang wajahnya hitam legam.

Selain itu, Allah juga akan berhujjah kepada beberapa golongan manusia. Seperti sabda Rasulullah Saw, “Pada hari kiamat nanti, Allah SWT akan berhujjah dengan empat orang terhadap empat golongan manusia yang lain, yaitu: Pertama, Allah berhujjah kepada orang-orang kaya dengan Sulaiman bin Daud. Kedua, Allah berhujjah kepada para hamba sahaya dengan Nabi Yusuf AS. Ketiga, Allah berhujjah kepada orang-orang sakit dengan Nabi Ayyub AS. Keempat, Allah berhujjah kepada orang-orang fakir dengan Nabi Isa AS.”

Maksud hadits di atas, menurut Syekh Nawawi dalam “Nashaih Ibad”, bahwa Allah SWT akan bertanya kepada orang-orang kaya yang terlena dengan kekayaannya dan enggan beribadah, “Mengapa kalian tidak beribadah?”

Mereka menjawab, “Karena kami sibuk mengurus harta benda kami,” maka Allah berfirman, “Siapakah yang lebih besar kerajaannya dan siapakah yang lebih banyak kekayaannya daripada Sulaiman AS? Tapi mengapa ia tetap tekun beribadah?”

Kepada para hamba sahaya, Allah akan bertanya, “Mengapa kalian tidak beribadah?” Jika mereka menjawab, “Karena kami sibuk melayani majikan-majikan kami,” maka Allah pun berfirman, “Hambaku, Yusuf , adalah seorang budak di bawah perintah raja Mesir dan istrinya, tapi mengapa ia tetap tekun beribadah?”

Kepada mereka yang diuji dengan sakit, Allah akan bertanya, “Mengapa kalian tidak beribadah?” Jika mereka menjawab, “Karena kami tertimpa sakit,” maka Allah berfirman, “Hambaku, Ayyub, adalah orang yang menderita sakit parah, tapi mengapa ia tetap tekun beribadah?”

Kepada mereka yang diuji dengan kefakiran, Allah akan bertanya, “Mengapa kalian tidak beribadah?” Jika mereka menjawab, “Karena kami sibuk mencari sesuap nasi,” maka Allah berfirman, “Hambaku, Isa, adalah orang yang terfakir di dunia, dia tidak memiliki kekayaan dunia sedikit pun. Dia tidak memiliki rumah, harta, maupun istri. Tapi mengapa ia tetap tekun beribadah?”

Demikianlah, Allah memberikan perumpamaan dari empat golongan manusia di atas, dengan kesalehan para Nabiyullah. Mereka yang tetap konsisten menjaga kualitas ibadah dalam kondisi apa pun, maka baginya kenikmatan yang tiada putusnya.

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan, "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-Baqarah: 25).

Acuan Hardiknas, Ki Hadjar Dewantara atau KH Achmad Dahlan?

Dibanding Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa-nya, KH. Achmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyahnya lebih memiliki peran besar dalam pendidikan nasional. Ki Hadjar bercorak kebatinan dan barat, sedangkan Kiai Dahlan bercorak Islam dan nasional.

Setiap tanggal 2 Mei pemerintah Republik Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan ini merujuk pada hari lahir tokoh nasional Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hadjar Dewantara, pendiri perguruan Taman Siswa. Soewardi merupakan anak dari Paku Alam IV yang dilahirkan di Yogyakarta, 2 Mei 1889. Garis keturunannya berasal dari elit keraton yang memegang teguh ajaran kebatinan Jawa.

Perguruan Taman Siswa yang digagas dan dikelola oleh Ki Hadjar Dewantara didirikan di Yogyakarta pada 3 Juli 1922. Selain Ki Hadjar Dewantara, tokoh Taman Siswa lainnya adalah Ki Sarmidi Mangoensarkoro. Taman Siswa adalah lembaga pendidikan bercorak kebangsaan, kebatinan, dan mengadopsi nilai-nilai barat yang pertama di Indonesia dan didirikan oleh warga pribumi.

Ketika mendirikan Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara banyak terpengaruh pemikiran Rabindranath Tagore (ahli pendidikan dan ilmu jiwa dari India yang menjadi rujukan anggota Theosofi), Maria Montessori (ahli pendidikan dari Italia), dan Rudolf Steiner (pendiri Antrophosophy Society). Melihat dari tokoh-tokoh yang menjadi rujukan Ki Hadjar dalam mendirikan Taman Siswa, jelaslah bahwa lembaga yang didirikannya bercorak barat dan mengusung asas humanisme.

Rabindranath Tagore adalah tokoh yang tulisan-tulisannya banyak tersebar di media massa milik kelompok Theosofi. Tagore memiliki konsep pendidikan ”bebas” dan ”merdeka”, yaitu bahwa pendidikan adalah semata-mata dijadikan alat dan syarat untuk memperkokoh hidup kemanusiaan sedalam-dalamnya. Konsep ”bebas” dari Tagore adalah bebas dari ikatan apapun, sedangkan konsep ”merdeka” adalah bebas mewujudkan ciptaan berupa apapun dan hanya hanya boleh terikat oleh kodrat alam dan zaman.

Sedangkan Maria Montessori mempunyai konsep pendidikan dengan mementingkan hidup jasmani peserta didik dan mengarahkan mereka pada kecerdasan budi. Dasar utama pendidikan, menurut Montessori, adalah kebebasan dan spontanitas untuk mendapatkan kemerdekaan yang seluas-luasnya. Asas kemanusiaan, jelas sangat kental dalam konsep Tagore dan Montessori yang dijadikan rujukan oleh Ki Hadjar Dewantara. Sementara Rudolf Steiner yang juga menjadi rujukan Ki Hadjar, adalah sosok yang mengembangkan doktrin-doktrin mistik, okultisme, dan spiritualisme abad 20 terutama di kalangan Kristen.

Corak pendidikan Taman Siswa hampir sama dengan Arjuna School, sekolah yang didirikan kelompok Theosofi di Indonesia, yang mempunyai pemahaman bahwa dasar dari semua sistem pendidikan yang dijalankan adalah kemerdekaan budi pekerti dan keterampilan. Tidak ada sama sekali tercantum soal dasar Ketuhanan yang dijadikan pijakan. Arjuna School pada masa lalu juga menjadi lembaga pendidikan favorit dan tersebar di beberapa wilayah di Jawa.

Meski tak setenar nama Ki Hadjar Dewantara, nama Ki Sarmidi Mangoensarkoro yang juga pendiri Taman Siswa, juga diabadikan oleh pemerintah sebagai nama sebuah jalan di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Pemerintah menganggap Ki Sarmidi sebagai tokoh pendidikan, disamping tokoh-tokoh lainnya. Padahal, dalam buku ”Pengantar Goeroe Nasional” Ki Sarmidi yang merupakan anggota Theosofi, banyak mengambil pemikiran George Syndey Arundale, Presiden Theosofi Internasional ketiga setelah Annie Besant. Sungguh aneh, organisasi Theosofi yang secara resmi pernah dilarang oleh pemerintah, namun pemikiran para tokohnya masih dianggap memiliki peran penting bagi pendidikan bangsa ini.

Paham Kebatinan, Landasan Berdirinya Taman Siswa

Dalam buku ”Perkembangan Kebatinan di Indonesia” Allahyarham Buya Hamka menyatakan bahwa Taman Siswa adalah gerakan abangan, klenik, dan primbon Jawa, yang menjalankan ritual shalat daim. Dalam kepercayaan kebatinan, shalat di sini bukan bermakna ritual seperti yang dijalankan umat Islam, tetapi shalat dalam pengertian kebatinan, yaitu menjalankan kebaikan terus menerus. Inilah yang dimaksud dengan shalat daim. Sedangkan Bung Karno menyebut apa yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara adalah berangkat dari panggilan mistik.

Sebuah small group discussion yang membicarakan tentang kebatinan, yang diselenggarakan setiap Selasa Kliwon dan dipimpin oleh Pangeran Soeryamentaram adalah cikal bakal berdirinya Taman Siswa. Peserta diskusi kebatinan ini mendapat sebutan ketika itu dengan “Gerombolan Seloso Kliwon”. Mereka adalah, Ki Hadjar Dewantara, R.M Soetatmo Soerjokoesoemo, R.M.H Soerjo Poetro, Ki Pronowidigdo, Ki Sutopo Wonoboyo, Ki Surjodirjo, BRM Subono, dan Pangeran Soeryamentaram.

Setiap pertemuan, mereka mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan kebatinan, yaitu usaha untuk “membahagiakan diri, membahagiakan bangsa, dan umat manusia.” Inilah yang menjadi asas Taman Siswa, yaitu perpaduan antara pendidikan barat dan kebatinan dalam mewujudkan suatu kemerdekaan batin, kemerdekaan pikiran, dan kemerdekaan tenaga.

Taman Siswa mengamalkan apa yang mereka sebut sebagai Panca Dharma alias Lima Pengabdian, yaitu:Kemerdekaan, Kodrat Alam, Kebudayaan, Kebangsaan, dan Kemanusiaan. Tak adanya diktum yang menyebutkan pengabdian terhadap Ketuhanan inilah yang menyebabkan timbulnya kecurigaan dari kalangan umat Islam saat itu bahwa Taman Siswa jauh dari nilai-nilai Ketuhanan dan anti terhadap agama.

Diantara yang mengertik asas dan cita-cita Taman Siswa adalah Mingguan Abadi, media massa yang dikelola oleh para aktivis Masyumi. Dalam artikelnya, Abadi menilai tidak dicantumkannya soal ketuhanan mencerminkan bahwa Taman Siswa jauh dari kepercayaan terhadap ketuhanan dan lebih mementingkan kemanusiaan. Taman Siswa juga dinilai mengabaikan sila Ketuhanan yang tercermin dalam ideologi negara, Pancasila.

Seorang residen Belanda, Janquire, juga dengan tegas menyatakan bahwa cita-cita Taman Siswa “anti-Tuhan” dan “anti-agama”. Tudingan Janquire dianggap sebagai propaganda adu domba yang bertujuan memojokkan Taman Siswa. Untuk membantah tudingan mingguan Abadi dan Janquire, Taman Siswa melalui seorang aktifisnya bernama Muhammad Tauchid kemudian membuat bantahan dan klarifikasi dalam sebuah pidato yang cukup memukau para anggotanya. Tauchid menepis segala tudingan miring terhadap Taman Siswa dan meyakinkan masyarakat bahwa organisasi mereka tidak akan mengabaikan nilai-nilai ketuhanan.

Kecurigaan terhadap asas dan keyakinan Taman Siswa yang dianggap jauh dari nilai Ketuhanan dan lebih mementingkan kebatinan dan kemanusiaan, itu tak berlebihan. Sebab dalam beberapa pidato para petinggi Taman Siswa, termasuk pemikiran pendirinya Ki Hadjar Dewantara, corak kebatinan dan Theosofi begitu kental terasa. Hal ini diperkuat lagi, ketika Taman Siswa menyatakan bahwa dalam menjalankan roda pendidikannya, mereka menggunakan “Tiga Sistem Among”, yaitu:Mengabdi kepada prikemanusiaan, membangun kepribadian sesuai kodrat alam, dan membangun kemerdekaan. Sekali lagi, tidak disebut sedikitpun tentang Ketuhanan.

Mereka yang tergabung dalam Taman Siswa sering disebut “Keluarga Besar yang Suci” yang mempunyai sikap lahir dan batin. Dan Ki Hadjar Dewantara mendapat julukan sebagai “Bapak dari Keluarga Besar yang Suci.” Istilah-istilah ini jelas mengingatkan kita pada Theosofi. Melihat dari corak dan asas Taman Siswa, jelas lembaga pendidikan ini sesuai dan sejalan dengan cita-cita tertinggi Theosofi dan Freemason, yaitu menjadikan nilai-nilai kemanusiaan (humanisme) sebagai nilai tertinggi diantara nilai-nilai lain, bahkan nilai Ketuhanan.

Pengabdian terhadap kemanusiaan yang bersumber dari pengamalan kebatinan dan perilaku lahir yang sesuai dengan nilai-nilai universal tentang kebaikan, itulah yang menjadi tujuan Taman Siswa. Persis seperti ungkapan tokohnya, Ki Sarmidi Mangoensarkoro, yang mengatakan, ”Kita harus tetap mempunyai paham hidup kebatinan yang luhur, tetapi di dalam aturan hidup lahir…tujuan hidup yang menomorsatukan kebatinan yang luhur itu sekarang harus direalisasikan dalam perbuatan dunia kelahiran.”

Mengapa Bukan KH Achmad Dahlan dan Muhammadiyah?

Dibanding Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa-nya, kiprah KH. Achmad Dahlan dan Muhammadiyah lebih berperan dalam memajukan pendidikan nasional. Achmad Dahlan kental dengan corak pemikiran Islam dan nasionalis, anti kolonialisme, tidak terpengaruh paham barat, dan mengembangkan lembaga pendidikan untuk mengantisipasi besarnya arus Kristenisasi pada masa itu yang dibawa oleh lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah kolonial.

Sejarawan Abdurrachman Surjomihardjo dalam buku sejarah Kota Yogakarta Tempoe Doeloe menjelaskan keprihatinan KH Achmad Dahlan dengan tumbuh suburnya pendidikan netral bercorak barat, yang dikelola oleh Gerakan Kemasonan (Freemason). Selain itu, Kiai Dahlan juga prihatin dengan maraknya sekolah-sekolah Kristen yang mendapat subsidi pemerintah Belanda, yang kerap melakukan upaya kristenisasi. Semua sekolah-sekolah ini, selain mendapat dukungan pemerintah kolonial, juga mendapat dukungan elit pemerintahan setempat yang kebanyakan sudah berada dalam pengaruh Gerakan Kemasonan dan Theosofi.

Dukungan pemerintah kolonial terhadap sekolah-sekolah milik Gerakan Kemasonan dan Kristen adalah upaya untuk mendirikan sekolah pribumi yang mampu bersaing dengan pesantren yang menjadi basis pendidikan umat Islam. Tujuan pendidikan netral yang didirikan oleh Gerakan Kemasonan dan menjamurnya sekolah-sekolah Kristen tak lain adalah upaya mematikan peran pesantren. Pendidikan netral bertujuan menumbuhkan jiwa loyalitas masyarakat pribumi terhadap pemerintah kolonial atau mengubah anak-anak elit Jawa menjadi ”bangsawan holland denken” (bangsawan yang berorientasi kebelandaan).

Sebab-sebab berdirinya Muhammadiyah selain faktor internal, yaitu umat Islam tidak lagi memegang teguh tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan merajalelanya kemusyrikan, juga disebabkan faktor eksternal, yaitu kesadaran akan bahaya yang mengancam akidah umat Islam yang disebabkan oleh upaya Kristenisasi yang marak saat itu. Faktor eksternal lainnya adalah, merebaknya kebencian di kalangan intelektual saat itu yang menganggap Islam sebagai agama kolot, tidak sesuai zaman. Dan yang terpenting dari sebab berdirinya Muhammadiyah adalah upaya untuk membentuk masyarakat dimana di dalamnya benar-benar berlaku ajaran dan hukum Islam.

Dengan berdirinya Muhammadiyah, KH Achmad Dahlan dan beberapa aktivis Islam lainnya berusaha melakukan dakwah dalam bidang pengajaran dan membendung usaha-usaha Kristenisasi yang didukung oleh pemerintah kolonial lewat kebijakan Kerstening Politiek (Politik Kristensiasi) yang dimulai pada tahun 1910 oleh kelompok konservatif di Nederland dan dilaksanakan oleh Gubernur Jenderal A.W.F Idenburg. Diantara kebijakan Kerstening Politiek adalah dikeluarkannya ”Sirkuler Minggu” dan ”Sirkuler Pasar” yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal pada 1910. Sirkuler Minggu menegaskan bahwa tidak patut mengadakan perayaan kenegaraan pada hari Minggu. Kegiatan pemerintahan pada hari Minggu diliburkan. Sirkuler Pasar melarang diadakannya hari pasaran pada hari Minggu.

Dr. Alwi Shihab dalam disertasinya menjelaskan bahwa berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah adalah upaya membendung arus dari upaya gerakan Kristenisasi dan Freemasonry. Alwi menyatakan, Freemasonry di Indonesia digerakkan oleh orang-orang Kristen yang sadar diri dan sangat peduli terhadap penyebaran Injil. Mereka melakukan upaya Kristenisasi, termasuk tentu saja mempropagandakan ajaran-ajaran Freemasonry. ”Lembaga ini (Freemason, pen) telah berhasil menggaet berbagai kalangan Indonesia terkemuka, dan dengan demikian mempengaruhi berbagai pemikiran berbagai segmen masyarakat lapisan atas… Merasakan bahwa perkembangan Freemasonry dan penyebaran Kristen saling mendukung, kaum Muslim mulai merasakan munculnya bahaya yang dihadapi Islam… Dalam upayanya menjaga dan memperkuat iman Islam di kalangan Muslim Jawa, (Ahmad) Dahlan bersama-sama kawan seperjuangannya mencari jalan keluar dari kondisi yang sangat sulit ini. Untuk menjawab tantangan ini, lahirlah gagasan mendirikan Muhammadiyah.Dari sini, berdirinya Muhammadiyah tidak bisa dipisahkan dari keberadaan dan perkembangan pesat Freemasonry.”

Selain jawaban terhadap upaya Gerakan Kemasonan dan Kerstening Politik, berdirinya Muhammadiyah juga sebagai respon dari berbagai pelecehan terhadap Islam yang dilakukan oleh para aktivis kebangsaan yang tergabung dalam Boedi Oetomo. Dengan bahasa sindiran, Muhamadiyah menyatakan, ”Jika agama berada di luar Boedi Oetomo, maka sebaliknya Politik berada di luar Muhammadiyah.” Demikian khittah perjuangan Muhammadiyah pada awal-awal berdirinya.

Tinta sejarah memang ditentukan oleh mereka yang berkuasa. Termasuk tentang siapa yang dianggap berperan dan pantas dijadikan acuan dalam pendidikan nasional. Padahal, Persyarikatan Muhammadiyah berdiri lebih dulu, yakni pada 1912, dibandingkan Taman Siswa yang berdiri sepuluh tahun kemudian, pada 1922. Muhammadiyah masih berperan penting dalam lembaga pendidikan hingga kini dan tersebar hampir di seluruh pelosok Nusantara, sementara Taman Siswa sudah meredup dan nyaris tak terdengar kiprahnya. Jika dilihat dari waktu lahirnya, Achmad Dahlan lebih dulu, yakni pada 1868, sedangkan Ki Hadjar Dewantara baru lahir pada 1889.

Tulisan ini adalah upaya mendorong kepada masyarakat untuk melihat sejarah dengan kaca mata yang jernih dan jujur, bukan dengan kacamata kekuasaan yang sarat dengan kepentingan. Setelah membaca tulisan ini, silakan masyarakat menilai, mana yang lebih pantas dijadikan acuan memperingati Hari Pendidikan Nasional. Apakah semata-mata karena bercorak Islam, peran KH Achmad Dahlan tak dijadikan sebagai acuan pendidikan nasional? Padahal, seperti kata Buya Hamka, Islam adalah jati diri yang mengakar dalam bangsa ini.

*Penulis buku ”Gerakan Theosofi di Indonesia”, Pustaka Al-Kautsar, 2009 dan ”Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara”, Pustaka Al-Kautsar 2010

Sumber Rujukan:

  • Irna H.N Hadi Soewito, Soewardi Soerjaningrat dalam Pengasingan, Jakarta: Balai Pustaka, 1991
  • Bambang S Dewantara, 100 Tahun Ki Hadjar Dewantara, Jakarta: Pustaka Kartini, 1989
  • Abdurrachman Surjomihardjo, Ki Hadjar Dewantara dan Taman Siswa dalam Sejarah Indonesia Modern, Jakarta:Sinar Harapan, 1986
  • Kenji Tsuchiya, Democracy and Leadership: The Rise of The Taman Siswa Movement in Indonesia, University of Honolulu Press, 1987
  • Taman Siswa dan Sila Ketuhanan, Madjelis Luhur Persatuan Taman Siswa: Yogyakarta, 1972
  • Hamka, Perkembangan Kebatinan di Indonesia, Jakarta:Penerbit Bulan Bintang, 1974. Cet.Kedua
  • K.H.A Dahlan Amal dan Perdjoangannja,Djakarta:Depot Pengadjaran Mohammadijah,1968
  • Source