aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Selasa, 09 Juli 2013

37 Kiat Melunakan Hati Kita

Dalam hadist Arba'in Rasulullah bersabda: "... Ketahuilah bahwa di dalam jasad terdapat segumpal daging, bila ia baik maka baiklah seluruh jasad itu, dan bila ia rusak maka rusaklah pula seluruh jasad. Ketahuilah, bahwa segumpal daging itu adalah hati" (HR. Bukhari dan Muslim).

Hati bisa menjadi keras karena bermaksiat; bukan hanya karena melakukan dosa besar, namun meremehkan dosa kecil dan mengulang-ulangnya pun dapat mengeraskan hati. Selain itu, hati juga bisa menjadi keras dengan banyak berangan-angan, dan berkumpul dengan orang yang berhati keras akan semakin merusak hati. Kita juga perlu waspada karena banyaknya tertawa juga mengeraskan hati.

Akibat buruk dari hati yang keras antara lain merasa hampa makna dari hal-hal yang kita lakukan. Kenikmatan ibadah dan khusyu' tidak akan bisa dirasakan oleh hati yang keras. Bila Anda pelajar atau penuntut ilmu dan merasa kesulitan untuk faham akan ilmu yang diajarkan, boleh jadi dan sangat mungkin hal tersebut dikarenakan kerasnya hati. Mau tidak mau wajah kita sebagai refleksi hati pun turut serta mempresentasikan hati yang keras dengan raut yang tak kalah kerasnya. Tentu saja orang-orang dan teman kita yang merasakan kerasnya hati kita akan menjauh, baik cepat atau lambat.

Bila di waktu ini, detik ini kita merasa keras hati, lunakkanlah lagi hati dengan:

1.Berdoa kepada Allah memohon dilembutkan hati
Dia-lah yang berkuasa membolak-balikkan hati, mudah bagi Allah membalikkan hati yang keras menjadi lembut. Seberapa besar usaha yang kita lakukan untuk melembutkan hati, tidak akan berhasil bila Allah tidak menghendakinya.

2.Membaca Al Quran dan mentadaburinya
Al Quran adalah bacaan terbaik, mulia, penuh hikmah, dan terjaga kemuliaanya hingga hari kiamat. "Sesungguhnya Al Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh). Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam"(QS Al Waqiah:77-80). 


 Al Quran berisi kisah-kisah orang terdahulu yang dapat diambil pelajaran di dalamnya. Allah juga menceritakan tentang janji surga dan ancaman tentang neraka di dalam Al Quran. Dengan demikian kita diingatkan kembali hakikat kehidupan ini, tentang masa lalu untuk diambil hikmahnya, tentang masa sekarang dan masa depan di akherat yang menjadikan kita akan merasa yakin dengan janji dan pertolongan Allah pada orang-orang yang bertakwa.

3.Membaca Sirrah Nabawiyah
Sirrah Nabawiyah berkisah tentang kehidupan Rasulullah dari lahir hingga wafat. Di dalamnya kita akan mendapati cerita masa kecil Rasulullah sebagai anak yatim yang mandiri, masa remaja sebagai pemuda yang dipercaya, dan masa kerasulan yang penuh perjuangan, dan ketegaran. Dengan membacanya kita akan mengetahui betapa Rasulullah sangat mencintai kita sebagai umatnya, bagaimanakah dengan kita? Dengan membaca Sirrah Nabawiyah kita dapat mempelajari contoh terbaik kelembutan hati dari Rasulullah yang selalu dibimbing Allah.

4.Memperbanyak dzikir
"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram"(QS. Ar Ra'd:28). Janji Allah bagi orang-orang yang berzikir mengingat Nya adalah menentramkan hati. "(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau dududk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka"

5.Mengasihi anak yatim
"Ada seorang laki-laki yang datang kepada nabi shollallohu alaihi wa sallam mengeluhkan kekerasan hatinya. Nabipun bertanya : sukakah kamu, jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi ? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi."[HR Thobroni, Targhib, Al Albaniy : 254]. 

Seseorang yang mengasihi anak yatim berarti dia memposisikan hati dan dirinya sebagai ayah atau ibu atau saudara bagi mereka. Maka secara naluriah akan terhimpun rasa kasih sayang dan kelembutan hati di dalamnya. Dengan demikian tidak mengherankan bahwa salah satu hikmah menyantuni dan mengasihi anak yatim adalah memlembutkan hati. Dalam hadistnya Rasulullah bersabda "Kasihilah yang ada di bumi maka yg dilangit akan mengasihimu"

6.Saling menasihati dalam kebaikan
Berkumpulah bersama orang-orang sholeh, dan pilihlah orang-orang sholeh sebagai sahabat terbaik kita. Sahabat yang sholeh akan saling menasihati dan mengingatkan dalam kebaikan. Nasehat adalah cinta, begitu dituturkan oleh sahabatku yang sholeh dan baik hati. Bila kita berkumpul dengan orang yang hatinya lembut dan dekat dengan Allah niscaya kita bisa merasakan cinta mereka dalam bentuk nasehat kebaikan yang terus mengingatkan di saat kita lupa, menguatkan di saat lemah untuk kembali kuat berikatan istiqomah di jalan-Nya.

7.Banyak mengingat dosa dan kematian
Dalam upaya melembutkan hati, perbanyaklah mengingat dosa dan kematian. Dengan mengingat akan datangnya kematian, kita akan menyadari bagaimana kesiapan kita menghadapi saat itu. Menyadari kembali dosa kita satu tahun yang lalu, kemudian satu bulan yang lalu, satu minggu yang lalu, satu hari yang lalu, satu jam yang lalu, bagaimana bila dibandingkan kualitas amal kita detik ini. Sadar akan banyaknya dosa dan belum siapnya kita menghadapi kematian mengingatkan kita; sampai kapan kita akan mempertahankan kerasnya hati, apa yang bisa dibanggakan dengan kerasnya hati, mengingatkan akan hilangnya nikmat bermunajat kepada Allah. 


8. Takut akan datangnya maut secara tiba-tiba sebelum kita sempat bertaubat.

9. Takut tidak menunaikan hak-hak Allah secara sempurna. Sesungguhnya hak-hak Allah itu pasti diminta pertanggungjawabannya.

10. Takut tergelincir dari jalan yang lurus, dan berjalan di atas jalan kemaksiatan dan jalansyaithan.

11. Takut memandang remeh atas banyaknya nikmat Allah pada diri kita.

12. Takut akan balasan siksa yang segera di dunia, karena maksiat yang kita lakukan.

13. Takut mengakhiri hidup dengan su’ul khatimah.

14. Takut menghadapi sakaratul maut dan sakitnya sakaratul maut.

15. Takut menghadapi pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur.

16. Takut menghadapi pertanyaan hari kiamat atas dosa besar dan dosa kecil yang kita
lakukan.

17. Takut melalui titian yang tajam. Sesungguhnya titian itu lebih halus daripada rambut
dan lebih tajam dari pedang.

18. Takut dijauhkan dari memandang wajah Allah.

19. Perlu mengetahui tentang dosa dan aib kita.

20. Takut terhadap nikmat Allah yang kita rasakan siang dan malam sedang kita tidak
bersyukur.

21. Takut tidak diterima amalan-amalan dan ucapan-ucapan kita.

22. Takut bahwa Allah tidak akan menolong dan membiarkan kita sendiri.

23. Kekhawatiran kita menjadi orang yang tersingkap aibnya pada hari kematian dan pada
hari timbangan ditegakkan.

24. Hendaknya kita mengembalikan urusan diri kita, anak-anak, keluarga, suami dan harta
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan jangan kita bersandar dalam memperbaiki
urusan ini kecuali pada Allah.

25. Sembunyikanlah amal-amal kita dari riya’ ke dalam hati, karena terkadang riya’ itu
memasuki hati kita, sedang kita tidak merasakannya. Hasan Al Basri rahimahullah
pernah berkata kepada dirinya sendiri. “Berbicaralah engkau wahai diri. Dengan
ucapan orang sholeh, yang qanaah lagi ahli ibadah. Dan engkau melaksanakan amal
orang fasik dan riya’. Demi Allah, ini bukan sifat orang mukhlis”.

26. Jika kita ingin sampai pada derajat ikhlas maka hendaknya akhlak kita seperti akhlak
seorang bayi yang tidak peduli orang yang memujinya atau membencinya.

27. Hendaknya kita memiliki sifat cemburu ketika larangan-larangan Allah diremehkan.

28. Ketahuilah bahwa amal sholeh dengan keistiqomahan jauh lebih disukai Allah
daripada amal sholeh yang banyak tetapi tidak istiqomah dengan tetap melakukan
dosa.

29. Ingatlah setiap kita sakit bahwa kita telah istirahat dari dunia dan akan menuju akhirat
dan akan menemui Allah dengan amalan yang buruk.

30. Hendaknya ketakutan pada Allah menjadi jalan kita menuju Allah selama kita sehat.

31. Setiap kita mendengar kematian seseorang maka perbanyaklah mengambil pelajaran
dan nasihat. Dan jika kita menyaksikan jenazah maka khayalkanlah bahwa kita yang
sedang diusung.

32. Hati-hatilah menjadi orang yang mengatakan bahwa Allah menjamin rezeki kita
sedang hatinya tidak tenteram kecuali sesuatu yang ia kumpul-kumpulkan. Dan
menyatakan sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari dunia, sedang kita tetap
mengumpul-ngumpulkan harta dan tidak menginfakkannya sedikit pun, dan
mengatakan bahwa kita pasti mati padahal dia tidak pernah ingat mati.

33. Lihatlah dunia dengan pandangan I’tibar (pelajaran) bukan dengan pandangan
mahabbah (kecintaan) kepadanya dan sibuk dengan perhiasannya.

34. Ingatlah bahwa kita sangat tidak kuat menghadapi cobaan dunia. Lantas apakah kita
sanggup menghadapi panasnya jahannam?

35. Di antara akhlak wanita mu’minah adalah menasihati sesama mu’minah.

36. Jika kita melihat orang yang lebih besar dari kita, maka muliakanlah dia dan katakankepadanya, “Anda telah mendahului saya di dalam Islam dan amal sholeh maka diajauh lebih baik di sisi Allah. Anda keluar ke dunia setelah saya, maka dia lebih baiksedikit dosanya dari saya dan dia lebih baik dari saya di sisi Allah.”

37. Takut akan adzab dan prahara di alam kubur.
Hadis riwayat Aisyah ra. istri Nabi saw.:
Rasulullah saw. bersabda: Wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut yang menyukai kelembutan. Allah akan memberikan kepada orang yang bersikap lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang bersikap keras dan kepada yang lainnya

Begitulah, menjaga kondisi hati untuk senantiasa istiqomah berada di jalan Allah, senantiasa bersih dari segala kotoran dan lembut dari segala kekerasan (hati), tidaklah mudah. Kesibukan dan rutinitas kita yang menguras tenaga dan pikiran, serta interaksi yang terus menerus dengan masalah duniawi, jika tidak diimbangi dengan “makanan-makanan” hati, terkadang membuat hati menjadi keras, kering, lalu mati… Padahal sebagai seorang mukmin, dalam melihat berbagai macam persoalan kehidupan, haruslah dengan mata hati yang jernih.

"Ya Allah, Sang Maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati ini pada ketaatan agamaMu", Amin

30 Cara Melembutkan Hati

Hadis riwayat Aisyah ra. istri Nabi saw.:

Rasulullah saw. bersabda: Wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut yang menyukai kelembutan. Allah akan memberikan kepada orang yang bersikap lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang bersikap keras dan kepada yang lainnya

Kita tidak lalai akan do'a yang satu ini :

"Ya Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah diriku dalam Agama-Mu dan dalam Ketaatan kepada-Mu".

Begitulah, menjaga kondisi hati untuk senantiasa istiqomah berada di jalan Allah, senantiasa bersih dari segala kotoran dan lembut dari segala kekerasan (hati), tidaklah mudah. Kesibukan dan rutinitas kita yang menguras tenaga dan pikiran, serta interaksi yang terus menerus dengan masalah duniawi, jika tidak diimbangi dengan "makanan-makanan" hati, terkadang membuat hati menjadi keras, kering, lalu mati... Padahal sebagai seorang mukmin, dalam melihat berbagai macam persoalan kehidupan, haruslah dengan mata hati yang jernih.

Untuk itu, beberapa nashehat berikut patut kita renungi dalam upaya melembutkan hati. Kita hendaknya senantiasa:  

  1. Takut akan datangnya maut secara tiba-tiba sebelum kita sempat bertaubat.
  2. Takut tidak menunaikan hak-hak Allah secara sempurna. Sesungguhnya hak-hak Allah itu pasti diminta pertanggungjawabannya.
  3. Takut tergelincir dari jalan yang lurus, dan berjalan di atas jalan kemaksiatan dan jalan syaithan.
  4. Takut memandang remeh atas banyaknya nikmat Allah pada diri kita.
  5. Takut akan balasan siksa yang segera di dunia, karena maksiat yang kita lakukan.
  6. Takut mengakhiri hidup dengan su'ul khatimah.
  7. Takut menghadapi sakaratul maut dan sakitnya sakaratul maut.
  8. Takut menghadapi pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur.
  9. Takut akan adzab dan prahara di alam kubur.
  10. Takut menghadapi pertanyaan hari kiamat atas dosa besar dan dosa kecil yang kita lakukan.
  11. Takut melalui titian yang tajam. Sesungguhnya titian itu lebih halus daripada rambut dan lebih tajam dari pedang.
  12. Takut dijauhkan dari memandang wajah Allah.
  13. Perlu mengetahui tentang dosa dan aib kita.
  14. Takut terhadap nikmat Allah yang kita rasakan siang dan malam sedang kita tidak bersyukur.
  15. Takut tidak diterima amalan-amalan dan ucapan-ucapan kita.
  16. Takut bahwa Allah tidak akan menolong dan membiarkan kita sendiri.
  17. Kekhawatiran kita menjadi orang yang tersingkap aibnya pada hari kematian dan pada hari timbangan ditegakkan.
  18. Hendaknya kita mengembalikan urusan diri kita, anak-anak, keluarga, suami dan harta kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan jangan kita bersandar dalam memperbaiki urusan ini kecuali pada Allah.
  19. Sembunyikanlah amal-amal kita dari riya' ke dalam hati, karena terkadang riya' itu memasuki hati kita, sedang kita tidak merasakannya. Hasan Al Basri rahimahullah pernah berkata kepada dirinya sendiri. "Berbicaralah engkau wahai diri. Dengan ucapan orang sholeh, yang qanaah lagi ahli ibadah. Dan engkau melaksanakan amal orang fasik dan riya'. Demi Allah, ini bukan sifat orang mukhlis".
  20. Jika kita ingin sampai pada derajat ikhlas maka hendaknya akhlak kita seperti akhlak seorang bayi yang tidak peduli orang yang memujinya atau membencinya.
  21. Hendaknya kita memiliki sifat cemburu ketika larangan-larangan Allah diremehkan.
  22. Ketahuilah bahwa amal sholeh dengan keistiqomahan jauh lebih disukai Allah daripada amal sholeh yang banyak tetapi tidak istiqomah dengan tetap melakukan dosa.
  23. Ingatlah setiap kita sakit bahwa kita telah istirahat dari dunia dan akan menuju akhirat dan akan menemui Allah dengan amalan yang buruk.
  24. Hendaknya ketakutan pada Allah menjadi jalan kita menuju Allah selama kita sehat.
  25. Setiap kita mendengar kematian seseorang maka perbanyaklah mengambil pelajaran dan nasihat. Dan jika kita menyaksikan jenazah maka khayalkanlah bahwa kita yang sedang diusung.
  26. Hati-hatilah menjadi orang yang mengatakan bahwa Allah menjamin rezeki kita sedang hatinya tidak tenteram kecuali sesuatu yang ia kumpul-kumpulkan. Dan menyatakan sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari dunia, sedang kita tetap mengumpul-ngumpulkan harta dan tidak menginfakkannya sedikit pun, dan mengatakan bahwa kita pasti mati padahal dia tidak pernah ingat mati.
  27. Lihatlah dunia dengan pandangan I'tibar (pelajaran) bukan dengan pandangan mahabbah (kecintaan) kepadanya dan sibuk dengan perhiasannya.
  28. Ingatlah bahwa kita sangat tidak kuat menghadapi cobaan dunia. Lantas apakah kita sanggup menghadapi panasnya jahannam?
  29. Di antara akhlak wanita mu'minah adalah menasihati sesama mu'minah.
  30.  Jika kita melihat orang yang lebih "besar" dari kita, maka muliakanlah dia dan katakan kepadanya, "Anda telah mendahului saya di dalam Islam dan amal shaleh, maka anda jauh lebih baik di sisi ALLAH. Anda keluar ke dunia setelah saya, maka anda lebih sedikit dosanya dari saya dan anda lebih baik dari saya di sisi ALLAH. "…. ALLAH mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (QS. Asy-Syam [91]: 8, 9, 10). Sungguh beruntung bagi siapapun yang mampu menata qalbunya menjadi bening, jernih, bersih, dan selamat. Sungguh berbahagia dan mengesankan bagi siapapun sekiranya memiliki qalbu yang tertata, terpelihara, dan terawat dengan sebaik-baiknya. Karena selain senantiasa merasakan kelapangan, ketenangan, ketenteraman, kesejukan, dan indahnya hidup di dunia ini, pancaran kebeningan hati pun akan tersemburat pula dari indahnya setiap aktivitas yang dilakukan. Orang yang bersih hati itu, luar biasa nikmatnya, luar biasa bahagianya, dan luar biasa mulianya. Tidak hanya di dunia ini, tapi juga di akhirat kelak. "Dan sesungguhnya ALLAH menyukai orang-orang yang bersih. Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada ALLAH, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar."(QS. At-Taubah [9]: 108 & 119)
Source