aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Selasa, 28 Juli 2015

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KURIKULUM 2013 DENGAN KBK DAN KTSP

Dalam berbagai forum pelatihan Kurikulum 2013 (K13) selalu ditekankan bahwa kurikulum ini berbeda dari kurikulum sebelumnya. Para trainer yang mewakili pemerintah tersebut seakan menunjukkan bahkan K13 berbeda sama sekali dari KBK dan KTSP. Padahal dalam banyak, bahkan sangat banyak hal, ketiganya memiliki banyak kesamaan. Bahkan beberapa hal yang dinyatakan sebagai pembeda dari kurikulum sebelumnya sesungguhnya hanya penegasan saja.

1. Pendekatan Pembelajaran
Ditekankannya pendekatan scientific diklaim sebagai ciri khas K13, padahal perubahan sebenarnya hanya dari segi istilah dan langkah-langkah teknisnya saja. Hal ini dikarenakan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sejak awal menekankan pendekataninquiry, yang pada hakekatnya tidak berbeda secara signifikan dari pendekatan scientific. Melalui proses inquiry siswa melakukan proses pembelajaran berdasarkan pengamatan, pengalaman, diskusi, yang bermuara pada penyimpulan, yang tahapannya persis sama dengan pendekatan yang diistilahkan dengan pendekatan scientific. 

2. Perubahan Paradigma
K13 menekankan perubahan paradigma pembelajaran dari berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa. Klaim ini dalam berbagai forum pelatihan merupakan salah satu bentuk manipulasi informasi, seakan-akan tidak ada dalam KBK dan KTSP. Padahal penekanan atas perlunya perubahan paradigma sejak awal merupakan aspek yang paling ditekankan dalam KBK dan KTSP. Perubahan paradigma seperti itu bahkan selalu menjadi materi pertama dalam pelatihan KBK dan KTSP. 

3. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran K13 dicontohkan seolah berbeda dari KBK dan KTSP, di mana proses pembelajaran tidak dilakukan dengan berbasis guru, melainkan melalui pendekatan yang disebut scientific tersebut. Padahal dalam praktiknya, seluruh metode pembelajaran yang selama ini dituntut digunakan dalam KBK dan KTSP tetap digunakan dalam K13. Metode pembelajaran K13 sama sekali tidak berbeda dari kurikulum sebelumnya.

4. Pembelajaran Tematik
Perbedaan paling jelas dari K13 dari KBK dan KTSP adalah pada digunakannya pendekatan tematik. Kalau ada bagian yang dipandang berbeda mungkin di sinilah letak perbedaan K13 dari KBK dan KTSP. Di jenjang sekolah dasar, pembelajaran tematik K13 diberlakukan pada seluruh tingkatan kelas, sementara sebelumnya hanya diterapkan di kelas bawah (kelas 1-3). Hanya saja, berdasarkan buku-buku yang diterbitkan oleh pemerintah, struktur materi pelajaran (sub tema) mulai kelas IV ke atas tidak lebih dari kliping materi pelajaran yang berlaku dalam KBK dan KTSP, sekedar untuk menyamarkan mata pelajaran ke dalam tema-tema yang telah ditentukan. Dengan kata lain, substansi pembelajaran pada K13 sebenarnya tidak berbeda dari sebelumnya, sebab yang berbeda hanya dalam penempatannya. 

5. Penilaian
Penilaian dalam pendekatan scientific yang sebelumnya menggunakan penilaian autentik diubah menjadi penilaian berdasarkan beberapa Kompetensi, yaitu K1, K2, K3 dan K4. Substansi penilaian tersebut pada prinsipnya tidak berbeda, alias sama dengan KBK dan KTSP. Penilaian dengan menggunakan rubrik penilaian sudah ditekankan dalam KBK dan KTSP, sekalipun karena berbagai kerumitan yang dihadapi dalam praktik, akhirnya disederhakan dengan berbagai varian. Penilaian dalam K13 justeru tidak konsisten, sebab setiap kompetensi (K1-K4) belum tentu relevan dengan semua tema yang dipelajari. 

6. Pengembangan Kompetensi
Perbedaan mendasar K13 dari KBK dan KTSP juga diklaim berdasarkan pengembangan kompetensi yang sebelumnya berbasis mata pelajaran menjadi didasarkan kada Kurikulum Inti (KI). Faktanya, buku-buku pelajaran K13 tidak demikian. KD pembelajaran masih berdasarkan mata pelajaran. Hal ini dapat dicermati dari sub tema yang dikembangkan dalam buku-buku K13 persis sama dengan mata pelajaran. Yang terjadi sebenarnya bahkan pemaksaan materi pelajaran (sub tema) dengan tema yang telah ditetapkan, padahal sub tema tersebut tidak jelas relevansinya dengan tema. Pada kelas 1, kompetensi yang dikembangkan dalam tema dan subtema mungkin masih relevan dalam banyak hal, tetapi tidak selalu demikian untuk kelas IV. Sebagai misal, materi Kenampakan Alam (IPS) disambungkan dengan Garis Bilangan (Matematika) yang berdasarkan buku terbitan pemerintah jelas tidak jelas relevansinya. Kalaupun relevan, belum tentu setiap guru mampu mengkaitkan keduanya. Reff

IPA TERPADU atau GURU TERPADU


Image result for ipa terpaduKonsep IPA Terpadu masih banyak di salah artikan oleh sebagian besar orang, bahkan guru yang sudah (merasa) menjalaninya. Para guru SMP mapel Fisika yang juga mengajar Biologi atau sebaliknya, merasa bahwa itulah yang dimaksud dengan pengajaran IPA TERPADU. Meski sebenarnya itu lebih pas jika dikatakan sebagai pengajaran GURU TERPADU.
Saya mencoba untuk membandingkan antara konsep IPA TERPADU dengan apa yang selama ini diterapkan, dan (maaf) saya katakan sebagai GURU TERPADU.

Tinjuan Aspek Guru


Selama ini obyek pelaksana adalah guru. Maksudnya si guru mapel Fisika sekaligus mengajar mapel Biologi atau sebaliknya. Bukankah itu yang dimaksud dengan GURU TERPADU. Satu orang guru mengajar beberapa mapel.

Proses pembelajaran di bagi berdasarkan jam. Misalnya jam 1,2 pelajaran biologi, lalu jam 3,4 tentang fisika. Atau berdasarkan hari, misanya, hari senin 2 jam digunakan untuk membahas fisika. Lalu pertemuan hari berikutnya 2 jam untuk membahas biologi. Sisanya 1 jam untuk kimia.

Kalau untuk yang model begini, saya kira bukan yang dimaksud dengan keterpaduan IPA. Model yang begini tidak ada urgensinya guru satu mengajar tiga mapel, meskipun serumpun. Hal ini bisa diterapkan untuk mapel yang tidak serumpun sekalipun.

Teknik pengajaran model begini juga bukan terobosan baru dan inovatif. sebenarnya bukan persoalan yang sangat mendasar apabila seorang guru mengajar bukan mapel keahliannya. Meski itu juga sangat kurang tepat.

Praktik-praktik demikian sebenarnya sudah berlangsung lama. Tengok saja sekolah-sekolah pinggiran (apalagi sekolah swasta) yang memiliki jumlah guru dan pendanaan yang terbatas. Mau tidak mau para guru yang ada harus bisa mengajar mapel lain demi alasan penghematan dan keterbatasan jumlah guru. Praktik demikian juga terjadi di sekolah-sekolah negeri yang sudah maju sekalipun.

Meski demikian, pemerintah telah mencoba mengeremnya dengan aturan guru sertifikat. Saat ini, mana ada guru setifikat yang bersedia mengajar mapel lain? Maklum, berapa pun jumlah mengajar mapel lain, tak dihitung sebagai kewajiban jumlah jam mengajar.

Pada IPA TERPADU yang menjadi obyek pelaksana adalah materinya. Maksudnya salah satu materi dalam pelajaran fisika, misalnya optika, dikaji selain dari ilmu fisika, juga dari biologi dan kimia. Sang guru bukan hanya dituntut untuk menguasai mapel yang bukan keahliannya, tapi juga mengkaitkan mapel-mapel tersebut dalam menjelaskan satu hal. Tentu bukan pekerjaan yang mudah


Tinjuan Aspek Materi

Tidak semua materi bisa dipadukan. Misalnya dalam kajian Fisika SMP ada konsep tentang alat optik, yang salah satunya adalah mata. Memang berdasakan kajian biologi, mata bisa diuraikan lebih jauh tentang dimana posisinya, apa fungsinya, strukturnya bagaimana saja dll. Tetapi, jika dilihat dari jumlah jam yang biasanya tersedia, pada semester dua kelas delapan, maka pembahasan alat-alat optik, yang meliputi mata, kamera, teropong, mikroskop dll hanya tersedia selama 2 jam pelajaran (2×40 menit). Mana cukup untuk membahas tentang keterpaduan yang dimaksud.

Kita coba materi lain tentang tata surya. Apa keterpaduan planet Jupiter dalam kajian biologi? Kimia dll.

Pada dasarnya kelompok rumpun IPA (sains) bukan hanya terbagi dalam Fisika, Biologi dan Kimia saja. Juga ada Astronomi dan Geologi. Bagi sebagian lain, juga matematika termasuk kelompok sains. Menjelaskan keterpaduan sains tidak secara komprehensif, bukanlah bentuk keterpaduan yang setengah-setengah.

Sains sebenarnya meliputi empat unsur, yakni nilai (values), sikap dan perilaku (attitudes), proses (process) dan kandungan/ fakta ilmiah (contents). Silahkan baca lengkapnya di buku SAINS UNDERCOVER. Buku itu saya tulis setelah mempelajari berbagai literatur.

Seharusnya, keterpaduan IPA atau sains juga mengacu pada penerapan keempat unsur sains tersebut secara bersamaan. Bukan hanya mengenalkan fakta sains biologi, kimia dan fisika oleh satu orang guru.

Beberapa mapel yang sudah dilaksanakan terpadu, misal matematika dengan fisika. Matematika adalah sebagian dari bahasa yang berlaku di fisika. Contoh yang sudah diterapkan di level SMA misalnya, matematika diferensial dan intergral diterapkan untuk penyelesaian kasus persamaan gerak di fisika. Lah… mestinya yang namanya keterpaduan ilmu seperti itu. Dua atau lebih kajian ilmu diterapkan untuk menyelesaikan satu persoalan. Itu baru namanya cerdas

Tinjauan Aspek Siswa

Konsep IPA TERPADU masih kurang tepat diterapkan di tingkat SMP. Terlalu berat untuk usia yang seharusnya cukup mengenal konsep dasar saja. Setidaknya level SMA mungkin sudah mulai bisa memahaminya. Sangat disayangkan sebenarnya, tingkat SMP yang sedang mulai dikenalkan dengan konsep dasar sains, mulai dituntut juga untuk kemampuan analisa. Mungkin bagi siswa tertentu yang memiliki kemampuan khusus, itu menjadi hal yang tidak masalah. Tetapi anak bangsa ini di seluruh negeri sangat banyak dan beragam. Banyak pelajar di sekolah pinggiran yang untuk kemampuan mengenal, mengetahui dan menjabarkan saja masih kesulitan. Apalagi kalau harus menganalisis.

Tinjauan Aspek Pendukung

Buku-buku pegangan anak berupa buku paket yang diterbitkan oleh BSE dan penerbit besar lain, sebenarnya tidak jauh beda dengan model terbitan tahun-tahun sebelumnya, sebelum konsep IPA Terpadu itu diterapkan. Kebanyakan buku-buku tersebut hanya menggabungkan dalam satu jilidan materi bio, kim dan fis. Tidak ada bentuk keterpaduan uraian materi dan latihan soalnya. Lantas dimana keterpaduan IPA yang dimaksud?

Belum lain bentuk soal-soal yang muncul dalam ujian semester bahkan ujian nasional. Keterpaduan yang dimaksud hanya berupa penggabungan soal fisika, bio dan kimia dalam satu paket soal. Tidak dalam satu keterpaduan yang utuh dan cerdas.

Model soal yang sudah menerapkan keterpaduan misalnya soal SNMPTN, tes seleksi CPNS dll.

Berbagai diklat dan workshop tingkat kabupaten hingga propinsi, selalu memisahkan kelas IPA menjadi kelompok bio dan fis. Baik itu dalam penyusunan lembar kerja dll. Padalah, pesertanya tentu saja guru-guru pilihan dan (merasa) sudah menerapkan IPA Terpadu di sekolahnya.

Faktanya, ketika sesi diskusi materi tentang bio, maka kebanyakan guru fis hanya terdiam dan akan menjadi lantang berdialog ketika sesi tentang fisika. Dan berlaku juga sebaliknya. Reff :