aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Selasa, 15 Juli 2014

KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal ) 75 Itu Tidak Realistis



Pada Kurikulum 2006 (yang dikenal dengan KTSP) kita telah mengetahui bersama bahwa sekolah harus menentukan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). KKM tersebut ditetapkan dengan aacuan tertentu dan tiapa mata pelajaran KKMnya bisa jadi berbeda-beda. KKM dtetapkan mulai dari yang rendah (misal 65) dan tiapa tahun ditingkatkan hingga mencapai KKM ideal nasional yaitu 75 atau bahkan lebih.

Yang menjadi permasalahan adalah KKM meningkat namun tidak dibarengi dengan kualitas pembelajaran, sehingga KKM 75 itu terkesan dipaksakan, artinya sebenarnya ada sekolah (tidak semua) yang sebenarnya belum waktunya KKM 75 dipaksakan menjadi 75. Apalagi nilai rapor menjadi unsur perhitungan kelulusan siswa dari satuan pendidikan. Apa akibatnya? terjadilah apa yang kita sebut katrol nilai.

Sebenarnya KKM 75 itu tidak realistis? Alasannya seperti yang saya paparkan di atas bahwa secara empiris bahwa KKM 75 itu banyak sekolah yang belum siap, namun dipaksakan KKM 75. Di samping itu KKM 75 itu dengan KKM di perguruan tinggi, di peguruan tinggi sebenarnya tidak ada istilah KKM, yang ada batas minimal kelulusan yang biasanya adalah C.

Mari kita perhatikan tabel konversi nilai skala 100 ke skala 4 atau ke dalam nilai huruf di beberapa perguruan tinggi di bawah ini



Dari beberapa tabel di atas dapat disimpulkan bahwa batas minimal kelulusan adalah 55 atau 56. Nah sekarang kita bandingkan dengan batas minimal kelulusan di sekolah (KKM) yang besarnya 75, bukankah angka 75 ini tidak realistis. Sekarang kita bahas mengenai nilai di kurikulum 2013. Pada kurikulum 2013 nilai dinyatakan dalam bentuk huruf seperti halnya di perguruan tinggi, namun lebih bervariasi, yaitu A, A-, B+, B, B-, C+, C, C-, D+, dan D (terdapat variasi 10 nilai), dengan ketentuan batas miniimal kelulusan (ketuntasan) adalah B- atau 2,66, seperti tabel di bawah ini:



Tabel penilaian tersebut terdapat di permendikbud no 81A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum, lampiran IV. Dengan ditetapkannya dalam dalam bentuk huruf maka diperlukan tabel konversi dari skala 100 ke skala 4 (dalam bentuk huruf). Untuk membuat tabel konversi ini di permendiknud tersebut belum ada pedomannya, sehingga sekolah membuat tabel konversi sendiri-sendiri yang bisa jadi berbeda tiap sekolah. Dengan batasas minimal ketuntasan B- atau 2,66 apakah sekarang KKM harus 75? saya pikir tidak harus. Untuk membuat tabel konversi itu bisa saja kita mengacu ke tabel yang ada di beberapa perguruan tinggi, karena sekarang menyatakan nilai dalam rapor (Laporan Capaian Kompetensi) sudah hampir sama dengan perguruan tinggi, yaitu dalam bentuk huruf.

Berikut ini contoh tabel konversi dari nila 0 – 100 menjadi 1 – 4 (dalam bentuk huruf)



Tabel itu diperoleh ketika pelatihan pendampingan kurikulum 2013. Dari tabel itu batas minimal ketuntasan adalah 66. Apakah hanya seperti itu? Tentu saja tidak. Bisa saja seperti di bawah ini:



Tabel ini batas minimal ketuntasannya juga 66, namun berbeda untuk nilai A dan A-. Lalu bagaimana dengan KKM 75? Kalau semula KKM 75 sekarang batas minimal ketuntasan 66 bukankah itu turun? ya memang turun. Namun menurut pendapat saya, sudahlah lupakan 75, karena 75 itu "memaksakan diri".

Ketidakjelasan Konversi Nilai Dari Skala 100 Ke Skala 4 Di Permendikbud No 81A Tahun 2013

Posting ini saya tulis berdasarkan milis PELAKSANA KURIKULUM 2013 untuk jenjang SMP dan SMA. Jadi masalah konversi nilai dari skala 100 ke skala 4 pada judul di atas adalah masalah yang ada di SMA. Sampai posting ini saya tulis sudah ada titik terang kesepakatan mengenai konversi nilai dari skala 100 ke skala 4, walaupun kesepakatan itu tidak bisa disebut sebagai dokumen resmi, karena tidak dituangkan dalam suatu surat keputusan.

Seperti yang telah dipaparkan di permendikbud nomor 81 A (lampitan IV) bahwa nilai pada LCK (Laporan Capaian Kompetensi) pada kurikulum 2013 dinyatakan dalam skala 4, yaitu dari 1 hingga 4 dalam bentu kelipatan 0,33, sperti di bawah ini



Namun yang jadi masalah tidak ada petunjuk jelas bagaimana cara mengkonversi dari nilai skala 100 ke nilai sakal 4. Akibatnya muncul berbagai macam tabel konversi di berbagai pelatihan kurikulum 2013, seprti contoh di bawah ini:


Tabel konversi tersebut didapat ketika bimtek wakakur.

Selain itu juga muncul tabel konversi seperti di bawah ini:

  

Tabel tersebut didapat dari pelatihan guru pendamping kurikulum 2013.

Dengan ketidakjelasan tersebut, akhirnya di setiap SMA pada akhirnya membuat tabel konversi sendiri-sendiri. Ketika saya ikut implementasi pendampingan kurikulum 2013 in service 2 pada tanggal 16 Desember 2013 di SMAN 1 Mataram, masing-masing sekolah dalam satu cluster (11 SMA) membuat tabel konversi yang berbeda-beda.

Kurang lebih pukul 22.00 WITA pada tanggal 16 Desember 2013 saya membuka email dan di milis PELAKSANA KURIKULUM 2013 SMA muncul lagi tabel konversi yang baru lagi, yaitu:



Tabel konversi itu berdasarkan hasil koordinasi di Lombok 10-13 Desember 2013. Tabel yang saya dapatkan di milis PELAKSANA KURIKULUM 2013 SMA tersebut dikirim oleh Bapak SUTIKNO, namun saya tidak tahu persis siapa-siapa yang berkoordinasi. Walaupun tabel konversi di atas merupakan kesepakatan hasil koordinasi, tetap saja itu bukan dokumen resmi, karena belum dituangkan dalam SURAT KEPUTUSAN. Dengan demikian boleh dipakai boleh juga tidak.

Sebenarnya apa sih masalah mendasar dari konversi nilai dari skala 100 ke skala 4? Mari kita bahas. Untuk mengkonversi nilai dari skala 100 ke skala 4 bisa menggunakan rumus:

(Nila dalam skala 100 : 100) X 4 atau bisa juga Nila dalam skala 100 : 25. Misal bagaimana cara mengkonversi nilai 68 menjadi nilai skala 4 dalam bentuk kelipatan 0,33?

68 : 25 = 2,72. Nah sekarang perhatikan nilai 2,72. Nilai ini bukan kelipatan 0,33, maka nilai ini harus dijadikan kelipatan 0,33. Nilai tersebut terletak anatar 2,66 dan 3,00. Masalahnya sekarang 2,72 dijadikan 2,66 ataukan dijadikan 3,00? Di permendikbud no 81A tidak ada penjelasan lebih lanjut. Dengan demikian sebenarnya terdapat ketidakjelasan di pemendikbud no 81A tahun 2013 mengenai konversi nilai dari skala 100 ke skala 4 (dalam bentuk kelipatan 0,33), akibatnya muncul berbagai macam tabel konversi. Untung saja sudah ada kesepakatan hasil koordinasi di Lombok 10 – 13 Desember 2013 dan saya yakin kesepakatan itu belum banyak yang tahu dan itupun tidak bisa dipakai sebagai acuan karena belum dituangkan dalam SURAT KEPUTUSAN.

Sebenarnya masih ada lagi nilai yang masih menjadi perdebatan, yaitu nilai 2,67 misalnya. Di permendikbud nomor 81A tahun 2013 tidak ada nilai 2,67 yang ada adalah nilai 2,66. Untuk nilai 2,67 itu muncul pada contoh LCK final yang dituangkan dalam suarat keputusan Keputusan Dirjen Dikmen No: 717/D/Kep/2013.

Sudah saatnya dirjen dikmen memberikan pedoman konversi nilai untuk jenjang sekolah menengah, sehingga menjadi seragam di seluruh Indonesia. bila tidak seragam tentu nilai 2,66 di sekolah A dan sekolah B tentu mempunyai kualitas yang berbeda bila menggunakan tabel konversi yang berbeda-beda.

Buku Pegangan Siswa dan Guru Kurikulum 2013 Edisi 2014 Untuk Jenjang SMP


Berikut ini saya saya sediakan link yang berisi Buku Pegangan Siswa dan Guru Kurikulum 2013 Edisi 2014 Untuk Jenjang SMP. Karena kurikulum 2013 baru berlangsung 2 tahun, maka Buku Pegangan Siswa dan Guru Kurikulum 2013 Edisi 2014 Untuk Jenjang SMP disini juga hanya berisi untuk jenjang SMP pada kelas 7 dan 8 saja.

Untuk mendownloadnya silahkan klik link yang saya sediakan dibawah ini. Semoga bermanfaat.
Buku Pegangan SMP Kelas 7 Edisi Revisi 2014
 Buku Pegangan SMP Kelas 8