aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Selasa, 06 Agustus 2013

Penggembosan Tentang Keagungan Jihad Qital

Tak jarang kita mendengar Hadits – Hadits Dha’if yang justru populer dan “RATINGNYA” naik disaat bulan suci ramadhan atau bila adanya panggilan Jihad, entah sengaja atau tidak, tapi kadang hadits seperti itu bisa mengembosi semangat Jihad para ikhwan..

Hadits ini misalnya, yang di gunakan oleh kaum yg seakan-akan menomor sekiankan Jihad Qital mereka ini (Kaum) yang menomor duakan jihad qital berargumen dengan hadits yang sangat masyhur.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda sewaktu pulang dari perang Tabuk,

“Kita telah kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar.” Mereka berkata, “Apakah jihad yang lebih besar itu?” Beliau menjawab, “Jihad hati.” (HR. Al-Baihaqi dalam Az-Zuhd (384) dan Al Khathib Al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad (Bab Al-Wawi/Dzikr Al-Asma` Al Mufradah) dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhuma. Al-Mizzi dalam Tahdzib Al-Kamal (biografi Ibrahim bin Abi Ablah Al-Adawi/210) dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq (biografi Ibrahim bin Abi Ablah); dari Ibrahim bin Abi Ablah.

Imam As-Suyuthi mengatakan, “Diriwayatkan Ad-Dailami, Al-Baihaqi dalam Az-Zuhd, dan Al-Khathib.”[Jami’ Al-Ahadits (15164)]

Dalam riwayat Al-Khathib disebutkan, bahwa ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat baru saja dari suatu peperangan, beliau bersabda kepada mereka,
“Kalian telah kembali ke tempat kedatangan terbaik, dari jihad yang lebih kecil menuju jihad yang lebih besar.” Para sahabat berkata,“Apakah jihad yang lebih besar itu? Nabi bersabda, “Jihad seorang hamba melawan hawa nafsunya.”

Derajat Hadits tersebut adalah Dha’if.

Al-Baihaqi berkata, “Hadits ini sanadnya lemah.”

As-Suyuthi menukil dari Ibnu Hajar, “Hadits ini sangat terkenal dan sering diucapkan. Ia adalah perkataan Ibrahim bin Abi Ablah dalam Al-Kunanya An-Nasa`i.”[Ad-Durar Al-Muntatsarah fi Al-Ahadits Al-Musytaharah (1/11)]

Al-Iraqi mendha’ifkan hadits ini dalam Takhrij Ahadits Al-Ihya` (2567).

Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak ada dasarnya dan tidak seorang pun ahli yang meriwayatkannya sebagai perkataan dan perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Bagaimanapun, jihad melawan kaum kafir adalah termasuk amalan yang terbesar dan paling utama.”[ Majmu’ Al-Fatawa: 11/197, dan Al-Furqan Baina Awliya` Ar-Rahman wa Awliya` Asy-Syaithan: 46]

Dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah (2460), Syaikh Al-Albani berkata, “Hadits mungkar.” Dan dalam Dha’if Al-Jami’ Ash-Shaghir (8510), Al-Albani mendha’ifkannya.


Strategi Musuh Islam

Cara lain yang ditempuh musuh-musuh Islam dari kaum kafirin dan munafikin untuk melemahkan semangat jihad adalah dengan menghembuskan syubhat adanya amal lain dalam Islam yang lebih agung dari jihad. Tujuannya, agar umat berpaling dari jihad dan meninggalkannya karena ada yang lebih besar pahala dan keutamaannya. Jihad qital (berperang) melawan orang kafir dan munafik dikategorikan sebagai jihad kecil. Ada jihad yang lebih besar yang harus mendapat perhatian, yaitu jihad Akbar. Dan maksud dari jihad akbar adalah jihad melawan hawa nafsu.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah dalam Majmu’ Fatawanya (Juz 11) mengingkari penamaan jihad qital (berperang) melawan orang kafir sebagai jihad kecil. Manurut beliau, jihad melawan orang kafir merupakan salah satu amal yang paling agung dalam Islam. Bahkan, jihad merupakan amal tathawu’ yang paling utama.

Beliau melandaskannya pada beberapa dalil dari Al-Qur’an dan hadits tentang keutamaan jihad :

Keutamaan Jihad

Firman Allah Ta’ala,
“Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai udzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya satu derajat di atas orang-orang yang duduk. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (QS. Al-Nisa’: 95)

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Taubah: 20-22)

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dan lainnya, dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku pernah berada di sisi mimbar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ada seorang laki-laki berkata, ‘Aku tidak peduli, aku tidak akan melakukan pekerjaan apapun sesudah (masuk) Islam kecuali memberi minum pada orang haji’. Lalu di jawab oleh yang lain, ‘Kalau aku tak peduli, aku tidak mengamalkan amalan apapaun setelah (masuk) Islam kecuali memakmurkan Masjidil Haram’. Lalu berkatalah Ali bin Abi Thalib, ‘Berjihad di jalan Allah lebih utama dari semua amal yang kalian katakan itu’,

Kemudian Umar bin Khattab melarang mereka, “Janganlah kalian berbicara keras di sisi mimbar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi jika sudah selesai shalat (Jum’at) saya akan menanyakannya. Maka bertanyalah Umar kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat ini –QS. Al-Taubah: 19-.”

“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang dzalim.” (QS. Al-Taubah: 19)

Dalam Shahihain lainnya, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bertanya, “Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling utama di sisi Allah ‘Azza wa Jalla?” Beliau menjawab, “Shalat tepat pada waktunya.” Aku bertanya, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Aku bertanya, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Berjhad di jalan Allah.” Dia berkata,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan semua itu kepadaku, dan kalau aku bertanya lagi pasti beliau menambahnya untukku.”

Masih dalam Shahihain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang amal yang paling utama? Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya.” Beliau ditanya lagi, “Lalu apa?” beliau menjawab, “Haji mabrur.”

Diriwayatkan juga dalam Shahihain bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Rasulullah, beritahukan kepadaku amal yang menyamai jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Engkau tak akan bisa melaksanakannya atau engkau tak akan kuat.” Dia berkata lagi, “Beritahukan aku tentangnya?” Beliau menjawab, “Apakah engkau mampu, jika seorang mujahid keluar berjihad, engkau berpuasa dan tidak berbuka, shalat dan tidak berhenti?”

Dan dalam Kutub Sunan, dari Mu’adz radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernahberkata kepadanya, “Maukah aku tunjukkan kepadamu akan pokok urusan, tiang dan puncaknya? Pokok urusan adalah Islam, tiangnya adalah jihad, sedangkan puncaknya adalah jihad fi sabilillah.”

Dalil-dalil tentang keutamaan jihad di atas disebutkan oleh Ibnu Taimiyah sesudah beliau mengomentari hadits yang menerangkan bahwa jihad terhadap orang kafir adalah jihad asghar (kecil). Beliau berkata, “Adapun hadits yang diriwayatkan oleh sebagian mereka bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda pada waktu Perak Tabuk,
“Kita pulang dari jihad kecil menuju jihad besar,” tidak ada dasarnya dan tidak seorang pun ahli ma’rifat yang meriwayatkannya sebagai perkataan dan perbuatan NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bagaimanapun, jihad melawan kaum kafir adalah termasuk amalan terbesar dan paling utama.” (Majmu’ Al-Fatawa 11/197, dan Al-Furqan Baina Awliya` Ar-Rahman wa Awliya` Asy-Syaithan: 46).

Pernyataan beliau ini, oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah Shahihah, seolah-olah menunjukkan bahwa beliau rahimahullaah mengingkari penamaan jihad (berperang melawan orang kafir) sebagai jihad asghar (jihad kecil).

Nampak dari lafadz hadits dhaif di atas bahwa yang dimaksud dari jihad kecil adalah jihad qital (perang) melawan orang-orang kafir pada perang Tabuk. Makna ini tertolak karena meremehkan kedudukan jihad fi sabilillah, merendahkan kemuliaannya dalam Islam dan perannya untuk membela eksistensi dan kemuliaan umat Islam ketika mendapat serangan musuh dan kezaliman penguasa tiran lagi sombong.

Nash-nash Al-Qur’an dan sunnah syarifah banyak menyebutkan tentang keutamaan jihad dan kedudukannya yang sangat mulia dalam Islam. Di antara dalil sudah disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam nukilan di atas. Karenanya tidak layak amal jihad yang sangat dimuliakan Islam disebut sebagai jihad kecil.

Na’udzubillah Tsumma Na’udzubillah min dzalik ...

Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan jihad sebagai puncak amal dalam Islam. Shalawat dan salam semoga terlimpah panglima Mujahidin, Nabi kita Muhammad besera keluarga dan para sahabatnya.

Sesungguhnya pada jihad terdapat masa depan umat Islam. Tanpanya, kaum muslimin terhinakan. Musuh-musuh Islam menyadari hal ini, karenanya mereka senantiasa berusaha mematikan semangat jihad dengan berbagai cara.
Wallahu ‘alam…

Pesona Masjid Cordoba Spanyol

Salah satu masjid yang paling terkenal dalam sejarah Islam adalah Masjid Cordoba di Spanyol. Masjid ini dulunya sebuah katedral bernama Visigoth St Vincent. Pertama kali diubah menjadi masjid pada 784 M di bawah kepemimpinan Abd ar-Rahman I.

Masjid terus mengalami renovasi saat pemerintahan Abd ar-Rahman II. Sementara, pada masa pemerintahan al-Hakam II, masjid diperbesar dan dibangun mihrab. Renovasi terakhir dilakukan pada masa al-Mansur Ibn Abi Amir 987 M yang membangun penghubung dengan istana.

Masjid Cordoba mempunyai tinggi menaranya 40 hasta di atas batang-batang kayu berukir dan ditopang oleh 1.293 tiang yang terbuat dari berbagai macam marmer bermotif papan catur. Di sisi selatan tampak 19 pintu berlapiskan perunggu dengan kreasi yang sangat menakjubkan. Di pintu tengahnya berlapiskan lempeng-lempeng emas. Panjang Masjid Cordoba dari utara ke selatan mencapai 175 meter dan lebarnya dari timur ke barat 134 meter. Sedangkan, tingginya mencapai 20 meter.

Aktivitas masjid digunakan juga untuk pengadilan syariah selain akitivitas ibadah. Masjid Agung Cordoba menjadi pusat keislaman di Andalusia selama tiga abad. Cordoba yang menjadi pusat pemerintahan Islam di Spanyol juga turut menjadikan masjid yang pernah bernama al-Jami ini menjadi pusat kegiatan pemerintahan dan aktivitas warga.

Keagungan masjid ini mencerminkan kemakmuran dan kesejahteraan negara tersebut. Cordoba pada saat itu menjadi pusat perdagangan, ilmu pengetahuan, dan ibu kota kekhalifahan Bani Umayyah.

Pada masa itu, sudah ada 170 wanita yang berprofesi sebagai penulis kitab suci Alquran dengan huruf Kufi yang indah. Di sisi masjid juga terdapat sekolah bagi anak-anak Muslim. Aktivitas di masjid begitu semarak. Tak heran, jika pada malam hari, masjid itu diterangi 4.700 buah lampu yang menghabiskan 11 ton minyak per tahun.

Setiap tahun perpustakaan Masjid Cordoba dikunjungi oleh lebih dari 400 ribu orang. Jumlah ini sangat jauh berbeda dengan kunjungan orang-orang di perpustakaan-perpustakaan Eropa yang hanya mencapai 1.000 orang per tahunnya.

Perpustakaan Masjid Cordoba tidak hanya dikunjungi oleh Muslim, tetapi juga non-Muslim. Salah satunya adalah pemimpin tertinggi agama Katolik, Paus Sylvester II. Selepas belajar matematika di Spanyol, dia kemudian mendirikan sekolah katedral dan mengajarkan aritmatika dan geometri kepada para muridnya.

Di antara ulama-ulama Muslim yang terkenal dan sempat belajar di sekolah Masjid Cordoba adalah Ibnu Rusyd, Ibnu Hazm, al-Qurthubi, Ibnu Bajjah, al-Ghafiqi, Ibnu Thufail, al-Idrisi, Ibnu Farnas, dan lainnya.

Setelah ditaklukkan oleh Raja Leon Alfonso VII yang beragama Nasrani, masjid ini berubah fungsi menjadi gereja. Pada awal abad ke-13, kekhalifahan Bani Umayyah tidak dapat mengatasi serbuan bangsa Eropa yang datang dari utara, Cordoba ditaklukkan. Masjid ini pun akhirnya dikuasai Nasrani. Beberapa tiang dihancurkan dan di dalam bangunan masjid didirikan katedral yang diberi nama Cathedral Mezquita (Katedral Masjid).

Keruntuhan Cordoba itu tidak saja diratapi oleh umat Islam, tetapi juga seorang penulis Kristen, Stanley Lane Poole, dalam bukunya The Mohammadan Dynasties mengaku betapa mundurnya peradaban Spanyol setelah runtuhnya kerajaan Islam Cordoba.

Masjid Cordoba yang gagah itu hingga saat ini masih berdiri di tenggara Kota Madrid. Ia berdiri di kaki bukit Siera de Montena memperlihatkan kepada dunia akan saksi kemasyhuran peradaban Islam di bumi Spanyol.

Reff 

Machiavelli Ternyata Sempat "Nyantri" di Spanyol Islam

Saat Barat dirundung masa kegelapan (dark ages), dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan (golden ages). Doktrin gereja mengungkung nyaris sebagian kawasan Eropa, sementara dunia Islam membuka diri terhadap sains. Pun, demikian di bidang politik. 

Dunia mengenal betul nama Niccolo Machiavelli, seorang filsuf dan politikus asal Italia. Dia dikagumi lantaran kiprahnya sebagai pencetus politik modern di Eropa.

Dialah yang melepaskan Eropa dari belenggu kediktatoran politik di zaman kegelapan menuju realisme politik di zaman pencerahan. Dialah yang mendobrak kebodohan masyarakat Barat menuju era revolusi dan kebangkitan Barat, renaissance.

Namun, siapa sangka, Machiavelli ternyata pernah pergi ke Andalusia untuk menjadi "santri". Di negeri yang saat itu dikuasai kekhalifahan Umayyah tersebut, ia mempelajari bahasa Arab, kemudian mempelajari politik Islam. Ia mempelajari kitab Muqaddimah, sebuah magnum opus sang maestro politik Islam asal Maroko, Ibnu Khaldun.

Dalam mahakaryanya bertajuk Il Prince (The Prince), Machiavelli banyak mengutip pendapat Ibnu Khaldun. Manuskrip karyanya ini disimpan di Universitas Sorbone, Prancis, tapi perpustakan Alexandria Mesir memiliki duplikatnya dengan isi yang masih sama persis. Berbahasa latin Italia, Il Prince memiliki kutipan-kutipan huruf hijaiah Arab alifIbnu dan khauntuk Khaldun.

Temuan ini diungkap oleh Direktur Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia Dr Abdul Muta'ali MA MIP dalam penelitiannya. Dia menyarikan pemikiran politik Machiavelli dan Ibnu Khaldun, lalu membandingkan antara keduanya.

Si penulis menemukan banyaknya pengaruh Ibnu Khaldun pada pemikiran Machiavelli. Konsep negara kuat, demikian persamaan pemikiran dua ilmuan politik tersebut.

Baik Ibnu Kholdun maupun Niccolo Machiavelli, memiliki empat konsep pokok yang dibutuhkan untuk membangun negara kuat, yakni peran agama, pemimpin yang kuat, angkatan perang, dan ekspansi militer.

Meski rincian konsepnya berbeda, keduanya memiliki rumusan tujuan yang sama, yakni empat konsep tersebut yang mampu melahirkan negara kuat.
Reff

Salman al-Farisi ... Kisah Perjalanan Panjang Mencari Kebenaran

Seorang pemuda tengah mengitari api. Ia menjaganya setiap waktu sepanjang hari agar api itu tak padam. Ia merupakan putra sang kepala daerah Ishafan, sebuah kawasan di Persia.

Bagi masyarakat setempat, petugas penjaga api ibarat budak Tuhan karena mereka merupakan umat Majusi, para penyembah api.

Sang kepala daerah pun sangat mencintai anaknya hingga menugaskannya peran yang dianggap mulia tersebut. Pemuda itu juga merupakan putra kesayangannya hingga tak diizinkan keluar rumah, apalagi pergi jauh dari perapian.

Suatu hari, sang ayah didera kesibukan yang sangat. Sebagai pemimpin daerah sekaligus petani, ayah si pemuda tak sempat mengurus lahannya. Maka ditugaskanlah si pemuda untuk mengurus lahan.

Si pemuda pun menurut dan kemudian segera menuju lahan. Inilah kali pertama ia keluar rumah. Di tengah perjalanan, ia melewati sebuah gereja Nasrani yang tengah menjalankan ritual ibadah. Ia tertarik, memasukinya, kemudian terkagum dengan ajaran Nabi Isa yang disampaikan sang imam gereja.

Ia pun kemudian bertanya pada gerejawan, "Dari mana asal usul agama ini?" Mereka pun menjawab, "Dari Syam (sekarang kawasan Suriah, Palestina, dan Yordania)". Sang pemuda pun penasaran, "Jika rombongan dari Syam beragama Nasrani datang ke sini untuk berdagang, dapatkah kalian mengabarkanku?" pinta si pemuda yang kemudian disambut suka cita oleh mereka. Si pemuda pun kemudian menghabiskan waktu di gereja itu hingga senja. Tugas mengurus lahan terlupakan begitu saja.

Saat pulang, ayahnya pun nampak khawatir. Ia sempat mengutus seseorang untuk mencari putranya yang tak ditemui di lahan. Sang pemuda pun mencoba mengabarkan agama yang baru ia dapatkan ilmunya. "Ayah, aku melewati suatu kaum yang tengah beribadah di gereja. Aku kemudian kagum dengan ajaran agama mereka. Aku tidak beranjak dari tempat itu hingga Matahari terbenam," ujarnya.

Mendengarnya, sang ayah langsung geram. Melihat kebulatan tekad anaknya pada agama Nasrani, sang ayah pun kemudian memenjarakannya di rumahnya. Kakinya dirantai agar tak dapat pergi ke mana-mana.

Hingga sekian lama, si pemuda kemudian mendapat kabar bahwa rombongan dari Syam datang. Mereka bahkan telah menyelesaikan urusan dagang dan akan segera kembali pulang ke Syam. Si pemuda pun kemudian bergegas melepaskan rantai besi yang mengikat kakinya selama ini. Ia pun pergi menemui rombongan tersebut dan ikut menempuh perjalanan bersama mereka.

Setiba di Syam, ia mencari ahli agama yang menjadi tuntunan warga. Ia pun ditunjukkan kepada seorang uskup di sebuah gereja. Sang pemuda pun bermaksud mengabdikan diri di sana; menuntut ilmu dan menjadi hamba Allah yang taat. "Aku sangat mencintai agama ini. Bolehkah saya tinggal bersama Anda agar saya dapat belajar dan sembahyang bersama? Aku akan membantumu mengurus gereja," pinta si pemuda. Sang uskup pun mempersilakannya.

Setelah si uskup meninggal, berangkatlah pemuda itu ke Irak. Ia pun segera menemui Fulan yang disebut dalam wasiat uskup sebelum meninggal. Si pemuda kemudian hidup bersama Fulan. Tak berapa lama, Fulan meninggal dunia. Dia berwasiat agar si pemuda menemui seorang di Kota Nashibin (Aljazair). Singkat cerita, si pemuda berangkat ke kota tersebut dan akhirnya tinggal bersama orang yang dimaksud.

Di sana, ia bekerja hingga memiliki beberapa ternak sapi dan kambing. Namun, takdir Allah kembali mengujinya. Orang saleh itu meninggal dunia. Dia berwasiat, "Aku tak mengenal seorang pun yang masih memiliki keyakinan ini. Namun, telah dekat waktu kemunculan nabi terakhir. Dia akan membawa ajaran Nabi Ibrahim yang hanif. Nabi itu akan muncul di tanah Arab, kemudian akan hijrah ke tempat di antara dua bukit yang banyak tumbuh pohon kurma.

Nabi itu memiliki tanda yang nampak terang. Ia menerima hadiah, namun enggan menerima sedekah. Di bahunya juga terdapat tanda kenabian yang berbentuk seperti cincin. Demikian cirinya dan ciri daerah itu. Jika kau mampu, maka berangkatlah dan carilah ia."

Si pemuda pun bertekad akan ke tanah Arab menemui sang nabi. Di tengah jalan, dia bertemu rombongan pedagang Arab yang akhirnya menjual dirinya sebagai budak. Dia akhirnya dibeli oleh seseorang dari Bani Quraidzah asal Madinah dan dibawa ke sana.

Hingga kemudian tibalah saat hijrah nabi. Warga Madinah diliputi kabar kedatangan Rasulullah. Namun, saat itu Rasulullah masih berada di Quba. Tak sabar menunggu, si pemuda pergi ke Quba setelah pekerjaannya selesai. Namun, ia ingin memastikan ciri nabi seperti yang diwasiatkan seorang saleh di Romawi. Semua ciri tersebut akhirnya terbukti.

Ia yang tak layak lagi disebut pemuda segera tersungkur di hadapan Rasulullah, tak kuasa menahan air mata. Ia telah menghabiskan banyak usia untuk mencari kebenaran, hingga bertemu Rasulullah adalah cita-cita terakhirnya. Setelah bertemu, maka keharuan begitu terasa di hati sang pemuda. Ia seakan bertemu seseorang yang seumur hidup ia rindukan. Ia pun memeluk Rasulullah. Nabiyullah dengan lemah lembut pun memintanya menceritakan keadaannya. Si pemuda pun mengisahkan perjalanan panjangnya itu. Para sahabat yang juga ikut mendengarnya merasa takjub dan terharu.

Si pemuda ini merupakan salah seorang sahabat Rasul yang terkenal, yaitu Salman al-Farisi. Kisah tersebut dikabarkan oleh Ibnu Abbas, riwayat Imam Ahmad, ath-Thabrani, Ibnu Sa'ad, dan al-Baihaqi.

Status budaknya dibebaskan dengan bantuan Rasulullah dan para sahabat. Ia tak pernah luput dalam pasukan Muslimin. Kiprahnya yang terkenal di antaranya saat Perang Khandak. Ide penggalian parit merupakan usulan Salman.
Reff

Ini Adalah Sungai "Surga" di Dunia

Berapa banyakkah jumlah sungai di dunia ini? Mungkin ribuan atau bahkan mungkin jutaan. Ada yang besar, ada pula yang kecil. Ada yang panjang, tak sedikit pula yang pendek saja. Dari sekian banyak sungai itu, hanya empat sungai yang dipuji sedemikian tinggi oleh Rasulullah SAW. Beliau menyebutnya sebagai sungai surga. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Seihan, Jeihan, Nil, dan Eufrat, semuanya adalah sungai-sungai surga.’’ (HR Muslim)

Keempat sungai itu tentu memiliki keistimewaan sehingga disebutkan secara khusus oleh Rasulullah SAW dalam suatu sabdanya. Setidaknya, berkat sungai-sungai itu, negaranegara Arab dan Timur Tengah yang umumnya gersang menjadi subur. Pada masa lalu, kawasan di sekitar sungai-sungai itu juga tumbuh menjadi pusat-pusat peradaban. ¦

Sungai Seihan
Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas al-Hadith al-Nabawi, Seihan merupakan sungai besar di wilayah Syam (sekarang Yordania), tepatnya di daerah al-Mushaisah. Sungai ini mengalir dari anak bukit Anadolu di pegunungan Ante Toros, melewati Adana, dan bermuara di Laut tengah, di timur laut Teluk Iskandarun.

Sumber lain, yakni Wikipedia, menyebut Sungai Seihan atau Sihun adalah sungai terpanjang di Turki yang mengalirkan air hingga Laut Tengah. Sungai itu membentang sepanjang 560 km dari hulunya di Pegunungan Tahtali.

Sungai Seihan mengalir ke Kota Adana. Di kota ini lah, Seihan tampil cantik dengan Jembatan Batu (dibangun pada abad ke-4 M) yang membentang di atasnya. Di Adana pula, aliran Sungai Seihan dibendung menjadi sebuah dam yang berfungsi untuk irigasi, tenaga listrik, dan pengendali banjir.

Sungai Nil
Sungai Nil yang membentang di Benua Afrika merupakan sungai terpanjang di dunia. Panjang alirannya mencapai 6.650 km dan membelah tak kurang dari sembilan negara, yaitu Ethiopia, Zaire, Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda, Burundi, Sudan, dan Mesir.

Bersumber dari mata air di pegunungan Kilimanjaro, Afrika Timur, sungai ini mengalir dari arah selatan ke utara bermuara di Laut Tengah. Setiap tahun, Nil selalu banjir. Luapan air itu menggenangi daerah di kiri kanan sungai, sehingga menjadi lembah yang subur selebar antara 15 sampai 50 kilometer. Nah, kawasan-kawasan subur inilah yang memungkinkan penduduk Mesir mengembangkan pertanian dan peradaban di kawasan tepian Sungai Nil sejak ribuan tahun silam.

Sungai Eufrat
Sungai Eufrat (dalam bahasa Arab dikenal dengan nama al-Furat atau air paling segar) adalah sungai besar yang bersama-sama dengan Sungai Tigris menjadi ciri khas peradaban Mesopotamia. Sungai Eufrat bermata air di Anatolia, Turki, dan bermuara di Teluk Persia. Sungai ini membentang sepanjang lebih kurang 2.781 km dan melewati tiga negara, yakni Turki, Suriah, dan Irak.

Di masa lalu, kebanyakan kota purba penting terletak di tebing sungai ini, seperti Kota Mari, Sippar, Nippur, Shuruppak, Uruk, dan Eridu. Lembah sungai ini juga membentuk pusat imperium Babilonia dan Assyria. Pertempuran Karbala pun terjadi di tepi sungai ini.
Reff

Kisah Penghuni Surga Terakhir

Adalah Rasulullah pernah mengisahkan perihal ghaib di akhirat kelak. Tertawa sekaligus menangis ketika mendengar salah satu kisah akhirat, yakni kisah tentang penghuni surga terakhir. Kasih sayang dan rahmat Allah yang luas nampak dalam hikmah kisah berikut.

Terdapat seorang yang berada di neraka. Ia terus berusaha melewati dahsyatnya panas api neraka. Terkadang ia mampu berjalan kaki, namun sesekali tertjatuh telungkup, seringkali hangus dibakar api neraka. Jatuh bangun ia berusaha melewati siksaan demi siksaan. Acap kali berhasil selangkah, ia mengharap bantuan Allah.

Dengan tertatih dan dalam waktu yang lama, ia pun berhasil meninggalkan neraka. Segera ia berseru, "Segala puji Allah yang menyelamatkanku darimu, hai neraka!" Tentu saja, dia bersyukur, karena tak ada yang mampu melewati neraka kecuali dia.

Namun keluar dari neraka bukan akhir dari penderitaan atas hukuman dampak bermaksiat di dunia. Ia masih merasakan panas yang sangat dan begitu kehausan. Ia pun melihat sekeliling dan tertuju pada sebuah pohon. Namun jaraknya sangat jauh. Ia pun meminta kepada Allah agar mendekatkannya, "Ya Allah, mohon dekatkan aku ke pohon itu. Aku ingin berteduh dibawahnya dan meminum airnya," pinta orang itu.

Allah pun bertanya padanya, "Wahai cucu Adam, jika aku dekatkan kau ke pohon itu, apa kau akan meminta hal lain lagi kepadaKu?" Orang itu pun segera menjawab, "Tidak wahai Rabbku, aku berjanji tidak akan meminta hal lain," ujarnya yang tak sabar menikmati keteduhan dibawah pohon setelah sekian lama dihukum di neraka. Saat itu, pohon yang dihadapan matanya sangat menggiurkan. Allah pun mengabulkan permintaannya. Ia pun berada di bawah pohon itu, kemudian segera meminum air darinya.

Namun setelah itu, ia kembali melihat sebatang pohon. Namun pohon yang diliatnya lebih rindang dan lebih indah dari pohon pertama yang ia telah berteduh dibawahnya. Melihatnya, lupa sudah janjinya. Ia kembali meminta pertolongan Allah agar didekatkan pada pohon kedua itu. "Wahai Allah, mohon dekatkan aku ke pohon itu. Aku ingin berteduh dibawahnya dan meminum airnya. AKu tidak akan meminta hal lain lagi," pintanya.

Allah pun berfirman, "Hai cucu Adam, bukankah kau telah berjanji tak akan meminta hal lain?"

Orang itu pun menjawab, "Iya, benar ya Allah, tapi kali ini saja... Aku benar-benar tak akan meminta hal lain lagi," pintanya, merengek.

Allah pun memaklumi dan dengan kasih sayangNya, Allah mendekatkan orang itu ke pohon kedua. Orang itu pun dapat berteduh di pohon yang jauh lebih indah dan rindang dari pohon pertama itu.

Namun ternyata, pohon kedua itu berada dekat dengan pintu surga. Setiba di pohon tersebut, ia mendengar suara penghuni surga yang diliputi kebahagiaan. Apa daya, ia tak kuasa ingin memasukinya. Lagi, ia melanggar janjinya dengan Allah. Ia kembali meminta kepada Allah, ia ingin agar Allah memasukkannya ke dalam surga.

"Ya Allah ya Rabb, Masukkanlah aku kesana," pintanya, menunjuk pada surga yang kenikmatannya tak pernah terbayang oleh manusia di bumi.

Allah Ta'ala pun kembali berkata, "Hai cucu Adam! Hal apa yang membuatmu puas, apakah kau ingin Aku berikan dunia dan segala isinya?"

Orang itu pun menjawab, "Ya Tuhanku, apakah Kau tengah mengejekku... Tentu saja Kaulah Tuhan pemilik alam semesta," ujarnya.

Allah pun tertawa seraya berfirman, "Aku tidak mengejekmu, tapi Aku Maha kuasa mewujudkan apa yang kau inginkan"

Maka dimasukkanlah orang itu ke dalam surga dengan rahmat dan kasih sayangNya. Ia pun berkumpul dengan hamba Allah yang lain yang tak pernah menyekutukanNya. Dia punmenjadi orang terakhir yang masuk surga, sang penghuni surga terakhir.

Kisah tersebut dikabarkan oleh Rasulullah dalam haditsnya yang diriwayatkan Imam Muslim dari shahabat Abdullah bin Mas’ud. Dalam riwayat tersebut juga disebutkan bahwa Ibnu Mas'ud tertawa saat menceritakannya pada sahabat Rasulullah yang lain. Beliau tertawa saat mengisahkan bagian si penghuni surga terakhir menginginkan surga.

Saat bagian si penghuni surga terakhir berkata kepada Allah, "Ya Tuhanku, apakah Kau tengah mengejekku... Tentu saja Kaulah Tuhan pemilik alam semesta," Ibnu Mas'ud pun tertawa. Ia berkata kepada orang-orang yang mendengar kisah itu, "Apa kalian ingin bertanya kenapa aku tertawa?" Para sahabat lain pun menjawab, "Iya, mengapa kau tertawa?"

Ibnu Mas'ud pun menjawab, "Karena aku melihat Rasulullah tertawa (saat mengisahkan hal sama). (Saat mendengar kisah itu dari Rasulullah), aku pun bertanya kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, mengapa Anda tertawa?" Beliau pun menjawab, "Karena Tuhanku, Tuhan seluruh alam, juga tertawa," sabda Rasulullah.

Demikian kisah sang penghuni surga terakhir yang diriwayatkan dari hadits Rasulullah. Banyak hikmah yang dapat kita petik, terutama tentang sifat Rahman dan Rahim Allah Ta'ala. Allah maha pemurah lagi maha penyayang, serta Maha pengampun.

Allah Al-Ghofur berfirman, “Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang," Qur'an surat Az-Zumar ayat 53. Oleh karena itu, mari berlomba meraih rahmat dan ampunanNya yang Maha Luas.
Reff

Peradaban Dunia Berpadu di Marmara

“If the world were a single state, Istanbul would have been its capital”. Sepatah kalimat dari Napoleon Bonaparte ini telah cukup untuk menggambarkan betapa menarik dan penting Kota Istanbul.

Kota di Turki ini memang sarat nilai sejarah, budaya, hingga peradaban. Bukan hanya satu bangsa, melainkan beragam bangsa pernah menorehkan peradaban di sana.

Bagi Muslimin yang pernah melancong ke Istanbul, pasti mengakui keindahan kota di negara Turki tersebut. Bangunan artistik sarat nilai sejarah banyak berdiri di kota yang menghubungkan Eropa dan Asia tersebut. Perpaduan seni antara Eropa, Timur Tengah, dan Asia membuat Istanbul memiliki keindahan yang unik.

Kota Istanbul terletak di wilayah Marmara, termasuk bagian Benua Eropa, tepatnya di perbatasan antara Eropa dan Asia. Posisi ini menjadikan Istanbul sebagai pintu gerbang Asia menuju Eropa atau sebaliknya.

Selain itu, kota itu berada di antara Selat Bosporus, Laut Marmara, dan Tanjung Emas (Golden Horn), tiga perairan yang membuat kota ini begitu hidup dan indah.

Istanbul dahulu bernama Konstantinopel (Constantinople) yang dibangun oleh suku bangsa Negaria pada 650 SM. Pada 330 M Kaisar Konstantin I mengganti namanya menjadi Roma Nova.

Kemudian diganti lagi menjadi Konstantinopel. Pada 1922, yakni ketika dihapusnya kesultanan Turki Usmani, nama Konstantinopel diganti dengan Istanbul.

Pembukaan Konstantinopel atau Istanbul oleh Muslimin mengalami proses yang panjang dan berat. Namun, pembukaan kota tersebut tak sia-sia adanya.

Kegemilangan Turki dimulai pascapembukaan Konstantinopel. Beragam ilmu pengetahuan, seni, dan kebudayaan dikembangkan. Maka, lahirlah budaya Islam dengan gaya baru, yakni akulturasi dari beragam bangsa.

Bangsa Turki yang mengambil alih kekuasaan Islam dari tangan bangsa Arab, kemudian meneruskan catatan sejarah perjuangan dan kepemimpinan Islam.

Budaya pun semakin berwarna dengan datangnya bangsa dari Asia Tengah tersebut. Budaya Turki ikut andil dalam perkembangan arsitektur Islam.

Pada masa Turki Usmani arsitektur pun berkembang pesat. Pertumbuhan arsitektur Islam yang dimulai sejak masa Bani Umayyah mulai maju pesat pada masa Turki Usmani.

Dengan dibukanya Konstantinopel, perkembangan arsitektur dipengaruhi masa kekuasaan sebelumya, yakni Romawi Timur (Bizantium). Gaya arsitektur Bizantium inilah yang memiliki andil besar dalam perkembangan arsitektur masa itu.

Karya arsitektur pertama yang mendasari berkembangnya gaya arsitektur Bizantium ke dalam arsitektur Islam ialah Aya Sofya (Hagia Sophia).

Aya Sofya dibangun pada masa Bizantium dengan gaya kental arsitektur mereka. Ketika pembukaan Islam oleh Sultan Turki Usmani, Muhammad Al Fatih, gereja ini pun diubahnya menjadi sebuah masjid.

Sejak saat itu, arsitektur yang dibangun di Turki mengikuti gaya Aya Sofyayang saat ini berfungsi sebagai museum.

Selain Aya Sofya, banyak bangunan berasitektur indah lain yang berdiri megah di sana. Monumen di Istanbul yang paling megah dikelompokkan di semenanjung bersejarah, bagian tringular daratan yang dikelilingi Laut Marmara di barat dan selatan, Golden Horn di utara, dan tembok kota ke timur.

Di tempat inilah Megarian menetap dan Septimus Severus yang sebagian besar bertanggung jawab atas penyelesaian pra-Bizantium memberi perhatian khusus terhadap area ini.

Adapun pusat tanah yang merupakan inti dari Istanbul adalah daerah yang kita ketahui hari ini sebagai Sultanahmet Square.

Arsitektur Bizantium dan Turki Usmani yang paling menonjol dapat dilihat dari tempat tersebut. Beberapa bangunan tersebut, yakni Masjid Sultan Mehmet, Masjid Sulayman, Topkapi Place, Aya Sofya, dan sebagainya. Perpaduan kebudayaan dapat dilihat dari bangunan-bangunan indah yang saat ini masih dilestarikan tersebut.

Turki modern

Setiap kerajaan yang pernah tumbuh dan berkembang, terdapat suatu masa pada puncak kejayaan dan terdapat pula masa pada jurang kemunduran.

Menurut Norton JD dalam The Turks and Islam, antara 1451 dan 1566 Kekaisaran Turki Usmani mencapai kegemilangan terbesar di bawah tiga sultan berurutan: Muhammad II, Salim I, dan Sülayman I (di Barat dikenal sebagai Süleyman the Magnificent).

Pascaberakhirnya pemerintahan Sultan Sülayman I, Turki Usmani telah menandakan masa kemunduran.


Pascakekalahan pada Perang Dunia I tahun 1918, sekutu menguasai Turki dan membagi-bagi wilayah kekuasaannya.

Turki Usmani diambang keruntuhan, pihak Inggris merajalela, Sultan pun tidak lagi berfungsi. Hal ini menumbuhkan tekad Turki Muda utuk menyelamatkan negara. Maka, dibentuklah suatu gerakan nasionalis yang dipimpin Mustafa Kemal Atatürk. Revolusi Turki pun dimulai.

Selain itu, Mahayudin Yahya dan Ahmad Jelani Halimi dalam Sejarah Islam menyebutkan, akibat terpicu setelah penolakan perjanjian Sevres yang menyatakan wilayah Turki diserahkan kepada Yunani, gerakan Turki Muda ialah mengadakan Majelis Kebangsaan di Ankara pada 23 April 1920.

Mustafa Kemal dilantik menjadi presiden dan ketua Majelis Kebangsaan dan Majelis Menteri-Menteri. Seterusnya, mereka mendirikan negara sendiri yang berpusat di Ankara. Tentara Mustafa pun berhasil menghalau serangan Yunani.

Pada 24 Juli 1923 dibuat perjanjian di Lausanne yang memutuskan Yunani untuk mengembalikan wilayah Asia Kecil dan Istanbul serta kawasan timur Thracia.

Maka, pada 29 Oktober 1923 Majelis Kebangsaan Turki segera memproklamasikan sebuah negara republik dan melantik Mustafa Kemal Atatürk sebagai presiden pertama. Sistem kekhalifahan resmi dihapus pada 13 Mei 1924.

Sang bapak Turki, Atatürk, pun menyulap negara Islam itu menjadi negara republik. Islam tak lagi menjadi landasan negara dan ia menggantinya dengan paham sekuler. Bahasa Arab tak lagi menjadi bahasa resmi.

Atatürk menciptakan bahasa baru yang digunakan secara nasional, bahasa Turki. Ia melakukan reformasi agama dan modernisasi Turki dengan lebih dekat pada budaya Eropa. Setiap sendi kehidupan publik diatur untuk lepas dari agama. Sistem inilah yang terus dianut negara Turki hingga kini.

12 KEUTAMAAN KOTA SUCI MAKKAH AL MUKARROMAH


1. Kota Makkah dan Madinah adalah Dua Kota yang Tidak Akan Dimasuki Dajjal.
Sebagaimana disebutkan dalam Hadits: “Tidak ada satu negeri pun yang akan dimasuki Dajjal, kecuali Makkah dan Madinah. Dia tidak mendapati celah/jalan masuk, kecuali padanya ada malaikat yang berbaris menjaganya.”(HR Bukhari)

2. Amal Baik dan Buruk Dilipat-gandakan di Kota Makkah

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir, dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih.” (QS. al-Hajj [22]: 25). 

3. Rumah Pertama yang Dibangun di Bumi
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS Ali-Imran [3]: 96).

Wahai Rasulullah, masjid apakah yang paling pertama kali dibangun di bumi?” Beliau menjawab, ”Al-Masjid al-Haram.” Saya bertanya lagi, ”Kemudian apa?” beliau menjawab, ”Al-Masjid al-Aqsha.” Saya bertanya, ”Berapa lama selang waktu di antara keduanya?” beliau menjawab, ”40 tahun. Dimana saja shalat menjumpai kamu maka shalatlah karena itu adalah masjid.” (HR Bukhari)

4. Shalat di Masjidil Haram Lebih Utama 100 Ribu Kali 
“Shalat di Masjidil Haram lebih utama 100 ribu kali shalat yang dilakukan di masjid-masjid lainnya.” (HR Ibnu Majah)

5. Tempat yang Lebih Utama Dikunjungi 

“Janganlah suatu perjalanan (rihal) diadakan, kecuali ke salah satu dari tiga masjid berikut: Masjidil Haram, Masjid al-Aqsha, dan masjidku (Masjid Nabawi).” (HR Bukhari)

Hadits Nabi di atas, menyatakan keutamaan dan nilai lebih ketiga masjid tersebut daripada masjid yang lain. Hal tersebut dikarenakan, ketiganya merupakan masjid para nabi ‘alaihimus salam. Masjidil Haram merupakan kiblat kaum muslimin dan tujuan berhaji, sedangkan Masjidil Aqsha adalah kiblat kaum terdahulu, adapun Masjid Nabawi merupakan masjid yang terbangun di atas pondasi ketakwaan (QS al-Fath: 3/64).

Oleh karena itu, kaum muslimin disyari’atkan untuk melakukan safar menuju ketiga tempat tersebut dan mereka dilarang untuk melakukan safar ke tempat lain dalam rangka melakukan peribadatan, meskipun tempat itu adalah masjid.

6. Kota yang Disumpahi Allah Swt 

“Demi buah tin dan zaitun dan demi bukit Sinai dan demi kota (Makkah) ini yang aman.” (QS at-Tin [95]: 1-2). 

7. Kota yang Menjadi Saksi Dimulainya Peristiwa Isra’ Mi’raj

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al- Isra [17]: 1). 

8. Pernyataan Rasulullah dalam sebuah Hadits tentang Kekhususan kota Makkah
“Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah sebaik-baik bumi Allah Swt, dan bumi yang paling Allah sayangi. Kalaulah bukan karena dipaksa keluar, maka aku tidak akan meninggalkan engkau.” (HR At Tirmidzi). 

9. Kota yang Didoakan Nabi Ibrahim As, Seperti Termaktub dalam Alquran dan Al-Hadits
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.

Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah –mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim [14]: 35-37).


Dalam hadits disebutkan:
“Sesungguhnya Ibrahim meng-Haram-kan kota Makkah dan mendoakan untuk penghuninya. Dan aku mengHarāmkan kota Madinah sebagaimana Ibrahim meng-Haram-kan kota Makkah, dan aku mendoakan untuk sha’ dan mud-nya seperti yang didoakan Ibrahim untuk penghuni Makkah.” (HR Muslim) 

10. Kota yang Damai, Dilarang Berperang dan Membawa Masuk Senjata ke Kota Makkah
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: "Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Harām, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.” (QS. al-Baqarah [2]: 191).

Rasulullah Saw menjelaskan dilarang membawa senjata ke kota Makkah, seperti sabdanya: “Tidak halal bagi kalian untuk mengangkat senjata di Makkah.” (HR Muslim).

11. Kota yang Dilindungi Allah dari Kerusakan dan Kepunahan Populasinya

Sebagaimana disabdakan Rasulullah tentang Harāmnya berburu saat berihram:

“Sesungguhnya tanah ini telah di-Haram-kan oleh Allah, maka tidak boleh ditebang tumbuhannya, tidak boleh diburu hewan buruannya, dan tidak boleh dipungut satupun barang yang hilang padanya, kecuali orang yang mencari pemiliknya.” (HR Bukhari).

Ketika Allah menundukkan kota Makkah untuk Rasulullah Saw, beliau berdiri di tengah orang-orang, lalu memuji Allah dan menyanjung-Nya, kemudian bersabda: “Sesungguhnya Allah telah melindungi kota Makkah dari pasukan gajah dan menguasakannya kepada Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan sesungguhnya kota ini tidak halal bagi seorang pun sebelumku, ia hanya dihalalkan bagiku sebentar pada waktu siang, dan tidak dihalalkan bagi seorang pun setelahku. Oleh karena itu, binatang buruan yang ada di dalamnya tidak boleh dikejar, duri pohon yang tumbuh di dalamnya tidak boleh dipatahkan, benda-benda yang jatuh tidak boleh diambil, kecuali bagi orang yang mengumumkannya; dan barangsiapa terbunuh, maka keluarganya boleh memilih yang terbaik antara dua perkara (denda atau qishash).” Lalu Abbas berkata: kecuali tumbuhan idkhir, wahai Rasulullah. Sebab kami menggunakannya di kuburan dan rumah kami. Beliau bersabda: “Kecuali tumbuhan idkhir. (HR Bukhari).

12. Bumi Allah yang Paling Allah Sayangi
“Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah sebaik-baik bumi Allah Swt, dan bumi yang paling Allah sayangi. Kalaulah bukan karena dipaksa keluar, maka aku tidak akan meninggalkan engkau.” ( HR At Tirmidzi)
Reff 

Aleksandria Permata Mediterania

Kota itu merupakan salah satu dari tujuh keajaiban kuno. Aleksander Agung dari Makedonia mendirikan kota ini pada 331 SM di sebelah barat Delta Sungai Nil. Dia menjadikan kota tersebut menyandang nama kaisar penakluk Persia dan penjelajah Asia, Aleksandria.

Kota pelabuhan yang terletak di utara Benua Afrika ini pernah memiliki perpustakaan terkenal yang dibangun tiga abad terakhir SM. Diodorus Siculus pada abad pertama SM menggambarkan Aleksandria sebagai “kota pertama di dunia yang beradab”.

Dengan kekayaan khazanahnya, Aleksandria turut membesarkan para filsuf Yunani, seperti Euklides, Ptolemeus, dan Eratosthenes. Setiap yang hidup di kota ini, seperti Mark Anthoni, Cleopatra, Julius Caesar, ahli matematika Hypatia, memberi kontribusi terhadap pembangunan Aleksandria menjadi sebuah kota metropolis lengkap dengan istana megah, kuil, dan bangunan publik yang dihiasi dengan paduan kemewahan Eropa, Afrika, dan Timur. Walau didirikan di Mesir, Aleksandria merupakan kota kosmopolitan yang membawa kultur Yunani-Romawi.

Ahli geografi Yunani Strabo mengunjungi Aleksandria sekitar tahun 20 SM. Dia menyebut, Aleksandria sebagai kota yang penuh dengan gedung-gedung megah dan sakral. Strabo menambahkan, Aleksandria adalah kota terbesar dan satu-satunya kota di Mesir yang ramai dengan perdagangan lautnya karena kondisi pelabuhan yang dikelola dengan baik. “Tidak hanya itu, di kota ini perdagangan lewat darat pun juga berjalan lancar karena Sungai Nil yang mengalir menjadi penghubung,” tulisnya.

Akhirnya, Aleksandria ditaklukkan oleh pasukan Muslim di bawah pimpinan Amr Ibn al-Ash pada 641 M yang mengakhiri era Greco-Roman. Tidak hanya menguasai Aleksandria, Islam juga menguasai kota-kota pelabuhan lainnya di Mediterania. Dalam waktu 80 tahun sejak kematian Nabi Muhammad, tulisan sejarawan Belgia abad pertengahan, Henri Pirenne, Islam mulai merambah Turkistan hingga Samudera Atlantik dan kemudian menggantikan Kristen yang pernah menguasai pantai Mediterania. “Tiga perempat dari pesisir laut Aleksandria yang merupakan pusat dari budaya Romawi sekarang menjadi milik Islam,” tulisnya.

Karena posisinya yang rentan terhadap serangan armada Bizantium, khalifah Umar bin Khattab memerintahkan Amr agar memindahkan pusat kekuasaan dari Aleksandria ke daerah yang lebih terlindungi. Fustat yang terletak sekitar 225 kilometer sebelah tenggara pusat kekuasaan Mesir dipilih sebagai ibu kota baru.

Berdampingan dengan aliran Sungai Nil, Fustat berkembang menjadi pusat perdagangan baru dan Aleksandria berubah menjadi kota pesisir pedalaman di Mediterania. Dalam beberapa ratus tahun kemudian, Fustat menjadi kota terkaya di dunia. Ini ditulis ahli geografi Persia al-Qazwini. Komoditas perdagangan yang melewati Laut Merah dan Samudera Hindia pasti melewati kota ini.

Di bawah Dinasti Fatimiyah (969 M-1171 M), pasar di Kota Fustat penuh dengan barang-barang dari Jeddah dan Hijaz, Sana’a, Aden, Muskat, India, dan Cina. Barang-barang yang diperjualbelikan, di antaranya rempah-rempah, mutiara, batu mulia, sutra, porselen, kayu jati, kain, kertas, parfum yang belum ada di Eropa ketika itu.

Meski Fustat tumbuh menjadi kota yang gemerlap, mengalahkan Aleksandria, kota pelabuhan itu tidak lantas menjadi terpencil. Kota ini tetap mempertahankan dirinya sebagai pelabuhan Mediterania yang cukup penting dan makmur yang menghubungkan antara Timur dan Barat, Muslim, Kristen, dan Yahudi. “Tanpa Kota Aleksandria, seluruh Mesir tidak bisa bertahan hidup,” tulis seorang pengamat Venesia abad pertengahan.

Selama beberapa abad pertama pemerintahan Muslim terjadi perubahan di Aleksandria. Sistem administrasi yang sebelumnya menggunakan sistem pemerintahan Bizantium tetap dilanjutkan dengan perubahan kecil. Namun, perpustakaan Aleksandria yang sebelumnya menjadi pusat pembelajaran Helenistik mulai menghilang pada abad kelima. Para pejabat pemerintahan Islam yang menguasai Aleksandria tetap mengagumi jalan-jalan lebar di kota itu, yang di kiri kanannya dipenuhi maha karya arsitektur, berupa bangunan-banunan berpilar marmer yang indah dan rumit, sumur air, istana, kuil yang mewah.

Ahli geografi abad ke-10 M Ibnu Hawkal menyebut, Aleksandria sebagai salah satu kota yang terkenal dengan barang antik yang luar biasa. Memang, di Aleksandria banyak terdapat barang antik dan monumen otentik warisan mengesankan kerajaan dan kekuasaan yang pernah singgah di kota tersebut. Abad ke-12 M, ahli geografi Andalusia Ibn Jubair menulis mercusuar Aleksandria terkenal yang selama berabad-abad telah memandu kapal dari seluruh dunia. Cahayanya bagai kilauan permata di Mediterania.

Aleksandria tetap menjadi pusat persaingan antardinasti Islam dan juga menjadi sasaran invasi tentara Salib dari Eropa. Salah satu serangan yang paling terkenal terjadi pada 1365 M. Namun, serangan pasukan Salib tak menghambat hubungan perdagangan antara pedagang Arab dan pedagang Eropa. Memang, perdagangan merupakan kegiatan penting yang dihargai di negeri-negeri Muslim. Hal tersebut tidak terlepas dari Kota Makkah yang terkenal sebagai kota perdagangan dan Nabi Muhammad yang juga seorang pedagang.

Aleksandria sejak abad ke-10 M merupakan kota tertutup. Namun, pesonanya sebagai kota pelabuhan membuat negara seberang Mediterania, terutama Italia, tertarik untuk menguasai kota ini. Walau pusat operasinya di Levant atau wilayah timur Mediterania, para pedagang dari Pisa, Genoa, Marseille, dan Barcelona tetap merasa perlu untuk berlabuh di Aleksandria.

Alasannya, di pelabuhan Aleksandria datanglah beragam komoditas perdagangan barang mewah ketika itu, seperti sutra cerah dari Spanyol dan Sisilia, rempah-rempah, seperti lada, jahe, kayu manis, dan cengkeh dari Timur, budak dari Rusia selatan, karang dari Mediterania, minyak zaitun, kayu, aromatik, parfum, dan logam, termasuk besi, tembaga, dan timah.

Sedangkan, dari bumi Mesir menghasilkan jeruk lemon, gula, kismis yang bertumpuk di dermaga dan siap dikirim ke pasar Eropa. Flax, bubuk yang terbuat dari tanah mumi Mesir dan diyakini dapat menyembuhkan menjadi obat yang banyak dicari di Eropa, juga menumpuk di Aleksandria untuk diekspor. Salah satu saudagar Inggris pernah meminta agar dikirimkan sebanyak 600 pon bubuk flax ke tanah airnya.

Perdagangan yang ramai di Aleksandria bukanlah alasan satu-satunya para pendatang asing ke kota pelabuhan ini. Pada abad ketujuh hingga abad ke-16 M, Aleksandria menjadi pelabuhan penting jika ingin mengunjungi tempat-tempat suci di kawasan itu, yaitu Mesir, Makkah, atau Yerusalem.

Minat para peziarah menuju kota suci tersebut karena terdapat beberapa gereja dan biara-biara di sekitar Aleksandria serta lokasi Lembah Nil yang diyakini sebagai tempat pengungsian Yesus dan keluarganya selama di Mesir. Posisi Aleksandria sebagai tempat transit untuk perjalanan wisatawan ke Makkah dan Madinah membuat kota ini menerima pengunjung dan peziarah dari Afrika Utara dan Andalusia. Salah satunya adalah Ibnu Battuta, penulis sejarah terkenal abad 14 asal Maroko yang mengunjungi kota tersebut sebanyak dua kali selama hidupnya.

Namun, ketika Portugis menemukan rute laut menuju India dengan cara memutari Benua Afrika di Tanjung Harapan pada 1498 M, akhirnya membuat Aleksandria menjadi sepi. Ditambah lagi, pada saat itu kanal yang menghubungkan Aleksandria ke Kairo melalui Sungai Nil tertimbun lumpur sehingga membuat para pedagang asing berusaha mencari pelabuhan alternatif.

Selain itu, wabah peyakit pernah menyerang kota ini. Antara 1347 M hingga 1459 M, tidak kurang dari sembilan gelombang wabah menewaskan 200 jiwa per hari. Sekretaris Duta Besar Venesia pada April 1512 M menceritakan, wabah itu membuat para pedagang mencari rute perdagangan baru di tempat lain. Kini, Aleksandria lebih banyak didominasi oleh bangunan tinggi blok apartemen beton dan lalu lintas jalanan. Aleksandria mungkin tak sepenuhnya memancarkan kembali kilau tuanya. Namun, perannya sebagai titik pertemuan bagi berbagai ragam budaya dan kepercayaan tak akan terlupakan.

Rumah peristirahatan khusus yang disebut funduq dibangun untuk para pedagang yang singgah di kota pelabuhan Aleksandria, terutama mereka yang datang dari Eropa. Sementara, para pedagang Muslim bebas untuk menentukan tempat bermukim di mana pun di Aleksandria. Funduq dibangun di sekitar halaman tengah gudang agar mempermudah transaksi bisnis dan pemindahan barang dagangan.

Beberapa negara yang berdagang mendapatkan hak istimewa atas funduq. Venesia, misalnya, pada funduqnya terdapat sebuah gereja, pemandian, dan diperbolehkan membawa roti, keju, dan barang-barang lainnya bebas pajak. Salah seorang pedagang Venesia Benjamin dari Tudela Spanyol mengungkapkan, pedagang dari 28 negara Eropa pernah singgah di Aleksandria pada 1170 M, termasuk negara yang berada di luar Mediterania, seperti Denmark, Irlandia, Norwegia, Skotlandia, dan Inggris.

Aleksandria pada abad pertengahan menjadi titik pertemuan antara kepercayaan, budaya, dan perdagangan. Pendeta abad ke-12 M Guillaume dan sejarawan Tirus menulis, orang-orang dari Timur dan orang-orang dari Barat bertemu di kota ini. “Aleksandria seperti pasar besar dari dua dunia,” tulis mereka.

Namun, Perang Salib tidak hanya menghancurkan hubungan antaragama. Akibat perang tersebut, Paus memberlakukan embargo total perdagangan dengan Muslim. Akibatnya, pengunjung asing yang pergi ke Kota Aleksandria di bawah pengawasan ketat. Non-Muslim dilarang untuk memasuki pelabuhan barat dan beberapa pasar di Kota Aleksandria yang membatasi kewarganegaraan atau etnis para pedagang. Pada saat Perang Salib, Sultan Salahuddin al-Ayyubi melarang pedagang non-Muslim memasuki Mesir, begitu juga sebaliknya.
Reff

Damaskus, Kota Ilmu dan Peradaban

Suatu hari, penjelajah kondang asal Maroko, Ibnu Battuta (1304-1368 M) menginjakkan kakinya di Damaskus. Ia begitu kagum melihat kehidupan sosial masyarakatnya yang dermawan dan pemurah.

Ketika itu, sederet lembaga amal berdiri untuk meringankan beban bagi orang-orang yang tak berpunya dan membutuhkan bantuan. “Semangat sosial masyarakat Damaskus begitu tinggi,'' kisah Ibnu Battuta dalam catatan perjalanannya.

Saking banyaknya lembaga amal yang berdiri di kota itu, sampai-sampai Ibnu Battuta merasa sulit untuk menghitungnya. Saat itu, orang yang tak mampu menunaikan ibadah haji ke Makkah akan dibiayai lembaga amal yang ada.

Masyarakat Damaskus pun berlomba-lomba mewakafkan tanahnya untuk sekolah, rumah sakit serta masjid. Damaskus tak hanya dikenal sejarah sebagai kota yang dermawan karena kemakmurannya, namun juga pemurah karena sifatnya.

Bianquis mencatat, begitu terbukanya Damaskus bagi para pengungsi asal Andalusia yang terusir dari negeri Spanyol, ketika Kristen menguasai tanah itu pada abad ke 12 M.

Seabad kemudian, Damaskus menjadi tempat berlabuh warga Iran dan Irak ketika bangsa Mongol menghancurkan tanah kelahiran mereka. Pada abad ke-16, lagi-lagi Damaskus menjadi tempat berlindung pengungsi dari Spanyol, baik Muslim maupun Yahudi.

Tiga abad berselang, kota ini kembali menjadi tanah harapan bagi warga Kaukasus, Kurdi, dan Turki dari ancaman tentara Rusia.

Selain dikenal sebagai kota yang pemurah dan dermawan, Damaskus juga kesohor sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan dalam sejarah peradaban Islam. Pada masa kekuasaan Khalifah Nur A-Din Zanki berkuasa, di Damaskus dibangun sekolah. Khalifah juga mewariskan begitu banyak buku untuk perpustakaan yang ada di kota itu.

Catatan tentang pesatnya perkembangan ilmu di Damaskus juga digambarkan seorang penjelajah Muslim lainnya, Ibnu Jubair.

Saat bertandang ke kota itu pada tahun 1184, dia menyaksikan begitu banyak fasilitas bagi pelajar asing dan pengunjung di Masjid Umayyah. Tak heran, bila Ibnu Jubair mendorong para pelajar dan mahasiswa dari Spanyol untuk pergi menimba ilmu ke Timur.

“Setiap orang di Barat yang ingin meraih sukses datang ke kota ini (Damaskus) untuk belajar. Sebab, fasilitas dan bantuan di sini begitu melimpah. Para pelajar yang menimba ilmu di sini tak pernah khawatir kekurangan makanan dan tempat bernaung,” papar Ibnu Jubair dalam catatan perjalanannya.

Pelopor universitas modern pertama di Damaskus dibangun penguasa Seljuk, Nizam Al-Mulk. Sepeninggal Nizam, bermunculan madrasah atau universitas di seantero kota itu pada abad pertengahan.

Menurut Tawtah, ketika itu di Damaskus berdiri 73 perguruan tinggi, 41 universitas di Yerusalem, 40 universitas di Baghdad, 14 perguruan tinggi di Aleppo, 13 universitas di Tripoli, serta 74 perguruan tinggi di Kairo.

Namun, ada pula yang menyebutkan jumlah perguruan tinggi di Damaskus pada era kejayaan Islam mencapai 150 buah. Menurut Ibnu Jubair, madrasah yang paling favorit serta terbaik di dunia saat itu adalah Al-Nuriyyah Al-Kubra berada di Damaskus. Perguruan tinggi itu didirikan Khalifah Nur Al-Din.

Selain itu, Ibnu Jubair juga mencatat di kota itu berdiri sebuah rumah sakit tua dan sebuah rumah sakit baru. Rumah sakit yang dibangun umat Islam pertama adalah RS Al-Nuri yang dibangun pada tahun 706 M oleh Khalifah Al-Walid Ibn Abd Al-Malik dari Dinasti Ummayah.

RS itu dilengkapi dengan peralatan paling modern dan tenaga dokter serta perawat yang profesional. Pada era itu, Damaskus tumbuh pesat sebagai salah kota penting yang dikuasai umat Islam.

Secara geografis, Damaskus terletak di sebelah Barat Daya Suriah. Ibu kota Republik Arab Suriah itu berada di oasis suatu dataran separuh gersang.

Damaskus juga berbatasan dengan Pegunungan Anti-Lebanon di sebelah Timur. Di sebelah Tenggara, kota ini berdekatan dengan Beirut, Lebanon. Damaskus juga dilalui Sungai Barada yang telah mengalirkan air selama ribuan tahun.

Kota itu termasuk salah satu kota tertua yang dihuni manusia. Damaskus dibangun sekitar 3.000 tahun SM. Berganti zaman, berganti pula penguasa Damaskus. Secara bergantian, kerjaan Assyria, Yunani, Romawi dan Bizantium menguasai wilayah itu.

Islam mulai menginjakkan pengaruhnya di kota itu pada era kekuasaan Khalifah Umar bin Khathab. Panglima perang seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Abu Ubaidah bin Jarrah, Yazid bin Abu Sufyan berhasil menunaikan tugasnya untuk menaklukan Suriah dan Palestina dari kekuasaan Romawi.

Secara resmi, Damaskus berada dalam kekuasaan Islam pada September 635 M. Proses Islamisasi berlangsung damai dan lancar. Penguasa Islam tetap menghormati kebebasan beragama.

Sejak itulah, Suriah menjadi salah satu provinsi pemerintahan Khulafaur Rasyidin yang berpusat di Madinah. Gubernur pertama Suriah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan. Pada era kepemimpinannya, Usman bin Affan kerap berkunjung ke provinsi itu.

Ketika konstelasi politik di dunia Islam berubah, pada tahun 661 M Muawiyah bin Abu Sufyan mendirikan Dinasti Umayyah dan mendapuk Damaskus sebagai ibukota pemerintahannya.

Salah satu agenda Dinasti Umayyah adalah perluasan wilayah penyebaran Islam hingga ke Afrika Utara, Spanyol, Asia Tengah, Persia, serta India. Sehingga wilayah kekuasaan Islam pada abad pertengahan semakin meluas. Sekitar tahun 750 M, Dinasti Umayyah digulingkan Dinasti Abbasiyah dan ibukota pemerintahan berpindah ke Baghdad.

Ketika kekuasaan Abbasiyah memudar, pada 875 M penguasa Mesir, Ahmad ibnu Tulun, mengambil alih kota itu. Pada 945 M, Dinasti Hamdanids mengambil alih Damaskus. Sekitar tahun 968 M dan 971 kota itu dikuasai Qaramita. Setelah itu, Dinasti Fatimiyyah di Kairo menguasai Damaskus. Sejak abad ke-11, Dinasti Seljuk menguasai kota itu.

Pada 1260 M bangsa Mongol menaklukkan Damaskus. Tiga abad berikutnya, Turki Usmani berkuasa di kota itu. Pada 1946 Suriah memproklamirkan kemerdekaannya. Hingga kini, Damaskus tetap menjadi ibu kotanya.