aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Senin, 15 Juli 2013

RAHMAH EL YUNUSIYAH ; Syaikhah Dunia Pendidikan Perempuan

Negeri Minangkabau terkenal telah melahirkan begitu banyak tokoh utama di negeri ini, baik alim ulama maupun para cendekia. Tidak hanya hanya kaum pria yang menonjol, tapi juga kaum wanitanya. Salah satu tokoh perempuan hebat dari negeri ini adalah Rahmah El-Yunusiyah. Tidak diragukan lagi Rahmah el-Yunusiyah adalah salah satu tokoh wanita hebat yang dimiliki negeri ini. Meskipun tidak diangkat sebagai salah satu pahlawan nasional, tetapi beliau menorehkan sejarah hidupnya denga tinta emas. Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang yang tetap eksis hingga hari ini merupakan salah satu bukti perjuangannya. Bahkan beliau adalah perempuan pertama yang mendapat gelar Syaikhah dari Universitas Al-Azhar Mesir. Penganugerahan gelar syaikhah yang diberikan pada tahun 1957 ini dimaksudkan untuk menghormati jasa-jasa beliau dalam bidang pendidikan kaum perempuan.

Rahmah El-Yunusiyah dilahirkan pada hari Jumat 20 Desember 1900 di Bukit Surungan, Padang Panjang, Sumatera Barat. Anak bungsu dari lima bersaudara ini merupakan putri dari pasangan Muhammad Yunus dan Rafiah. Rahmah berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya adalah seorang ulama besar yang menjabat sebagai kadi di negeri Pandai Sikat, Padang Panjang. Dia juga seorang haji yang pernah mengenyam pendidikan agama selama empat tahun di Mekkah. Kakak sulungnya, Zainuddin Labay merupakan seorang tokoh pembaharu sistem pendidikan Islam Diniyah School yang didirikan tahun 1915. Zainudin Labay mengusai beberapa bahasa asing yaitu Inggris, Arab, Belanda. Dengan kemahirannya berbahasa asing menyebabkan wawasan Zainuddin sangat luas. Dialah yang menjadi guru, pemberi inspirasi, dan pendorong cita-cita Rahmah el-Yunusiyah.

Meski hanya mengenyam pendidikan dasar selama tiga tahun di Diniyah School, tapi Rahmah El-Yunusiyah memiliki wawasan yang luas. Dia lebih banyak belajar otodidak dan juga belajar langsung kepada kedua kakak laki-lakinya, Zainuddin Labay dan Mohammad Rasyid. Seperti kebanyakan orang Melayu lainnya yang menyeimbangkan antara pendidikan umum dan agama, Rahmah pun intens belajar agama. Pagi hari sekolah di Diniyah School, sore hari mengaji kepada para ulama. Beliau mengaji kepada Haji Abdul Karim Amrullah alias Haji Rasul, ayahanda dari ulama terkenal Buya Hamka. Selain mengaji kepada Haji Rasul, Rahmah juga mengaji kepada Tuanku Mudo Abdul Hamid Hakim, Syekh Abdul Latif Rasyidi, Syekh Mohammad Jamil Jambek dan syekh Daud Rasyidi. Lingkungan relijius dan cendekia seperti inilah yang telah menumbuhkan kepribadian Rahmah.

Rahmah dikenal sebagai sosok yang cerdas, lincah, menyukai hal-hal baru, dan memiliki tekad baja. Jika sudah menginginkan sesuatu, maka tiada seorang pun yang mampu menghalanginya. Karena kecerdasannya, setelah lulus sekolah dia diminta menjadi guru bagi almamaternya. Disela-sela kesibukannya mengajar, dia mengikuti kursus kebidanan di RSU Kayu Taman (1931-1935). Ia juga belajar ilmu kesehatan dan pertolongan pertama pada kecelakaan.

Pada saat itu masih sangat sedikit perempuan yang bersekolah. Paradigma masyarakat Melayu memandang perempuan hanyalah makhluk kelas dua yang tidak perlu bersekolah tingi. Percuma bersekolah jika akhirnya hanya masuk ke dapur. Perempuan masa itu sangat pasif dan belum mampu memberikan kontribusi riil bagi kemajuan agama dan bangsanya. Rahmah sangat prihatin dengan kondisi ini. Ia berpendapat pendidikan sangat penting bagi kaum perempuan. Dengan pendidikan maka kaum perempuan mampu mengangkat harkat dan martabatnya, mampu melahirkan generasi penerus yang berkualitas.

Berangkat dari keprihatinan inilah Rahmah El-Yunusiyah bertekad untuk mendirikan sekolah khusus bagi kaum perempuan. Dibantu oleh kakak sulungnya Zainuddin Labay, akhirnya Rahmah El-Yunisiyah berhasil mewujudkan mimpinya. Pada tanggal 1 November 1923 berdirilah Madrasah Diniyah Li al-Banat.

Bahu membahu dengan Zainuddin Labay, Rahmah mengelola sekolah ini. Awalnya murid sekolah ini hanya 71 orang yang terdiri dari kaum ibu-ibu muda. Bertempat di serambi masjid Pasar Usang, mereka belajar ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab. Seiring berjalannya waktu, murid Rahmah pun bertambah. Akan tetapi baru sepuluh bulan sekolah ini berjalan, Zainuddin Labay dipanggil oleh Alloh SWT, meninggal dalam usia muda. Rahmah sangat terpukul dengan musibah ini. Dia kehilangan seseorang yang selalu membimbing, mengarahkan dan memberi semangat untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Tapi Rahmah pun segera bangkit, tidak larut dalam kedukaan. Dia tetap melanjutkan keberadaan Madrasah Diniyah Li al-Banat bahkan membuat keputusan untuk memberikan pengajaran klasikal lengkap dengan sarananya seperti gedung, meja, bangku, papan tulis, kapur dan sebagainya.

Rahmah berjuang keras untuk mendirikan gedung bagi sekolahnya. Berkat kegigihannya, gedung sekolah itu pun dapat berdiri diatas tanah wakaf dari ibundanya sendiri, Ummu Rafiah. Diatas bangunan sederhana dari bambu berukuran 12 X 7 m inilah kegiatan belajar-mengajar berlangsung setiap hari.

Rahmah El-Yunusiyah selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi lembaga pendidikannya. Dia ingin mendirikan gedung yang layak bagi para muridnya, bukan dari bambu. Akhirnya Rahmah memutuskan untuk mengadakan tour penggalangan dana .

Pada tahun 1927, dia menggalang dana di Aceh dan Sumatera Utara selama tiga bulan. Selain penggalangan dana, tour ini juga bertujuan sebagai ajang study banding bagi para calon guru di Madrasah Diniyah Li al-Banat. Rahmah menghadap para sultan, mempresentasikan visi dan misi sekolahnya. Dia juga mengunjungi sekolah-sekolah ternama pada masa itu. Dari penggalangan dana ini, Rahmah berhasil membangun gedung dan asrama yang mampu menampung 275 murid dari 350 total murid keseluruhan. Selain perbaikan sarana fisik, Rahmah juga mengadakan perbaikan kurikulum. Jika sebelumnya hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama, maka selanjutnya Rahmah memasukan pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Belanda, menulis latin, berhitung, tata buku, hitung rugi laba, kesehatan, ilmu alam, ilmu tubuh manusia, ilmu bumi, ilmu tumbuhan, ilmu binatang dan menggambar. Sedangkan program ekstra kurikulernya meliputi renang, musik, menganyam, bertenun.

Berkat kegigihannya, lembaga pendidikannya mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di tahun 1926 ia membuka kelas Menjesal School. Kelas ini ditujukan bagi para wanita yang belum bisa baca tulis. Kemudian tahun 1934 Rahmah berhasil mendirikansekolah Taman Kanak Kanak (Freubel School) dan Junior School (setingkat HIS). Ia juga mendirikan Diniyah School Putri tujuh tahun yang terdiri dari tingkat Ibditaiyah selama empat tahun dan tingkat Tsanawiyah selama tiga tahun.

Dalam kenyataannya, Rahmah el Yunusiyyah menghadapi problem tenaga pendidik untuk lembaga pendidikan yang dibukanya. Guna memenuhi tuntutan tersebut, ia membuka Kulliyat al Mu’alimat al Islamiyah pada tahun 1937. Kulliyatul Mu’alimat al Islamiyyah ini bertujuan untuk mencetak tenaga guru muslimah profesional. Jangka waktu pendidikannya ditempuh selama tiga tahun. Setahun sebelumnya, yaitu tahun 1936 Rahmah berhasil mendirikan sekolah tenun.

Diniyah School Putri Padang Panjang mendapat tempat di hati masyarakat. Lulusannya sangat diminati. Tidak hanya di Sumatra dan Jawa bahkan hingga masyarakat Malaysia dan Singapura. Rahmah kemudian membuka cabangDiniyah School di beberapa tempat. Ketika ia mengikuti Kongres Perempuan Indonesia mewakili Sumatera Barat di tahun 1935, Rahmah sekaligus membuka cabang di Kwitang dan Tanah Abang. Kemudian di tahun 1950, ia membuka cabang di Jatinegara dan Rawasari.

Rahmah juga berusaha menyempurnakan institusinya dengan cara memiliki lembaga pendidikan setingkat perguruan tinggi. Cita-cita ini terlaksana pada tahun 1967 dengan berdirinya Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Dakwah. Pada tahun 1969. Kedua fakultas ini berubah namanya menjadi Fakultas Dirasah Islamiyyah. Ijazah Sarjananya diakui setara dengan Ijazah Fakultas Ushuluddin Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).

Dalam mengelola lembaga pendidikannya, Rahmah memilih sikap independen tidak berafiliasi kepada pihak manapun, baik pemerintah maupun partai.Sikap ini terlihat jelas ketika Rahmah menolak subsidi dana pendidikan dari pemerintah kolonial Belanda. Rahmah juga menolak penggabungan sekolah-sekolah Islam di Minangkabau. Dia berpendapat, independensi menyebabkan sekolah bebas untuk berjalan sesuai dengan visi dan misi sendiri, sehingga mampu menghasilkan para pelajar yang cerdas, shalihah dan militan.

Disamping berjuang di bidang pendidikan, Rahmah juga turut berperan aktif dalam organisasi kemasyarakatan. Dia pernah aktif di beberapa organisasi, diantaranya yaitu Serikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS), Taman Bacaan, Anggota Daerah Ibu.

Pada masa pendudukan Jepang Rahmah aktif di organisasi Gyu Gun Ko En Kai,Haha no Kai. Sewaktu pecah perang pasifik, Rahmah menjadikan Diniyah School sebagai Rumah Sakit darurat. Kemudian ketika berita proklamasi kemerdekaan belum sampai kepada khalayak ramai, Rahmah adalah orang yang pertama kali mengibarkan bendera merah putih di Sumatera Barat. Sungguh luar biasa keberaniannya. Di era kemerdekaan, Rahmah mengayomi Laskar Sabilillah dan Laskar Hizbulwatan. Ia juga turut mempelopori terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat.

Keberhasilannya dalam mengelola Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang mendapat apresiasi tidak hanya dari dalam negeri tapi juga dari luar negeri. Rektor Universitas Al Azhar Mesir, Dr.Syaikh Abdurrahman Taj mengadakan kunjungan ke Perguruan pada tahun 1955. Kemudian beliau mengadopsi sistem pendidikan Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang tersebut ke Universitas Al Azhar yang pada waktu itu belum memiliki pendidikan khusus bagi perempuan.

Rahmah El-Yunusiyyah berhasil mewarnai kurikulum Al-Azhar. Atas jasanya tersebut, Rahmah mendapat gelar Syaikhah dari Universitas Al Azhar pada tahun 1957. Beliaulah wanita pertama yang mendapat gelar syaikhah. Prestasi yang sangat membanggakan bagi Rahmah khususnya dan bagi bangsa Indonesia umumnya.

Rahmah El-Yunusiyyah telah berhasil membuktikan kepada dunia bahwa muslimah Indonesia bukanlah perempuan yang terbelakang. Bahwa muslimah taat bisa berkontribusi bagi agama dan bangsanya. Beliau berhasil mewujudkan cita-citanya karena keyakinannya yang teguh kepada Alloh serta tekadnya yang membaja. Rahmah tutup usia pada tanggal 26 Februari 1969. Meskipun beliau telah tiada tapi semangatnya tetap mengalir hingga hari ini. Kisah hidupnya tetap memberi inspirasi bagi seluruh muslimah Indonesia. Selamat jalan Syaikhah….perjuanganmu akan selalu kami kenang!

APA YANG DIMAKSUD PENGAJARAN YANG BAIK?

Di awal Anda melamar pekerjaan dalam sebuah sekolah tertentu.

Kepala sekolah mengambil secarik kertas dan pena lalu memelototin Anda dan bertanya, “Apa yang membuat Anda mengagumi guru favorit Anda?” “Apa yang membuat seseorang menjadi guru yang baik?”

Seorang guru berkata: “Mengajar bukan sekedar sebuah pekerjaan; mengajar adalah jalan hidupku.” Sebuah kata penuh makna yang jarang terucap dari guru yang ada di dunia ini, hanya mereka yang punya hati mulia yang menikmati aktivitas mengajar sebagai aktivitas mulia memberantas kebodohan di muka bumi.

Kutipan di atas menerobos lamunan dan angan panjangku unuk menjadi seorang pendidik. dalam pikirku bertanya, apakah pengajaran yang baik itu sains atau seni, penemuan yang berpusat pada guru, atau berpusat pada siswa, aplikasi teori-teori umum atau penemuan dalam pendidikan? Apakah guru yang baik adalah explaineratau questioner yang baik? “a sage on the sage” atau “guide by the side?”. Perdebatan ini berlangsung bertahun-tahun lho….

Di kelas-kelas pendidikan, Anda barangkali menemukan berbagai kritik terhadap para sage (guru/prang bijak) yang memberi kuliah yang berpusat pada guru berdasarkan teori ilmiah atau Anda akan didorong menjadi pembimbing yang berpusat pada siswa dengan memberikan pertanyaan artistik dan inventif? Apakah ini jalan “menuju surga pendidikan” yang tepat?

Salah satu posisinya adalah mengajar yang merupakan ilmu pengetahuan berbasis teori. Para psikolog telah mempelajari bagaimana anak berpikir dan merasakan, bagaimana belajar terjadi, apa saja yang mempengaruhi motivasi, dan bagaimana pengajaran mempengaruhi belajar.

Para pendidik lain percaya bahwa tanda bagi seorang guru yang baik BUKAN KEMAMPUANNYA UNTUK MENERAPKAN TEORI, TETAPI KETERAMPILAN UNTUK BERSIKAP REFLEKTIF – THOUGHTFUL (BIJAKSANA) DAN INVENTIF – TENTANG PENGAJARAN (Schon, 1983). Jadi, mengajar sangat kompleks sehingga harus selalu diciptakan pengajaran baru untuk setiap subjek dan kelas baru.

Sumber: Anita, W. 2009. Educational Psychology Active Learning Edition Edisi Kesepuluh Bagian Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berharap Bangsa Mandiri

Kondisi bangsa kita masih sangat memprihatinkan. Sebab, meski orang pintar makin banyak, toh tingkat kemiskinan tidak banyak berkurang. Ketimpangan malah makin melebar dan kesenjangan makin menganga.

Aneh, makin banyak orang pintar, negeri ini justru makin bergantung kepada negara lain. Lihatlah, misalnya, perkembangan impor. Saat ini, hampir semua barang yang kita perlukan diimpor dari negara lain. Termasuk komoditas yang menurut logika kita mestinya bisa kita penuhi dari dalam negeri, seperti beras, kedelai, bawang putih, ikan, garam, dan lain-lain.

Makin banyak orang pintar di negeri ini, makin banyak saudara kita yang menjadi TKI dan TKW di luar negeri. Ini semua mengindikasikan bahwa berbagai kemajuan yang kita capai, termasuk di bidang pendidikan, belum mampu membuat kita menjadi bangsa mandiri dan bermartabat.

Kita berharap para pemimpin bisa menginspirasi masyarakat tentang nilai-nilai kebaikan. Ini penting agar masyarakat menjadi jujur, memiliki semangat juang tinggi, mandiri, pantang menyerah, produktif, dan seterusnya. Tapi sayangnya, banyak di antara kita yang baru pada level sibuk mencukupi kebutuhan dasar masing-masing, baru pada taraf memperkaya diri, keluarga, dan kelompok.

Sebagian kita masih sibuk berbantah-bantahan, saling menyalahkan, saling menjatuhkan, mencari kambing hitam. Sebagian kita baru pada level senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang senang. Kita belum sampai ke menjadikan perbedaan sebagai rahmat bagi upaya pemecahan berbagai persoalan bangsa.


Itulah sebabnya, kita harus menyambut dengan sukacita keinginan putra-putri bangsa untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi. Tentu kita semua berharap, mereka memiliki tujuan mulia. Kita berharap, keinginan mereka melanjutkan studi tidak hanya untuk memenuhi keinginan orangtua, ikut-ikutan teman, atau hanya untuk mendapatkan selembar ijazah.

Kita berharap, mereka tidak menjadikan pendidikan sekadar sebagai jembatan untuk mendapatkan pekerjaan, lalu memperoleh gaji yang layak untuk kesejahteraan diri dan keluarga. Pikiran semacam ini harus segera diakhiri. Kita berharap anak-anak bangsa mengenyam pendidikan tinggi dengan tujuan berdimensi jangka panjang dalam rangka menemukan makna kehidupan. Dengan demikian, pada saatnya nanti, mereka mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa.

Kita berharap lahir generasi cerdas. Tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga cerdas spiritual, sosial, emosional, dan kinestetis. Kita berharap lahir generasi berkarakter sebagai buah proses pendidikan. "Intelligence plus character... That is the goal of true education,"demikian kata Martin Luther King.


Putra-putri bangsa yang berkarakter dan makin cerdas niscaya makin mencintai negeri dan bangsanya. Bukan sebaliknya, menjadi generasi yang hanya mengeluhkan dan menjelekkan bangsa sendiri. Kita berharap lahir generasi yang tidak hanya memanfaatkan bangsa untuk memperoleh kehidupan layak bagi diri dan keluarganya, tetapi generasi yang memberi kontribusi berarti bagi perkembangan dan kemajuan bangsa.

Kita juga berharap lahir generasi yang tidak hanya pandai bertanya tentang apa yang bisa diberikan oleh negara kepadanya, tetapi generasi yang bertanya tentang apa yang bisa dia kontribusikan bagi perkembangan dan kemajuan bangsanya. Dengan begitu, suatu saat kelak, kita sebagai bangsa niscaya tampil berkarakter, memiliki harga diri dan kebanggaan.

Oleh karena itu, mari kita antarkan para putra bangsa memulai segala sesuatu dengan niat lurus, dengan cara dan strategi yang benar. Mereka tidak boleh menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan jangka pendek, karena hal semacam itu sangat berbahaya.

Pendidikan yang Tak “Mendidik”

Hadirnya pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan menjadi wadah penanaman nilai dan membentuk karakter serta kepribadian anak bangsa. Dengan pendidikan, diharapkan kehidupan masyarakat lebih bermartabat.

Bila masalah pendidikan diperhatikan dengan saksama maka tampak jelas bahwa pendidikan berbanding lurus antara krisis moral dan komersialisasi pendidikan. Pendidikan diarahkan untuk dikomersialisasikan sehingga hal ini akan menimbulkan krisis moral terhadap anak bangsa.

Hal demikian terjadi karena orientasi pendidikan sebagai akibat dari sistem ekonomi pasar dunia yang material-kapitalistik. Sistem pendidikan yang berbasis material-kapitalistik itu sudah melekat mulai dari kebijakan hingga penyelenggaraan; sehingga tujuan serta fungsi pendidikan yang diimplikasikan dalam materi dan kurikulum hanya menjadi slogan verbal belaka.

Sistem pendidikan yang berbasis material-kapitalistik tersebut berdampak terhadap sikap masyarakat dan warga sekolah. Adanya sistem tersebut menimbulkan sikap pragmatis bagi warga sekolah, sehingga berdampak terhadap cara pandang masyarakat. Saat ini masyarakat menganggap pendidikan identik dengan mencari kerja. Pendidikan hanya dijadikan tempat pengembangan potensi, agar setelah lulus sekolah bisa bekerja di tempat yang layak.

Hal demikian menjadi pertimbangan utama bagi orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Mereka berlomba-lomba menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit ataupun sekolah yang menjanjikan pekerjaan bagi muridnya.

Selain orang tua, sekolah pun berlomba-lomba menjanjikan pekerjaan bagi siswanya ketika sudah lulus sekolah. Ini merupakan salah satu potret sistem pendidikan yang pragmatis.

Lantas yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa masyarakat menganggap pendidikan hanya dijadikan tempat mencari ijazah dan pekerjaan? Bukankah sudah jelas dalam UU No 20 Pasal 3 Tahun 2003 dijelaskanbahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tidak terealisasinya tujuan pendidikan itu akibat dominasi budaya serta sistem pragmatisme dalam dunia pendidikan.

Bukan hanya dalam dunia pendidikan, budaya pragmatis juga menjalar di masyarakat. Hal itu karena adanya ketidaksesuaian dalam sistem pendidikan saat ini. Pendidikan diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan pasar.


Penanaman nilai serta pembentukan karakter dan kepribadian pun kian terbengkalai, karena yang ditekankan adalah agar siswa dapat bekerja. Proses tidak lagi mendapatkan ruang yang banyak dalam pendidikan, tapi hasil menjadi hal yang urgen. Lulus ujian dan mendapatkan ijazah merupakan harapan utama para siswa.

Dengan lulus ujian dan mendapatkan ijazah, siswa dapat melamar pekerjaan, karena kedua hal tersebut menjadi salah satu syarat. Ironisnya, berhasil tidaknya siswa mengenyam pendidikan itu ditentukan dengan Ujian Nasional (UN). Inilah yang mendukung dominasi sistem pendidikan yang pragmatis.

Dengan sistem pendidikan pragmatis, pendidikan tidak lagi mencetak siswa yang berkarakter, tetapi mencetak siswa yang hanya ahli bekerja. Dengan demikian, yang terjadi adalah banyaknya kasus pelanggaran yang dilakukan siswa saat mengenyam pendidikan, tawuran antarpelajar, menyontek, bolos sekolah misalnya.

Sistem pendidikan pragmatis, juga menyeret banyak lembaga pendidikan untuk terjebak dalam budaya pragmatis. Budaya pragmatis tersebut menjadikan corporate values sebagai nilai utama dalam membangun pendidikan. Pendidikan tidak lebih hanya seperti supermarket. Pengelola pendidikan akan berbondong-bondong untuk mencari siswa sebanyak-banyaknya dengan memberikan jaminan mendapatkan pekerjaan setelah lulus.

Akibatnya, kecurangan kerap kali menghiasi lembaga pendidikan pada saat pelaksanaan UN, guna menjaga popularitas lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan yang dapat meluluskan siswa 100 persen yang akan dicari masyarakat. Jika seperti itu terus dilestarikan, nilai-nilai pendidikan sedikit demi sedikit akan pudar.

Sistem pragmatis pastinya akan memengaruhi pada proses pendidikan. Menurut pandangan Habermas, ada tiga kategori pengetahuan yaitu teknis, praktis dan emansipatoris. Jika budaya pragmatis mendominasi dunia pendidikan, pengetahuan teknis-praktis akan mendominasi proses pendidikan. Yang terjadi dalam proses pendidikan adalah pengetahuan dipisahkan dari proses pembentukannya.

Tak “Mendidik” 

Pergolakan antara idealisme dan sistem pragmatisme dalam dunia pendidikan akan terus terjadi. Di satu sisi, pendidikan mempunyai peran dalam membentuk dan menanamkan nilai, kepribadian serta karakter siswa. Namun, di sisi lain pendidikan harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Idealisme pendidikan tidak akan berarti ketika disandingkan dengan sistem pragmatis yaitu berupa ekonomi. Tidak dapat dipungkiri, pendidikan dewasa ini diarahkan untuk memperbaiki ekonomi seseorang. Jika hal ini terjadi, “Kehidupan publik seperti apa yang hendak dibentuk oleh dunia pendidikan?” (Neil Postman: 1996).

Pendidikan diyakini untuk memainkan peran yang signifikan dalam membentuk kehidupan masyarakat yang bermartabat. Bahkan, pendidikan diyakini sebagai tolok ukur keberhasilan bangsa. Namun, jika pendidikan diarahkan ke hal yang bersifat pragmatis maka yang menjadi basis pendidikan bukan lagi nilai-nilai idealisme.

Saat ini pasarlah yang membentuk pendidikan. Pendidikan memenuhi kebutuhan pasar. Sedikit sekali lembaga pendidikan yang mempertahankan idealismenya. Pendidikan mengikuti kebutuhan pasar, karena tanpa bekerja seseorang tidak akan bisa hidup.

Paradigma seperti itulah yang sudah tertanam dalam masyarakat. Lembaga pendidikan jika mempunyai prospek untuk kerja maka lembaga pendidikan tersebut akan laris. Bahkan, hal itu sangat kentara di tataran perguruan tinggi.

Orang tua akan lebih senang jika anaknya kuliah di fakultas yang dapat menghasilkan keuntungan ekonomi yang lebih kelak ketika sudah kerja. Jadi, tidak heran fakultas yang digemari masyarakat adalah fakultas yang berorientasi pasar dan mudah untuk kerja, misalnya fakultas ekonomi, akuntansi, dan kedokteran.

Fakultas yang tidak bisa memenuhi kebutuhan pasar maka sedikit yang berminat, seperti fakultas filsafat dan antropologi. Saat ini masyarakat menyekolahkan anak bukan berdasarkan keilmuan yang akan diperoleh, tetapi berdasarkan prospek kerja ke depan.

73 Keutamaan Dzikrullah

Ibnu al-Qoyyim Rahimahullah mengatakan bahwa dzikir memiliki tujuh puluh tiga manfaat yaitu:
  1. Mengusir setan dan menjadikannya kecewa.
  2. Membuat Allah ridha.
  3. Menghilangkan rasa sedih,dan gelisah dari hati manusia.
  4. Membahagiakan dan melapangkan hati.
  5. Menguatkan hati dan badan.
  6. Menyinari wajah dan hati.
  7. Membuka lahan rezeki.
  8. Menghiasi orang yang berdzikir dengan pakaian kewibawaan, disenangi dan dicintai manusia.
  9. Melahirkan kecintaan.
  10. Mengangkat manusia ke maqam ihsan.
  11. Melahirkan inabah, ingin kembali kepada Allah.
  12. Orang yang berdzikir dekat dengan Allah.
  13. Pembuka semua pintu ilmu.
  14. Membantu seseorang merasakan kebesaran Allah.
  15. Menjadikan seorang hamba disebut disisi Allah.
  16. Menghidupkan hati.
  17. Menjadi makanan hati dan ruh.
  18. Membersihkan hati dari kotoran.
  19. Membersihkan dosa.
  20. Membuat jiwa dekat dengan Allah.
  21. Menolong hamba saat kesepian.
  22. Suara orang yang berdzikir dikenal di langit tertinggi.
  23. Penyelamat dari azab Allah.
  24. Menghadirkan ketenangan.
  25. Menjaga lidah dari perkataan yang dilarang.
  26. Majlis dzikir adalah majlis malaikat.
  27. Mendapatkan berkah Allah dimana saja.
  28. Tidak akan merugi dan menyesal di hari kiamat.
  29. Berada dibawah naungan Allah dihari kiamat.
  30. Mendapat pemberian yang paling berharga.
  31. Dzikir adalah ibadah yang paling afdhal.
  32. Dzikir adalah bunga dan pohon surga.
  33. Mendapat kebaikan dan anugerah yang tak terhingga.
  34. Tidak akan lalai terhadap diri dan Allah pun tidak melalaikannya.
  35. Dalam dzikir tersimpan kenikmatan surga dunia.
  36. Mendahului seorang hamba dalam segala situasi dan kondisi.
  37. Dzikir adalah cahaya di dunia dan ahirat.
  38. Dzikir sebagai pintu menuju Allah.
  39. Dzikir merupakan sumber kekuatan qalbu dan kemuliaan jiwa.
  40. Dzikir merupakan penyatu hati orang beriman dan pemecah hati musuh Allah.
  41. Mendekatkan kepada ahirat dan menjauhkan dari dunia.
  42. Menjadikan hati selalu terjaga.
  43. Dzikir adalah pohon ma'rifat dan pola hidup orang shalih.
  44. Pahala berdzikir sama dengan berinfak dan berjihad dijalan Allah.
  45. Dzikir adalah pangkal kesyukuran.
  46. Mendekatkan jiwa seorang hamba kepada Allah.
  47. Melembutkan hati.
  48. Menjadi obat hati.
  49. Dzikir sebagai modal dasar untuk mencintai Allah.
  50. Mendatangkan nikmat dan menolak bala.
  51. Allah dan Malaikatnya mengucapkan shalawat kepada pedzikir.
  52. Majlis dzikir adalah taman surga.
  53. Allah membanggakan para pedzikir kepada para malaikat.
  54. Orang yang berdzikir masuk surga dalam keadaan tersenyum.
  55. Dzikir adalah tujuan prioritas dari kewajiban beribadah.
  56. Semua kebaikan ada dalam dzikir.
  57. Melanggengkan dzikir dapat mengganti ibadah tathawwu�.
  58. Dzikir menolong untuk berbuat amal ketaatan.
  59. Menghilangkan rasa berat dan mempermudah yang susah.
  60. Menghilangkan rasa takut dan menimbulkan ketenangan jiwa.
  61. Memberikan kekuatan jasad.
  62. Menolak kefakiran.
  63. Pedzikir merupakan orang yang pertama bertemu dengan Allah.
  64. Pedzikir tidak akan dibangkitkan bersama para pendusta.
  65. Dengan dzikir rumah-rumah surga dibangun, dan kebun-kebun surga ditanami tumbuhan dzikir.
  66. Penghalang antara hamba dan jahannam.
  67. Malaikat memintakan ampun bagi orang yang berdzikir.
  68. Pegunungan dan hamparan bumi bergembira dengan adanya orang yang berdzikir.
  69. Membersihkan sifat munafik.
  70. Memberikan kenikmatan tak tertandingi.
  71. Wajah pedzikir paling cerah didunia dan bersinar di ahirat.
  72. Dzikir menambah saksi bagi seorang hamba di ahirat.
  73. Memalingkan seseorang dari membincangkan kebathilan.