aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Selasa, 03 September 2013

Ilmu Melebihi Kekuasaan

Suatu hari Khalifah Abbasiyah Harun Ar Rasyid pergi haji kemudian berziarah ke Masjid Nabawi dan sangat ingin bertemu serta belajar kepada Imam Malik bin Anas, imam mazhab terkemuka. 

Dari tempat menginap, Ia mengirim utusan untuk menyampaikan keinginannya untuk belajar dan memohon agar Imam Malik berkenan menemuinya. Namun Imam Malik bin Anas tidak mau memenuhinya.

Imam Malik menyampaikan pesan agar Amirul Mu’minin sebagai penuntut ilmu yang datang ke majelisnya. Khalifah menuruti permintaan untuk berkunjung ke tempat Imam Malik bin Anas mengajar, namun memohon agar majelis ilmunya kosong dari orang lain.

Imam Malik menolak permintaan itu seraya berkata, “Jika ilmu tidak diberikan kepada orang umum, maka tak berguna ilmu bagi orang khusus!”

Ada dua hikmah dari penolakan Imam Malik bin Anas terhadap permintaan Khalifah.

Pertama, mengingatkan bahwa meskipun seorang Khalifah mendapat mandat kekuasaan yang besar--atas nama Allah pula--namun kekuasaan itu tak dapat menundukkan ketinggian ilmu. Malaikat bersujud kepada Adam setelah mengetahui ilmu Adam lebih tinggi daripada pengetahuan Malaikat.

Demikian juga kekuasaan Jin terkalahkan oleh Asyif Barchoya ahli Ilmu Nabi Sulaeman yang mampu lebih cepat memindahkan singgasana. Kekuasaaan Namrud ditundukkan oleh ilmu dan argumentasi Ibrahim tentang berhala besar yang menghancurkan berhala-berhala kecil. Semuanya itu merupakan bukti akan ketinggian ilmu.

Kedua, dapat saja Khalifah belajar secara private, namun pilihan Imam Malik adalah Majelis yakni belajar bersama sama dengan yang lain. Di samping status penuntut ilmu itu sama, juga “majelis ilmu” jauh lebih bermashlahat. Berjamaah lebih berkah daripada munfarid.

Secara interelasi, belajar bersama akan menumbuhkan sikap saling memotivasi dan mengoreksi. Sementara secara transendental belajar bersama-sama itu digaransi untuk mendapat bantuan do’a dari Malaikat.

Kekuasaan yang di dalamnya ada unsur pengaruh, tekanan, atau pula uang, sering digunakan untuk menggiring kaum berilmu tunduk dan patuh pada kemauan kekuasaan tersebut. Karenanya tak jarang kaum intelektual ataupun ulama suka merendahkan dirinya untuk mendatangi atau mendekat-dekatkan diri dengan para penguasa.

Dalam bahasa umum sering disebut dengan pelacur intelektual atau dalam bahasa Nabi disebut lisun (pencuri). Mereka membungkuk-bungkuk dan selalu siap untuk memberi stempel kepada setiap kemauan pejabat negara.

Kisah lainnya, Khalifah Adhudiddaulah mengutus Qadhi Abubakar Al Baqilani untuk menyampaikan surat kepada Kaisar Romawi. Ketika tiba di ibukota, Kaisar mengetahui utusan ini adalah ulama dengan ilmu dan martabat yang tinggi.

Kaisar berfikir tentang penyambutan. Tak mungkin ia memandang Qadhi Abubakar Al Baqilani seperti rakyat biasa yang harus mencium tanah jika menghadap Kaisar sebagai penghormatan. Akan tetapi di sisi lain dia tidak ingin siapapun yang menghadap kepadanya tidak menunjukkan kerendahan dirinya dihadapan Kaisar.

Maka solusi ditemukan. Dipindahkannya tempat duduk yang biasa digunakan untuk menyambut tamu di belakang pintu. Dirancang sedemikian rupa agar tamunya Qadhi Al Baqilani ketika memasuki ruangan terpaksa harus membungkuk berjalan menuju Kaisar.

Ketika tiba sang tamu, maka Qadhi Abubakar Al Baqilani ternyata memutar punggungnya dan membungkukkan tubuhnya lalu berjalan mundur dengan membelakangi arah tempat duduk Kaisar hingga sampai dihadapannya. Kemudian baru berdiri tegak dan berbalik kepadanya. Disampaikanlah maksud kedatangannya.

Kaisar Romawi mengagumi kecerdikan dan penghargaan diri terhadap status pemangku ilmu sang Qadhi.

Seperti dijanjikan dalam Alquran, Allah SWT akan meninggikan derajat orang yang berilmu. Orang alim hanya takut kepada Allah. Karenanya sebagai pemangku ilmu Allah, ulama sudah seharusnya menjaga wibawa keilmuannya.

Dibalik Sebuah Prasangka

Di sebuah negeri zaman dulu kala, seorang pelayan raja tampak gelisah. Ia bingung kenapa raja tidak pernah adil terhadap dirinya. Hampir tiap hari, secara bergantian, pelayan-pelayan lain dapat hadiah. Mulai dari cincin, kalung, uang emas, hingga perabot antik. Sementara dirinya tidak.

Hanya dalam beberapa bulan, hampir semua pelayan berubah kaya. Ada yang mulai membiasakan diri berpakaian sutera. Ada yang memakai cincin di dua jari manis, kiri dan kanan. Dan, hampir tak seorang pun yang datang ke istana dengan berjalan kaki seperti dulu. Semuanya datang dengan kendaraan. Mulai dari berkuda, hingga dilengkapi dengan kereta dan kusirnya.

Ada perubahan lain. Para pelayan yang sebelumnya betah berlama-lama di istana, mulai pulang cepat. Begitu pun dengan kedatangan yang tidak sepagi dulu. Tampaknya, mereka mulai sibuk dengan urusan masing-masing.

Cuma satu pelayan yang masih miskin. Anehnya, tak ada penjelasan sedikit pun dari raja. Kenapa beliau begitu tega, justru kepada pelayannya yang paling setia. Kalau yang lain mulai enggan mencuci baju dalam raja, si pelayan miskin ini selalu bisa.

Hingga suatu hari, kegelisahannya tak lagi terbendung. “Rajaku yang terhormat!” ucapnya sambil bersimpuh. Sang raja pun mulai memperhatikan. “Saya mau undur diri dari pekerjaan ini,” sambungnya tanpa ragu. Tapi, ia tak berani menatap wajah sang raja. Ia mengira, sang raja akan mencacinya, memarahinya, bahkan menghukumnya. Lama ia tunggu.

“Kenapa kamu ingin undur diri, pelayanku?” ucap sang raja kemudian. Si pelayan miskin itu diam. Tapi, ia harus bertarung melawan takutnya. Kapan lagi ia bisa mengeluarkan isi hati yang sudah tak lagi terbendung. “Maafkan saya, raja. Menurut saya, raja sudah tidak adil!” jelas si pelayan, lepas. Dan ia pun pasrah menanti titah baginda raja. Ia yakin, raja akan membunuhnya.

Lama ia menunggu. Tapi, tak sepatah kata pun keluar dari mulut raja. Pelan, si pelayan miskin ini memberanikan diri untuk mendongak. Dan ia pun terkejut. Ternyata, sang raja menangis. Air matanya menitik.

Beberapa hari setelah itu, raja dikabarkan wafat. Seorang kurir istana menyampaikan sepucuk surat ke sang pelayan miskin. Dengan penasaran, ia mulai membaca, “Aku sayang kamu, pelayanku. Aku hanya ingin selalu dekat denganmu. Aku tak ingin ada penghalang antara kita. Tapi, kalau kau terjemahkan cintaku dalam bentuk benda, kuserahkan separuh istanaku untukmu. Ambillah. Itulah wujud sebagian kecil sayangku atas kesetiaan dan ketaatanmu.”


*******
Betapa hidup itu memberikan warna-warni yang beraneka ragam. Ada susah, ada senang. Ada tawa, ada tangis. Ada suasana mudah. Dan, tak jarang sulit.

Sayangnya, tak semua hamba-hamba Yang Maha Diraja bisa meluruskan sangka. Ada kegundahan di situ. Kenapa kesetiaan yang selama ini tercurah, siang dan malam; tak pernah membuahkan bahagia. Kenapa yang setia dan taat pada Raja, tak dapat apa pun. Sementara yang main-main bisa begitu kaya.

Karena itu, kenapa tidak kita coba untuk sesekali menatap ‘wajah’Nya. Pandangi cinta-Nya dalam keharmonisan alam raya yang tak pernah jenuh melayani hidup manusia, menghantarkan si pelayan setia kepada hidup yang kelak lebih bahagia.

Pandanglah, insya Allah, kita akan mendapati jawaban kalau Sang Raja begitu sayang pada kita.

Kedudukan Sabar Dalam Islam

Sabar adalah separuh dari Dien (Agama). Sabar itu kedudukannya seperti kepala terhadap tubuh. Sebagaimana tidak ada jasad tanpa kepala, maka demikian juga tidak ada Dien tanpa sabar.

Sabar itu menurut ijma’ ulama hukumnya wajib. Kata “washbir” adalah fi’il amar (kata kerja perintah), dan perintah itu menunjukkan suatu kewajiban. Tidak mungkin dapat melewati shirath (titian menuju surga) kecuali orang-orang yang sabar. Dan seseorang tidak mungkin naik ke suatu tempat di sisi Rabbnya kecuali mereka yang sabar dan bersyukur.

Allah ‘Azza wa Jalla menyebut kata sabar di dalam Al Qur’an kurang lebih di sembilan puluh tempat. Allah menyebutnya dalam enam belas bentuk, setiap bentuk mempunyai suatu manfaat. Atau dengan kata lain, Allah menyebutkan enambelas manfaat sabar dalam kitab-Nya. Yang paling penting ialah :

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas”. (QS. Az Zumar : 10)

Dalam sebuah atsar disebutkan :

“Pada hari kiamat, orang-orang yang selalu mendapatkan bala’ dari Allah di dunia didatangkan, tidak diadakan persidangan bagi mereka dan tidak pula ditimbang amalannya bahkan mereka diberikan kebaikan yang melimpah. Maka dari itu orang-orang yang jarang mendapatkan bala’ dari Allah di dunia berangan-angan kalau sekiranya jasad mereka dipotong-potong dengan gunting, karena mereka iri melihat kebaikan, kesejahteraan dan kedudukan yang dianugerahkan Allah kepada orang yang selalu sabar menghadapi bala’”.
Juga sabar dan takwa, keduanya merupakan dua perisai yang kuat lagi kokoh dalam menolak tipu daya musuh-musuh Allah dan rencana-rencana jahat mereka.

“Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik”. (QS. Yusuf : 90)

“Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan”. (QS. Ali Imran : 120)

“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya”. (QS. Ali Imran : 120)


Demikian juga sabar khususnya dalam jihad, maka ia akan membuat malaikat penolong turun:

“Ketahuilah, bahwa di dalam kesabaran atas sesuatu yang kamu tidak suka itu terdapat kebaikan yang banyak, dan bahwa pertolongan itu bersama kesabaran, dan jalan keluar itu bersama kesusahanserta sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”. (HR Tirmidzi)

“Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertaqwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda”. (QS. Ali Imran : 125)

Lima ribu malaikat. Menurut Qurthubi dan Hasan Al Bashri serta yang lain, bahwa malaikat yang lima ribu jumlahnya itu disiapkan untuk setiap tentara muslim yang sabar dan mengharapkan balasan dari amal hanya kepada Allah. Jadi setiap tentara yang sabar dan mengharapkan pahala amalnya hanya kepada Allah maka malaikat akan turun kepadanya.

Sabar dan takwa mengangkat kedudukan seseorang di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu Allah Rabbul ‘Izzati berfirman melalui lesan Nabi Yusuf, yakni ketika para saudara bertanya kepadanya :

“Mereka berkata: “Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?” Yusuf menjawab: “Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami”. (QS. Yusuf : 90)

Mengapa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada Yusuf? Sesungguhnya dikarenakan ‘illat (sebab), yakni kata innahu sedangkan kata fa inna itu untuk penjelasan sebab. (Innahu man yattaqi wa yashbir, fa innallaha laa yudhii’u ajral muhsiniin)

Demikian juga, sabar itu dapat membuka jiwa untuk dapat menerima isyarat-isyarat dari alam semesta sehingga dia berfikir dan memperhatikan. Dan sabar juga membuat hati terbuka untuk menerima makna-makna Al Qur’an, sehingga dia dapat mengambil pelajaran dan melangkah di atas jalan kebenaran.

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur”. (QS. Luqman : 31)