aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Jumat, 01 Februari 2013

Hukum Meminta Jabatan dalam Pandangan Islam

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah menasihatkan kepada Abdurrahman bin Samurah: “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan, karena jika engkau diberi tanpa memintanya, niscaya engkau akan ditolong (oleh Allah dengan diberi taufik kepada kebenaran). Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu, niscaya akan dibebankan kepadamu (tidak akan ditolong)”. 

Hadist ini diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhori dalam shahih-nya no.7146 dengan judul ”Siapa yang tidak meminta jabatan, Allah akan menolongnya dalam menjalankan tugasnya” dan no.7147 dengan judul “Siapa yang minta jabatan akan diserahkan kepadanya (dengan tidak mendapatkan pertolongan dari Allah dalam menunaikan tugasnya)”.
Diriwayatkan pula oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya no.1652 yang diberi judul oleh Al-Imam An-Nawawi “Bab larangan meminta jabatan dan berambisi untuk mendapatkannya”. 

Masih bekaitan dengan permasalahan di atas, juga didapatkan riwayat dari Abu Dzar Al-Ghifari, ia berkata: “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau menjadikanku sebagai pemimpin” Mendengar permintaanku tersebut,beliau menepuk pundakku seraya bersabda: 

“Wahai Abu Dzar, engkau seorang yang lemah sementara kepemimpinan itu adalah amanah. Dan nanti pada hari kiamat, ia akan menjadi kehinaan dan penyesalan kecuali orang yang mengambil dengan haknya dan menunaikan apa yang seharusnya ia tunaikan dalam kepemimpinan tersebut.”(shahih, HR Muslim no.1825)  

Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasllam bersabda:“Wahai Abu Dzar, aku memandangmu seorang yang lemah, dan aku menyukai untukmu apa yang kusukai untuk diriku. Janganlah sekali-kali engkau memimpin dua orang* dan janganlah engkau menguasai pengurusan harta anak yatim.”(Shahih, HR.Muslim no.1826) Al-Imam An-Nawawi membawakan kedua hadist Abu Dzar di atas dalam kitab beliau Riyadush shalihin, Bab “ Larangan meminta jabatan kepemimpinan dan memilih untuk meninggalkan jabatan tersebut jika ia tidak pantas untuk memegangnya atau meninggalkan ambisi terhadap jabatan”.

Kisah Nabi Yusuf 'Alaihi Wasllam Meminta Jabatan karena Memang berilmu 

Penjelasan Asy-Syaikh Abdul Malik Ramadhani tentang Kisah Nabi YusufOrang yang berdalil dengan kisah masuknya Nabi Yusuf dalam siyasah (pemerintahan) telah tenggelam dalam kesalahan. Yaitu ketika beliau mengatakan:“Jadikanlah aku bendaharawan negara Mesir.” (Yusuf: 55) Padahal beliau tidak memasuki tugas ini kecuali setelah mendapatkan persaksian dari Allah. Tertulis pada persaksian tersebut: 

“Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi sangat berpengetahuan.” (Yusuf: 55)

Sebagaimana diherankan dari yang lain juga, yang membolehkan diri mereka menerima jabatan politik masa ini –bersamaan dengan apa yang ada di dalamnya berupa sistem parlemen kafir atau jahat– berdalil dengan perbuatan Nabi Yusuf, sembari melalaikan bahwa Nabi Yusuf tidak memintanya. Namun raja itulah yang menawarkannya kepada beliau. Beliau juga tidak menerimanya melainkan ketika raja tersebut menjamin keamanan dan kebebasan baginya. Sehingga tidak ada tekanan, atau ancaman, atau mengorbankan agama, atau tarik ulur, atau tawar menawar, atau adu argumentasi. Oleh karena itu, perhatikan urutannya dalam firman Allah: 

“Dan raja berkata: ‘Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku.” Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: ‘Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami.’ Berkata Yusuf: ‘Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi sangat berpengetahuan’.” (Yusuf 12: 54-55) 

Adapun mereka (para politikus, pen), mereka telah takjub dan berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri. Sehingga setan menggambarkan suatu gambaran yang terbayang dalam benak mereka bahwa mereka akan kokoh dalam kebenaran. Sementara sebenarnya mereka leleh dalam keridhaan terhadap aturan manusia. Allah lah tempat memohon pertolongan. 

Adapun Nabi Yusuf, beliau tidak mengorbankan agamanya dan tidak menyia-nyiakan kesungguhannya dalam siyasah (politik) yang syar’i. Tidak pula beliau melaksanakan undang-undang raja yang kafir, dengan dalih maslahat dakwah. Allahberfirman:

“Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.” (QS. Yusuf 12: 76). 

Bandingkanlah dengan pemimpin yang katanya muslim (ntah di Indonesia, Mesir, atau negara lain yang mayoritas penduduknya muslim ) , mereka minta jabatan tanpa ia sadari, sebenarnya mereka tidaklah berilmu! Bagaimana mungkin berilmu, dengan mengusung demokrasi, setiap manusia sama-sama punya hak suara( terhitung 1 suara-AH) apakah ia pelacur, Koruptor, Orang 'alim, guru, semua sama. Belum lagi dengan jual beli suara, baik di tingkat RT, sampai Pemilu Presiden!?.

Kisah Bunga Mawar dan Pohon Bambu

Di sebuah taman, terdapat taman bunga Mawar yang sedang berbunga. Mawar-mawar itu mengeluarkan aroma yang sangat harum, dengan warna-warni yang cantik. Banyak orang yang berhenti untuk memuji sang Mawar. Tidak sedikit pengunjung taman meluangkan waktu untuk berfoto di depan atau di samping taman Mawar. Bunga Mawar memang memiliki daya tarik yang menawan. Semua orang suka Mawar. Itulah salah satu lambang cinta.

Sementara itu, di sisi lain taman, ada sekelompok pohon Bambu yang tampak membosankan. Dari hari ke hari, bentuk pohon Bambu begitu-begitu saja. Tidak ada bunga yang mekar atau aroma wangi yang disukai banyak orang. Tidak ada orang yang memuji pohon Bambu. Tidak ada orang yang mau berfoto di samping pohon Bambu.

Maka, tak heran jika pohon Bambu selalu cemburu saat melihat taman Mawar dikerumuni banyak orang.

“Hai, Bunga Mawar,” ujar sang Bambu pada suatu hari. “Tahukah kau, aku selalu ingin sepertimu. Berbunga dengan indah, memiliki aroma yang harum, selalu dipuji cantik dan menjadi saksi cinta manusia yang indah.”

Mawar, yang mendengar hal itu, tersenyum. “Terimakasih atas pujian dan kejujuranmu, Bambu,” ujarnya. “Tapi, tahukah kau, aku justri sebenarnya iri padamu.”

Sang Bambu keheranan. Dia tidak tahu apa yang membuat Mawar iri padanya. Tidak ada satu pun bagian dari bambu yang lebih indah dari mawar. “Aneh sekali. Mengapa kau iri padaku?”

“Tentu saja aku iri padamu. Coba lihat, kau punya batang yang sangat kuat. Saat badai datang, kau tetap bertahan, tidak goyah sedikit pun,” ujar sang Mawar. “Sedangkan aku dan teman-temanku, kami sangat rapuh. Kena angin sedikit saja, kelopak kami akan lepas. Hidup kami sangat singkat.”

Bambu baru sadar, bahwa dia punya kekuatan. Kekuatan yang dia anggap biasa saja, ternyata bisa mengagumkan sang Mawar.

“Tapi, Mawar, kamu selalu dicari orang. Kamu selalu menjadi hiasan rumah yang cantik, atau menjadi hiasan rambut para gadis,” kata Bambu lagi, masih penasaran.

Sang Mawar kembali tersenyum. “Kamu benar, Bambu. Aku sering dipakai sebagai hiasan dan dicari orang. Tapi, tahukah kamu. Aku akan layu beberapa hari kemudian. Tidak seperti kamu.”

Bambu kembali bingung. “Aku tidak mengerti.”

“Ah, Bambu...,” ujar Mawar sambil menggeleng. “Kamu tahu, manusia sering menggunakan dirimu sebagai alat untuk mengalirkan air. Kamu sangat berguna bagi tumbuhan yang lain. Dengan air yang mengalir pada tubuhmu, kamu menghidupkan banyak tanaman,” lanjut sang Mawar. “Aku jadi heran. Dengan manfaat sebesar itu, seharusnya kamu bahagia, bukan iri padaku.”

Bambu mengangguk. Dia kembali tersadar, bahwa selama ini dia telah bermanfaat untuk tanaman lain. Walaupun pujian itu lebih sering ditujukan untuk mawar, sesungguhnya bambu juga memiliki manfaat yang tidak kalah dengan bunga cantik itu.

Sejak saat itu, sang Bambu tidak lagi merenungi nasibnya. Dia senang mengetahui kekuatan dan manfaat yang bisa dia berikan untuk makhluk lain.  

Daripada menghabiskan tenaga dengan iri pada orang lain, lebih baik bersyukur atas kemampuan diri sendiri, apalagi jika berguna untuk orang lain

Ciri-ciri Pemimpin Menurut Islam

 Jabatan itu bukanlah kebanggaan/kemuliaan, tetapi AMANAH yang harus dipertanggung-jawabkan. Bukan saja di dunia, tetapi juga di akhirat.

Oleh karenanya, para Sahabat Nabi menangis ketika dipilih atau didaulat memegang jabatan sebagai pemimpin. Takut siksa neraka karena tidak amanah; karena dosa pemimpin itu lebih besar dibanding rakyat biasa apabila melakukan kesalahan yang sama.

Setelah dilantik jadi pemimpin, mereka harus meninggalkan pekerjaan lainnya (tidak leluasa lagi untuk nyambi, apalagi nyari proyek), karena harus fokus mengurus rakyatnya. Apabila ada rakyatnya yang terlantar, maka ancaman siksa neraka menantinya. Dia hanya mendapat gaji dan tunjangan resmi dari negara secukupnya. Pendapatan selain dari itu diharamkan. Denga gaji itulah dia menghidupi anak dan istrinya. (Sehingga hidupnya jadi pas-pasan dibanding sebelum diangkat menjadi pemimpin)

Sebagai pemimpin, dia harus punya sifat STAF, yaitu:

  • Shidiq (selalu berkata dan berikap jujur dan benar)
  • Tabligh (accountable dan auditable)
  • Amanah (credible dan capable) 
  • Fathanah (smart dan visioner) 
Pemimpin dalam Islam menyedekahkan kekayaannya untuk rakyat, bukan mencari kekayaan mumpung jadi pemimpin. (Kalo ingin jadi orang kaya, mestinya jadi pengusaha saja, bukan jadi pejabat)

Pemimpin dalam Islam hidup serderhana di tengah penderitaan dan kemiskinan rakyatnya, bukan bersenang-senang dan bermewah-mewah di atas penderitaan dan kesengsaraan rakyatnya.

Pemimpin dalam Islam yang terakhir kali bertahan dalam kancah perjuangan (ekonomi dan politik) setelah seluruh rakyatnya selamat.

Itulah sebabnya para Sahabat tidak ada satu pun yang berebut kursi atau jabatan. Takut denga ancaman Allah apabila tidak amanah. Berbeda dengan orang-orang sekarang ....

Kelebihan Mati Syahid Di Medan Peperangan

Malaikat khas akan didatangkan untuk mensyahidkan (menyaksikan) mereka yang mati syahid di medan peperangan. Mati syahid yang besar ialah mereka yang terbunuh dalam pertempuran di medan peperangan kerana mendaulatkan Islam, menegakkan perintah atau hukum Allah dan mempertahankan negeri Islam daripada serangan musuh.

Mereka Tidak Mati  


Dan jangan sekali-kali engkau menyangka orang-orang yang terbunuh (yang gugur Syahid) pada jalan Allah itu mati, (mereka tidak mati) bahkan mereka adalah hidup (secara istimewa) di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki. (Ali-Imran:169)  


Dalam mazhab Syafie, mereka yang syahid besar tidak perlu dimandikan, tidak perlu dikafan dan tidak perlu di sembahyangkan jenazah mereka kerana segala dosa mereka telah gugur (dihapuskan). Dalam mazhab Hanbali pula, mereka yang syahid besar tidak perlu dimandikan, tidak perlu dikafan dan tidak perlu di sembahyang jenazahkan kerana telah mereka sebenarnya masih hidup dan tidak mati berdasarkan firman Allah.

Baqarah [154] Dan janganlah kamu mengatakan (bahawa) sesiapa yang terbunuh dalam perjuangan membela agama Allah itu: Orang-orang mati; bahkan mereka itu orang-orang yang hidup (dengan keadaan hidup yang istimewa), tetapi kamu tidak dapat menyadarinya. 


Mereka Bersukacita di Syurga 


(Dan juga) mereka bersukacita dengan kurniaan Allah (balasan mati Syahid) yang telah dilimpahkan kepada mereka dan mereka bergembira dengan berita baik mengenai (saudara-saudaranya) orang-orang (Islam yang sedang berjuang), yang masih tinggal di belakang, yang belum (mati dan belum) sampai kepada mereka, (iaitu) bahawa tidak ada kebimbangan (dari berlakunya kejadian yang tidak baik) terhadap mereka dan mereka pula tidak akan berdukacita. (Ali-Imran:170)

Mereka bergembira dengan balasan nikmat dari Allah dan limpah kurniaNya dan (ingatlah), bahawa Allah tidak menghilangkan pahala orang-orang yang beriman. (Ali-Imran:171)


Sakitnya Tidak Melebihi Gigitan Semut 


Dalam sebuah hadith dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Orang yang mati syahid itu tidak mendapatkan kesakitan kerana terkena pembunuhan, melainkan hanyalah sebagaimana seseorang di antara engkau semua mendapatkan kesakitan kerana terkena gigitan – semut dan sebagainya.” (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi)

Ingin Kembali Ke Dunia Dan Mengulanginya Hingga 10 Kali  


Para Syuhada ini menerima ganjaran yang sangat istimewa sehingga sanggup kembali ke dunia untuk mengulangi kematian berbanding golongan lain seperti para wali dan orang soleh yang tidak sanggup lagi kembali ke dunia yang penuh dengan syirik, maksiat dan kezaliman.

Dari Anas bin Malik r.a, dari nabi SAW sabdanya:”Tidak ada seorangpun yang telah masuk syurga ingin kembali semula ke dunia walaupun seluruh isi bumi ini diberikan kepadanya kecuali orang-orang yang mati syahid. Orang yang mati syahid itu ingin kembali ke dunia lalu dia tewas (syahid) di dunia hingga sepuluh kali, kerana dia telah menyaksikan bagaimana mulianya orang yang mati syahid.