aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Selasa, 13 Agustus 2013

Istana Nabi Sulaiman

Nabi Sulaiman Alaihisslam (AS) adalah putra dari Nabi Daud AS.Sulaiman dikenal sebagai nabi yang sangat kaya dan memiliki kelebihan yang sangat jarang dimiliki nabi-nabi sebelumnya. Kelebihannya itu antara lain ia bisa berbicara dengan seluruh binatang dan burung-burung, menaklukan angin, laut dan udara serta jin-jin pun tunduk dan patuh pada perintahnya. Kemuliaan dan kehebatan Nabi Sulaiman ini dapat dibaca pada surah An-Naml (semut [27] ayat 20-44). 

Sebagaimana dikisahkan dalam AlQuran, Nabi Sulaiman adalah seorang raja yang memiliki kekuasaan sangat luas. Karenanya, ia terus berusaha memperluas wilayahnya. Suatu ketika saat ia mengumpulkan seluruh makhluk, ia tidak mendapati burung Hud-hud, sebab itu jika Hud-hud kembali ia harus bisa memberikan alasannya yang tidak memenuhi undangan dari Sulaiman. Tak berapa lama kemudian, datanglah burung Hud-hud dan memberikan sebuah kabar kepada Sulaiman, yaitu sebuah kerajaan yang besar yang dipimpin oleh seorang Ratu, namun tidak beriman kepada Allah. Kerajaan itu terletak di daerah Saba di Yaman Selatan.

Tertarik dengan cerita Hud-hud, Sulaiman kemudian meminta kepada salah satu diantara yang hadir untuk mengecek kebenaran kisah Hud-hud dan mengirimkan surat pada Ratu Saba yang bernama Bilqis. Singkat cerita, setelah menerima surat Sulaiman, ratu Saba pun kemudian mendatangi kerajaan Sulaiman yang terletak di Palestina. Sebelum ratu Saba tiba di kerajaannya, Sulaiman menanyakan kepada pembesarnya, siapa diantara mereka yang sanggup memindahkan istana Ratu Saba ke kerajaan Sulaiman, Jin Ifrit mengatakan bahwa dirinya sanggup melakukan sebelum Sulaiman beranjak dari tempat duduknya (QS An-Naml [27]: 39).

Lalu, salah seorang lainnya yang memiliki keluasaan ilmu pengetahuan menyatakan sanggup memindahkan istana ratu Saba sebelum Sulaiman mengedipkan matanya (QS An-Naml [27]: 40). Maka kemudian atas izin Allah, istana Ratu Bilqis berhasil dipindahkan. Sulaiman pun bersyukur atas karunia tersebut karena berhasil memindahkan istana Ratu Bilqis sebelum kedatangannya di kerajaan di kerajaan Sulaiman. Kemudian Sulaiman memerintahkan anak buahnya yang terdiri dari para jin untuk merubah sedikit bentuk istana ratu Saba tersebut.
Dan ketika ratu Saba tiba dan ditanyakan Sulaiman apakah istananya serupa dengan istana yang terletak di samping istana Sulaiman itu, Ratu Bilqis pun mengakuinya. Namun dengan adanya perubahan dan keindahan bangunan istana yang terbuat dari kaca, membuat ratu Bilqis mengangkat sebagian pakaianyya hingga terlihatlah kedua betisnya.

“Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana.” Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikirinya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya”. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca.” Berkatalah Bilqis: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (QS An-Naml [27]: 44).


Yaman Selatan

Catatan sejarah mengungkapkan, Ratu Saba berasal dari negeri tua Saba di Yaman Selatan. Penelitian yang dilakukan terhadap reruntuhan kerajaan Saba terungkap bahwa ada seorang ratu yang pernah berada di kawasan ini hidup antara 1.000 hingga 950 SM dan melakukan perjalanan ke utara (ke Jerusalem). Dan menurut sebagian riwayat, Saba adalah julukan yang diberikan kepada raja-raja yang memerintah di Yaman Selatan.

Model Haikal Sulaiman

Berdasarkan keterangan AlQuran maupun kisah-kisah yang terdapat dalam versi Yahudi dan Nasrani, Sulaiman (Solomon) memiliki kerajaan yang sangat istimewa. Kerajaannya dibangun dengan menggunakan ilmu teknologi yang sangat maju di masanya. Di istananya terdapat berbagai karya seni dan benda-benda berharga, yang mengesankan bagi semua yang menyaksikannya.



 
Wailing Wall (Tembok Ratapan)  

Istana Nabi Sulaiman disebut dengan nama Solomon Temple (Istana atau Kuil Sulaiman) dalam literatur yahudi. Saat ini, keberadaan istana Sulaiman sudah tidak ada karena mengalami keruntuhan, kecuali hanya Tembok sebelah barat yang tersisa dari bangunan kuil atau istana yang masih berdiri. Oleh orang yahudi sisa bangunan kuil itu dinamakan dengan Wailing Wall atau Tembok Ratapan.

Dalam beberapa riwayat, hancurnya istana Sulaiman bukan karena runtuh tetapi diruntuhkan oleh orang-orang yahudi yang sombong dan angkuh. Hal ini dijelaskan dalam AlQuran surah Al-Isra [17] ayat 4-7. Dalam hikayat lain disebutkan, istana Sulaiman menempati area yang luas dan megah, konon pintu istananya terbuat dari kayu zaitun dan cemara, lantainya terbuat dari kaca dan emas, warna bangunannya berwarna-warni seperti biru, ungu, hijau, kuning dan lainnya. Dalam versi Yahudi disebutkan warna biru mewakili langit sedangkankan warna merah mewakili bumi, ungu kombinasi dua warna merupakan pertemuan dari langit dan bumi.

Selain istana Sulaiman, konon di lingkungan istana Haikal Sulaiman tedapat bangunan lainnya seperti gapura yang terletak di sebelah arah barat daya, istana ratu Bilqis, istana Sulaiman pintu gerbangnya memiliki 32 pilar. Selain itu ada pula ruang pengadilan, tempat tinggal para rahib, pintu masuk ke kuil lapangan atau alun-alun, dan lain sebagainya.

Dome of the Rock



  
Masjid Kubah Batu (Dome of Rock) di Palestina 

Ada versi menarik mengenai keberadaan istana Sulaiman, konon, kekerasan sikap Yahudi untuk merebut Palestina dan menghancurkan Al-Aqsha, salah satunya adalah keberadaan istana Sulaiman tersebut. Menurut versi Yahudi, kuil Sulaiman merupakan lambang kekuatan, sehingga sangat berguna dalam situasi terkini di dunia internasional. Mereka meyakini kalau pondasi kuil Sulaiman berada di masjid Al-Aqsha. Namun karena sudah roboh maka kuil ini tidak bisa di restorasi lagi. Kenapa Yahudi ngotot ingin menghancurkan Al-Aqsha? Konon, bukan Al-Aqsha yang dijadikan persoalan melainkan simbol dari kuil Sulaiman itu sebelumnya.
Dan satu-satunnya tempat yang bagus untuk pembangunan kuil itu terletak di Bukit Zaitun, diantara Masjid Al-Aqsha dan Dome of the Rock. Di tempat ini pemandangannya sangat bagus dan pembangunan kuil itu dianggap sangat penting oleh pihak Yahudi terutama pengakuan atas bangsa Yahudi.

Konon, kuil Sulaiman terletak di sebelah selatan Dome of the Rock, yaitu masjid yang dibangun oleh Khalifah Al-Walid dari Dinasti Umayyah. Tempat ini pernah dipakai shalat oleh Khalifah Umar bin Khattab. Ia kemudian meletakkan sebuah batu (the rock). Lalu oleh Abdul Malik diatas batu itu dibangun kubah yang kemudian dikenal dengan nama Dome of the Rock. Wa Allahu A’lam.

Amman Jordania, Kota Para Pengungsi

Dari Abdurrahman bin Miswar, dia berkata, "Kami berdiam di Amman selama dua bulan bersama Sa'ad bin Malik. Dia meng-qashar shalat, sementara kami shalat itmam (tidak mengqashar). Ketika kami (para tabi'in) menanyakan hal itu, beliau menjawab, "Kami lebih mengetahui." (HR Al-Baihaqi dengan sanad yang hasan).

Dalam hadits di atas tercantum kata 'Amman'. Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadits An-Nabawi, Amman adalah kota di ujung Syam. "Dulu merupakan pusat kota negeri Al-Balqa," ujarnya. Di antara kota-kota yang ada di wilayah itu adalah Adzdarbah, Jarba, dan Elat—semuanya berada di Syam.
 

Kini, Amman merupakan ibukota dan kota terbesar Yordania dan merupakan kota politik, budaya, dan pusat komersial serta kota tertua yang masih dihuni oleh peradaban manusia. Populasi wilayah terbesar Amman dihuni lebih dari 2,8 juta penduduk pada 2010. 
  
Sepanjang sejarahnya, Amman telah dihuni oleh beragam jenis masyarakat. Catatan sejarah menunjukkan bahwa masyarakat pertama yang menghuni kota itu berasal dari masa Neolitikum, yaitu sekitar 1005 SM. Para arkelog menemukan jejak kehidupan masa Neolitikum di Ain Ghazal yang terletak di sebelah timur Amman. 
  
Menurut para arkelog, masyarakat tertua di wilayah itu tidak hanya hidup menetap, tetapi juga telah menghasilkan karya seni. Fakta itu menunjukkan betapa peradaban yang menetap di wilayah Amman tua itu telah mengalami perkembangan yang baik pada masa itu.

Pada abad ke-13 SM, Kota Amman dijuluki Rabbath Ammon oleh bangsa Ammon. Setelah itu, daerah tersebut dikuasai oleh bangsa Assyria dan diikuti oleh bangsa Persia. Setelah itu ditaklukkan lagi oleh bangsa Makedonia. Pemimpin Macedonia di Mesir, Ptolemy II Philadelphus, mengubah nama kota ini menjadi Philadelphia.

Kota ini menjadi bagian dari Kerajaan Nabatea hingga 106 M, ketika Philadelphia berada di bawah kekuasaan Romawi dan bergabung dengan Decapolis. Pada 321 M, Kristen menjadi agama kerajaan tersebut dan Philadelphia menjadi kursi keuskupan selama awal era Bizantium. Philadelphia kembali berganti nama menjadi Amman pada periode Ghassanian dan berkembang di bawah kekhalifahan Bani Ummayyah di Damaskus dan Abbasiyyah di Baghdad. 

  
Beberapa kali gempa bumi dan bencana alam menghancurkan Amman dan menjadikan kota tersebut sebuah desa kecil dan reruntuhan batu hingga pendudukan Circassian pada 1887.

Kota tersebut berubah ketika Sultan Ottoman memutuskan untuk membangun jalur kereta Hijaz yang terhubung ke Damaskus dan Madinah. Ia memfasilitasi baik ritual haji dan perdagangan tetap yang menjadikan Amman sebagai stasiun utama pada peta komersial.

Pada 1921 M, Abdullah I memilih Amman sebagai wilayah pemerintahan untuk kota yang baru dibangunnya, Kekaisaran Transjordan.

Kemudian kota ini menjadi ibukota untuk Kerajaan Hashemite Yordania. Karena di sana tidak terdapat gedung-gedung mewah, ia mulai membangun stasiun dengan kantor di dalam gerbong kereta. Amman menjadi kota kecil hingga 1949.

Pada 1963, populasi bertambah karena masuknya pengungsi Palestina. Amman mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak 2010 di bawah pimpinan dua raja Hashemit, Hussein dari Yordania dan Abdullah II.

Pada 1970, Amman menjadi lokasi tempat bentrokan besar antara Organisasi Pembebas Palestina (PLO) dan pasukan Yordania. Segala sesuatu yang berada di sekeliling istana mengalami kerusakan berat. Populasi penduduk mengalami perkembangan yang luar biasa akibat tibanya pengungsi dari berbagai macam negara. Gelombang pertama pengungsa Palestina tiba pada 1948.

Gelombang kedua muncul setelah Perang Enam Hari pada 1967 dan gelombang ketiga pengungsi Palestina, Yordania, dan Asia Tenggara yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga tiba di Amman dari Kuwait, setelah Perang Teluk pada 1991. Gelombang pertama bangsa Irak datang ke Amman setelah Perang Teluk berakhir dengan gelombang kedua muncul pada 2003 setelah invasi Irak.

Selama 10 tahun, jumlah bangunan di seluruh kota bertambah secara dramatis dan distrik-distrik baru dibangun, terutama di Amman bagian barat. Hal ini menyebabkan warga kesulitan air bersih.

Pada November 2005, sebuah ledakan mengguncang tiga hotel di Amman, menyebabkan 60 orang tewas dan melukai 915 lainnya. Alqaidah mengklaim bertanggung jawab atas ledakan tersebut meskipun kenyataannya kota kelahiran pemimpin Alqaidah yang terbunuh, Abu Musab Al-Zargawi, adalah Kota Zarga yang terletak di 30 km dari Amman.

Amman merupakan pusat komunikasi, transportasi, pariwisata medis, pendidikan, dan investasi. Pada Perang Irak 2003, seluruh transaksi bisnis dengan Irak dilakukan dengan beberapa cara. Bandara Amman, Bandara Internasional Ratu Alia, merupakan pusat maskapai utama Yordania. Amman juga menjadi pintu masuk turis ke negara tersebut karena hampir seluruh turis yang datang ke Yordania masuk melalui Amman.

Kota Amman mengalami perkembangan pesat di berbagai bidang. Hal tersebut dapat dilihat dari sektor konstruksi, real estat, perbankan, finansial, dan bisnis.

Banyak gedung pencakar langit tengah dalam proses konstruksi setelah pencabutan larangan pembangunan gedung lebih dari empat lantai.

Kota Amman dihiasi gedung-gedung modern serta bangunan bersejarah. Amman Timur merupakan bagian bersejarah di mana keluarga tunggal tinggal di sisi bukit dan toko-toko kecil serta pasar di wadi atau lembah mendominasi tata letak timur Amman.

Beberapa kota industri sedang dikembangkan di dekat Kota Amman, yang terpenting adalah Mushatta. Amman Barat populasinya lebih renggang dan lebih indah. Bagian ini menjadi pusat ekonomi di Amman.

Sebagian hotel bintang lima dan empat berdiri di bagian ini. Distrik terpenting di Amman Barat adalah Shmeisani dan Abdali. Distrik Abdoun menjadi pusat ekonomi Amman. Dan Jabal Amman merupakan salah satu distrik bersejarah.

Amman memiliki populasi ekspatriat yang luar biasa besar. Betapa tidak, begitu banyak imigran yang datang ke negera itu untuk mencari suaka politik. Orang Irak, Palestina, Lebanon, dan Armenia merupakan di antara banyak populasi ekspatriat yang saat ini berada di Amman. Pekerja tamu kebanyakan berasal dari Mesir, Suriah, dan Asia Tenggara. Banyak orang Barat yang berada di Amman sebagai organisasi internasional dengan misi diplomatik yang memiliki kantor regional di Amman.

  
Amman dikenal sebagai salah satu kota paling liberal di Timur Tengah dan Eurasia. Ia juga dikenal sebagai kota yang paling kebarat-baratan di wilayah tersebut, seperti Kairo dan Damaskus. Kebebasan beragama merupakan tradisi panjang di Yordania. Yordania tidak memiliki hukum yang memaksa para perempuan dan laki-laki untuk berpakaian tertentu. Namun, Islam dan Kristen adalah agama yang paling banyak ditemukan di sana.
  
Sejak 2000, mal-mal besar berdiri di Amman, termasuk Mall Mekah, Mall Abadoun, Mall Al-Baraka, City Mall, Mall Istikal, dan masih banyak lagi. Dua di antaranya yang tengah dibangun adalah Taj Mall dan Abdali Mall. Kota Amman dikenal dengan sejumlah taman air mancur yang dilengkapi permainan bagi anak-anak.

Tiberia, Danau dan Kota Tiga Agama

Rasulullah SAW bersabda, "Kemudian Allah SWT mengeluarkan Yakjuj dan Makjuj, mereka turun dengan cepat dari bukit-bukit yang tinggi. Setelah itu gerombolan atau barisan pertama dari mereka melewati Danau Thabariyah dan meminum habis semua air dalam danau tersebut. (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).

Dalam hadits tentang tanda-tanda menjelang datangnya hari kiamat atau akhir zaman di atas tercantum kata 'Danau Thabariyah'. Danau itu juga dikenal dengan nama Tiberia.

Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas al-Hadits an-Nabawi mengatakan, dalam bahasa Arab, kata Thabar berarti melompat atau bersembunyi. "Tiberia merupakan nama danau dan kota di utara Palestina," ujar Dr Syauqi Abu Khalil.



Danau dan Kota Tiberias.  
Tepatnya, terletak di dekat Dataran Tinggi Golan di sebelah utara Palestina, di Lembah Celah Besar Yordan yang memisahkan Afrika dan patahan Arab. Saat ini, wilayah tersebut termasuk daerah kekuasaan Israel.

Danau ini mempunyai panjang sekitar 25,5 kilometer dan lebar 12 kilometer. Dengan luas total 166 meter persegi, danau ini menjadi danau air tawar terluas di Israel. Danau ini juga menjadi danau kedua terdalam setelah Laut Mati, yaitu dengan kedalaman 43 meter. Di dasar danau terdapat mata air yang ikut mengisi danau, meskipun sumber utamanya berasal dari Sungai Yordan yang mengalir dari utara ke selatan.

Sungai Tiberia mempunyai banyak nama, salah satunya Danau Galilee atau Danau Kinneret. Di sekitar lokasi danau merupakan tempat yang rentan akan gempa bumi dan-pada zaman dahulu-aktivitas gunung api. Hal ini terbukti dari banyaknya batu basalt dan batuan beku lainnya yang menentukan kondisi geografis di daerah Galilee.

Di bagian barat laut danau ini terdapat sebuah kota yang bernama sama dengan danau tersebut. Menurut sejarah, Kota Tiberia dibangun sejak 20 Masehi dan dinamakan Tiberia untuk menghormati Kaisar Tiberius yang berasal dari Romawi. Kota yang terletak di sepanjang Pantai Kinneret ini dibangun oleh Herodes Antipas, anak Herodes Agung. Kota ini merupakan satu dari empat kota yang dianggap suci oleh orang-orang Yahudi.

Kota Tiberia ini terletak di atas ketinggian 200 meter dari permukaan laut. Iklim di wilayah itu merupakan perbatasan antara musim panas Mediterania dan musim semi. Curah hujannya setiap tahun kita-kira 400 mm. Pada musim panas, suhu tertinggi mencapai 37 derajat celcius. Suhu minimumnya sekitar 21 derajat. Pada musim dingin, suhu di kota tersebut mulai dari 18 hingga 8 derajat. Kota Tiberia terletak di dekat sumber air panas dan mineral alam.


Geografer Arab, Al-Muqaddasi, menggambarkan Tiberia sebagai ibu kota Provinsi Yordania dan kota di Lembah Kanaan. "Kotanya sempit, panas ketika musim panas, dan sangat tidak sehat. Di sana terdapat delapan sumber mata air panas dan tidak memerlukan bahan bakar, dan kolam dengan air mendidih tak terhitung banyaknya," ujarnya.

Menurut Al-Muqqadasi, ketika dikuasai peradaban Islam, di kota itu terdapat masjid yang luas dan indah yang berdiri di pusat perdagangan. Lantainya dari kerikil dan batu yang disusun rapat. Di zaman kekuasaan Islam, kata dia, orang-orang yang menderita kudis atau borok dapat datang ke Tiberia dan berendam di air panas selama tiga hari. "Setelah itu, lakukanlah pada musim semi ketika airnya dingin. Maka, mereka menjadi sembuh."

Pada 1220, ahli geografi dari Suriah, Yakut, menulis Tiberia sebagai kota yang kecil, panjang, dan sempit. Ia juga menggambarkan tentang mata air panas dan asin. Kota itu merupakan bekas kuburan kuno. Hal ini dianggap najis oleh bangsa Yahudi sehingga mereka tidak mau tinggal di sana.

Antipas memaksa sebagian dari orang Yahudi yang berada di Galilee untuk tinggal di kota tersebut. Namun selama beberapa tahun berikutnya, orang-orang Yahudi ini dijauhi.

Kota ini diatur oleh 600 dewan kota dan 10 komite hingga 44 Masehi, ketika prokurator Roma menguasai kota setelah kematian Raja Agripa I. Pada 61 Masehi, Agripa II merebut kota tersebut dan menjadikannya bagian dari daerah kekuasaannya. Namun, perang yang berlangsung antara Yahudi dan Romawi membuat kota ini menjadi salah satu pusat orang-orang Yahudi.

Selama Perang Salib yang pertama, kota ini diduduki oleh kaum Frank segera setelah penaklukan Yerusalem. Lalu, diberikan kepada Tancred yang menjadikan Tiberia sebagai pusat kota dari Kerajaan Galilee. Daerah itu sering disebut sebagai Kerajaan Tiberia.

Sebuah hadits yang disampaikan Ibnu Asakir dari Damaskus mengatakan bahwa nama Tiberia merupakan salah satu dari 'empat kota neraka'. Hal ini menunjukkan fakta bahwa pada saat itu kota ini memiliki populasi non-Muslim yang sangat banyak.

Pada awal abad ke-20, komunitas Yahudi di daerah tersebut mencapai 50 keluarga. Dan pada saat yang sama, sebuah manuskrip Torah ditemukan di sana. Pada 1265, pasukan tentara Salib diusir dari kota tersebut oleh Dinasti Mamluk. Dinasti Islam itu menguasai Tiberia hingga akhirnya ditaklukkan oleh Kekhalifahan Turki Usmani.

Di bawah pemerintahan Sultan Selim I, wilayah kekuasaan Turki Usmani membentang hingga pantai selatan Mediterania. Banyak sekali orang Yahudi yang melarikan diri karena takut akan kekuatan Ottoman. Pada 1558, seorang Portugis, Dona Gracia, mengumpulkan pajak dari Tiberia dan desa-desa di sekitarnya atas nama Sulaiman Yang Agung.


Dia berusaha untuk membuat kota tersebut menjadi tempat perlindungan yang aman bagi Yahudi dan dapat membuat otonomi Yahudi di sana. Pada 1561, keponakannya, Josef Nasi, menjadi raja di Tiberia dan mendorong Yahudi untuk tinggal di sana.

Berdasarkan kondisi geografisnya, Tiberia sangat rentan terguncang gempa. Sejarah mencatat, gempa pernah terjadi di Tiberia sebanyak 16 kali, yaitu pada 30, 33, 115, 306, 363, 419, 447, 631, 1033, 1182, 1202, 1546, 1759, 1837, 1927 dan 1943 M. sebanyak 600 orang termasuk 500 Yahudi meninggal pada gempa di Tiberia pada 1837. Namun, kota tersebut kembali diperbaiki, dan pada 1842 terdapat setidaknya empat ribu penduduk yang terdiri dari Yahudi, Turki, dan orang Kristen.

Pada 1863, tercatat penduduk yang beragama Islam dan Kristen hanyalah sepertiga dari total penduduk yang berjumlah sekitar 3.600 orang. Pada 1902, terdapat 4.500 penduduk Yahudi dan 1.600 Muslim dari total 6.500 penduduk. Sisanya beragama Kristen.

Sebuah teater Romawi yang berumur 2.000 tahun ditemukan di bawah tanah di dekat Gunung Bernike di Bukit Tiberia. Terdapat lebih dari 7.000 ribu penduduk di dalamnya. Penggalian di dekat pantai menemukan koin dengan gambar Yesus di satu sisi dan tulisan Yunani di sisi lain.
Source

Beirut, Kota Peradaban Finiqiyah

Beirut. Inilah salah satu kota terkemuka dalam sejarah peradaban manusia. Nama kota yang terletak di tepian Laut Tengah itu tercantum dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Dawud. 

Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadits An-Nabawi, Beirut terletak di bekas reruntuhan peradaban Finiqiyah. Finiqiyah atau Phunicia atau Punisia adalah sebuah peradaban yang menjalankan praktik penyaliban.

Menurut Bible Encyclopedia, peradaban itu berasal dari kabilah (kaum) 'Ad, kaum terkuat ras Semit, penghuni asli Arabia yang menguasai padang pasir luas Arabia Tenggara dari pantai teluk Parsi sampai perbatasan Irak.

Alquran menyebut daerah yang dikuasai kaum 'Ad dengan nama Al-Ahqaf (bukit-bukit pasir). Nama daerah itu juga dijadikan nama surat ke-46, yakni Al-Ahqaf. Allah SWT berfiman, "Dan ingatlah Hud saudara kaum 'Ad, yaitu ketika dia mengingatkan kaumnya tentang bukit-bukit pasir..."(QS Al-Ahqaf: 21).

Kaum 'Ad sangat besar kepala. Mereka merasa menjadi kaum yang superior sehingga berani menantang Nabi Hud AS. Kaum 'Ad berkata, "Siapakah yang lebih unggul dari kami dalam kekuatan?" Maka, mereka dihancurkan Allah dengan angin kencang dan dingin selama tujuh malam delapan hari secara terus-menerus. Hingga akhirnya mereka musnah.

Azab yang dijatuhkan kepada Kaum 'Ad itu terekam dalam surat Al-Haqqah ayat 6 dan 7. Allah SWT berfirman, "Sedangkan Kaum 'Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin topan yang sangat dingin. Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus, maka kamu melihat Kaum 'Ad waktu itu mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk)."

Sebelum azab itu diturunkan, Nabi Hud AS beserta semua pengikutnya yang beriman hijrah ke Hijaz (Arab Saudi). Sejarah mengenal umat Nabi Hud AS itu sebagai bangsa Finiqiy, atau Al-'Ibriyyah Al-Qadimah.

Kata Ibriyyah berasal dari 'ain-ba-ra, 'Abara artinya "menyeberang". Orang Mesir Kuno menamakan bangsa Ibriyah itu dengan nama Khabiru. Mereka mendirikan kerajaan-kerajaan di Babilonia, di Kan'an, mendirikan Kerajaan Maritin, seperti Carthago, menguasai Laut tengah, kemudian ke Mesir mendirikan Dinasti Hyksos setelah menundukkan Dinasti Fir'aun.


Salah satu sudut Kota Beirut.

Kini, Beirut menjadi ibukota dan kota terbesar Republik Lebanon. Kota itu terletak di semenanjung barat Laut Mediterania, sekitar 94 km di utara dari perbatasan Lebanon-Israel. Beirut diapit oleh gunung-gunung di Lebanon khususnya dua bukit, yaitu Al-Ashrafieh dan Al-Musaytibah.



 

Daerah pemerintahan Beirut adalah seluas 18 km persegi dan wilayah metropolitannya seluas 67 km persegi. Kota ini didiami oleh 1,2 juta jiwa dan menjadi 2,1 juta jiwa bila termasuk daerah metropolitannya.

Sebelum perang saudara Lebanon pecah, kota ini mendapat julukan "Paris di Dunia Timur" karena suasana kosmopolitannya.

Beirut memiliki sejarah yang cukup panjang. Sejarah tersebut dimulai sekitar 5.000 tahun yang lalu. Menurut Encyclopedia Britannica, kota kuno Beirut berasal dari nama Kanaan 'Bee'rot' yang berarti sumur.

Sumur ini merujuk pada air bawah tanah yang digunakan penduduk lokal untuk kebutuhan sehari-hari. Referensi sejarah pertama mengenai Beirut ada pada abad ke-14 SM yang terdapat di prasasti dengan tulisan rune dari 'Surat-surat Amarna'. Ammunira dari Biruta (Beirut) mengirim tiga surat kepada Fir'aun Mesir.

Bangsa yang pertama kali bermukim di Lebanon adalah bangsa Semit Kanaan, atau dalam bahasa Yunani Phoenician karena hidup di lepas pantai. Bangsa Phoenician terkenal dengan aktivitas pelayaran dan perdagangan mereka. Pusat kekuasaan bangsa Kanaan ini berada di Byblos (sekitar 30 km di utara Beirut). Di Sidon (25 km di selatan Beirut), mereka mendirikan benteng kuat di pantai.

Pada 332 SM, bangsa Romawi menaklukkan Phoenicia dan memerintah Lebanon sebagai bagian dari Provinsi Suriah. Selama di bawah kekuasaan Romawi, berkembang bahasa Armanic yang dominan sehingga menggeser bahasa Phoenicia dan menandai adanya integrasi budaya di kawasan tersebut.

Pada masa Kekaisaran Romawi inilah, agama Kristen mulai berkembang di Lebanon. Pada 140 SM, kota tersebut dihancurkan oleh Diodotus Tryphon dalam pertarungannya dengan Antiochus VII dalam perebutan takhta monarki Seleuka, kemudian kota tersebut dibangun kembali dan diberi nama Laodicea di Kanaan.

Meskipun Kota Beirut telah disebutkan pada catatan sejarah Mesir, kota itu baru dikenal secara luas setelah diberi status koloni Romawi, Colonia Julia Augusta Felix Berytus pada tahun 14 SM. Sekitar tahun ketiga hingga keenam Masehi, Beirut terkenal dengan sekolah hukumnya. Dua orang Hakim Roma yang terkenal, Papinian dan Ulpian, berasal dari bangsa Kanaan dan belajar hukum di bawah kekaisaran Severan.

Kota itu dihancurkan oleh gempa bumi dan gelombang pasang pada tahun 551 M. Sekitar 30 ribu tewas di Berytus dan sepanjang Pantai Fenisia. Total korban yang tewas adalah sekitar 250 ribu orang. Bahkan, ketika umat Muslim menguasai kota itu pada tahun 635 M, Beirut masih berupa reruntuhan.

Beirut jatuh ke tangan Muslim di bawah kekuasaan Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Pada masa tersebut, Lebanon menunjukkan perkembangannya sebagai masyarakat modern.

Pada era ini, bahasa Arab menjadi bahasa resmi Lebanon dan negara ini menjadi bagian dari peradaban Islam yang gemilang.

Hal ini berlangsung hingga tahun 1099 ketika penganut Kristen di Eropa (crusader) menaklukkan Lebanon dan negara di sekitar kawasan tersebut. Selain memperluas ajaran Kristen, mereka juga membendung proses arabisasi dan islamisasi dalam pemerintahan Islam.

Para crusader (Tentara Perang Salib) berusaha menancapkan pengaruh Kristen dengan menghidupkan budaya Barat di tengah kehidupan Islam di Beirut. Namun pada 1187 M, Kesultanan Mamluk yang berpusat di Mesir berhasil mengusir pasukan Tentara Salib dan menguasai Lebanon serta Suriah hingga 1500 M.

Beirut dan Suriah jatuh ke tangan pemerintahan Turki Utsmani atau Ottoman pada 1516 M, tak lama setelah Portugis mengelilingi Benua Afrika (1598) untuk mengalihkan perdagangan rempah-rempah Timur jauh dari Suriah dan Mesir. Pada abad ke-17 M, kota tersebut menjadi eksportir sutra Lebanon ke Eropa. Secara teknis, Beirut menjadi bagian dari Provinsi Ottoman, Damaskus, dan kemudian Sidon (1660).


Revolusi Industri dan pendudukan Mesir atas Suriah pada 1832 menggairahkan kembali peran penting kota tersebut dalam perdagangan yang sempat meredup selama pemerintahan Ottoman.

Pada abad itu pula terjadi perang saudara antara Maan dan Shihab dari golongan Druze dan Maronit pada tahun 1841, 1845, dan 1860. Pengungsi Manorit Kristen melarikan diri ke Beirut dari perang saudara di pegunungan Suriah, sementara para misionaris Protestan dari Amerika, Inggris, dan Jerman menambah jumlah penduduk kota itu.

Pada akhir Perang Dunia I yang menandai jatuhnya Dinasti Ottoman, kota ini jatuh ke tangan Prancis. Keputusan ini diambil berdasarkan Konferensi San Remo di Italia tahun 1920. Selama memerintah Lebanon, Prancis berniat baik terhadap negara tersebut dan menyerahkan kepemimpinan negara kepada masyarakat.




Hal ini menyebabkan masyarakat Lebanon menerima sebagai mandataris Prancis. Bahkan, mereka meminta berpisah dari Suriah sehingga bisa berdiri sendiri. Tapi, kebebasan penuh baru diperoleh Lebanon pada 1946 walaupun secara resmi negara tersebut merdeka pada 22 November 1943.

Bashrah, Jejak Islam di Kota Kanal

Suatu hari Abdullah bin Umar menjenguk Ibnu Amir, Gubernur Bashrah, yang sedang terbaring sakit. "Tidakkah engkau mendoakan kebaikan untukku kepada Allah, wahai Ibnu Umar?"tanya Ibnu Umar. 

"Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak diterima shalat tanpa bersuci, demikian juga sedekah dari harta rampasan (hasil korupsi).' Sedangkan, engkau sekarang ini menjadi penguasa Bashrah," jawab Abdullah bin Umar memberi nasihat.

Kisah dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim itu tercantum nama "Bashrah". Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith al-Nabawi, Bashrah merupakan sebuah kota di pinggiran Sungai Syath Al-Arab, setelah pertemuan Sungai Tigris dan Eufrat di Desa Al-Qurnah. "Kota itu adalah daerah reruntuhan di selatan muara Sungai Tigris dan Eufrat," ujar Dr Syauqi. 


 

Menurut dia, Bashrah didirikan atas perintah Khalifah Umar bin Khattab. Uthbah bin Ghazwan Al-Manaziy memilih kota itu sebagai titik penyerangan ketika pasukan tentara Islam akan menaklukkan Ebola, Misenia, Ahwaz, dan Persia.

Nama Kota Bashrah tercantum dalam hadits tentang perjalanan manusia di hari kiamat. "... Lalu Allah menjawab, "Wahai Muhammad, masuklah ke surga dari umatmu yang tidak terkena hisab melalui pintu surga sebelah kanan. Mereka adalah sekelompok manusia yang dapat masuk dari pintu itu!" Demi jiwaku yang ada di kekuasaan-Nya, sesungguhnya jarak antara dua daun pintu dari pintu-pintu surga itu seperti jarak antara Makkah dan Hijr atau seperti antara Makkah dan Bashrah." (HR Muslim).

Selain dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Bashrah juga disebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, serta Nasa'i. Lalu di manakah Kota Bashrah itu berada? Bashrah adalah sebuah provinsi di Irak. Kota itu dijuluki Venesia Timur Tengah. Kota yang memiliki sejumlah terusan (kanal) itu memiliki peranan yang terbilang sangat penting dalam sejarah awal Islam.

 

Terletak di sepanjang Sungai Shatt Al-Arab dekat Teluk Persia, Bashrah sempat menjelma menjadi kota metropolis peradaban dan perdagangan di era Kekhalifahan Abbasiyah. Ketika Baghdad—ibukota Dinasti Abbasiyah—mencapai kejayaannya, pada saat yang bersamaan Bashrah pun tumbuh menjadi kota penting dalam peradaban Islam. Kota Bashrah yang berjarak 545 kilometer dari Baghdad itu mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-8 M.


Tak heran jika Bashrah bersaing menjadi kota metropolis peradaban dan intelektual dengan Baghdad pada era keemasan Islam. Sederet ilmuwan terkemuka yang telah mengharumkan nama Islam terlahir di Bashrah.

Al-Madain, Metropolitan Kuno di Tepi Sungai Tigris

Suatu hari, Hudzaifah Ibnul Yaman ditugaskan di Al-Madain. Dalam sebuah kesempatan, ia meminta minum. Dihqaan datang dengan membawa air dalam gelas yang terbuat dari perak. Hudzaifah melempar Dihqaan dengan gelas perak tersebut.

"Sesungguhnya, aku melemparnya karena ia sudah pernah aku larang (menggunakan gelas perak), namun masih saja melakukannya," ujar Hudzaifah.

Ia lalu berkata, "Sesungguhnya, Rasulullah SAW bersabda, 'Emas, perak, sutra, dan sutra dibaaj untuk mereka orang kafir di dunia dan untuk kalian nanti di akhirat."

Dalam kisah yang tercantum dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim itu tercantum nama Al-Madain.

Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith an-Nabawi, Al-Madain adalah nama sebuah kota yang dibangun Raja Anu Syirwan bin Qabadz. "Dia adalah raja Persia yang bijaksana, pandai, cerdas, dan berbaik budi," ujar Dr Syauqi.

Menurut dia, Raja Anu Syirwan beserta raja-raja Sasan tinggal di kota itu hingga ditaklukkan pasukan tentara Islam pada era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khathab pada tahun 16 H.

Pada tahun itu, tentara Muslim di bawah komando Sa'ad bin Abi Waqqash menaklukkan Al-Ahwaz dan Al-Madain di Perang Jawala. Dalam pertempuran itu, Kaisar Persia kalah dan melarikan diri di Perang Yazidiger. Lalu di manakah kota Al-Madain itu berada?

"Al-Madain terletak di tepi Sungai Tigris sebelah timur, sekitar 30 kilometer dari Baghdad," ungkap Dr Syauqi.

Sejatinya, Al-Madain adalah sebuah kota metropolitan kuno yang dibentuk oleh Dinasti Sasan. Al-Madain berarti ‘kota-kota’. Menurut Wikipedia, Al-Madain merupakan salah satu kota di Babilonia yang didirikan oleh seorang Rabbi Yahudi yang dikenal dengan nama Rava.

Dalam bahasa Persia, Al-Madain dikenal dengan sebutan Tespon atau Tesiphon. Kota ini pernah menjadi ibu kota Kekaisaran Parthian Arsacids dan Sasan Persia. Al-Madain merupakan kota besar di Mesopotamia kuno.

 

Reruntuhan kota ini dapat dilihat di bagian timur Sungai Tigris, berseberangan dengan Kota Hellenistik, Seleucia. Kota ini berjarak sekitar 30 km di sebelah selatan Baghdad, Irak.

Al-Madain sangat menonjol selama Kekaisaran Parthian pada abad ke-1 Sebelum Masehi (SM). Kota tersebut sempat menjadi pusat pemerintahan.

Al-Madain menjadi sangat penting karena kota itu menjadi pusat sasaran militer bagi pemimpin Kekaisaran Romawi pada perang timur mereka.

Sejarah mencatat, kota tersebut sempat lima kali direbut Roma, tiga kali di antaranya pada abad ke-2 M.

Kaisar Trajan menguasai Ctesiphon pada 116, namun penerusnya, Hadrian, memutuskan untuk mengembalikan Ctesiphon tahun berikutnya sebagai bagian dari penyelesaian damai.

Jenderal Romawi, Avidius Cassius, merebut kota ini pada 164 M, selama Perang Parthia, namun ditinggalkan ketika perang berakhir. Pada 197 M, Kaisar Septimius Severus menguasai Al-Madain dan membawa ribuan penduduk yang kemudian dijual sebagai budak.

Pada akhir abad ke-3 M, setelah Parthia digantikan oleh Sassanis, kota ini kembali menjadi sumber konflik dengan Roma. Pada 283 M, Kaisar Galerius dikalahkan di luar kota tersebut. Setahun kemudian, ia kembali lagi dan meraih kemenangan pada pengepungan kelima.

Al-Madain pun dikuasai oleh bangsa Romawi pada 299. Ia mengembalikan kota tersebut kepada Raja Persia Narses dan menukarnya dengan Armenia serta Mesopotamia Barat.

Al-Madain di era Islam
Al-Madain jatuh ke tangan tentara Muslim selama penaklukan Islam atas Persia pada 637 di bawah komando Sa'ad bin Abi Waqqash. Masyarakat yang ada di wilayah itu tak dirugikan dengan datangnya pasukan tentara Islam. Sayangnya, istana dan arsip mereka dibakar.

Kota itu mulai kehilangan pamor ketika wilayah itu tak lagi menjadi pusat politik dan ekonomi. Terlebih di era Abbasiyah muncul metropolitan baru bernama Baghdad pada abad ke-8. Al-Madain pun berubah menjadi kota hantu karena ditinggalkan penduduknya. Penduduknya ramai-ramai bermigrasi.

Taq-i Kisra
Di bekas Kota Al-Madain hingga kini masih berdiri sebuah monumen peninggalan Dinasti Sassan bernama Taq-i Kisra.


Monumen itu berdiri di atas reruntuhan kota kuno Al-Madain. Kini, monumen ini terletak di Salman Pak, Irak. Taq-i Kisra juga disebut dengan nama Iwan-e Kisra atau Iwan Khosrau.

Konstruksi monumen ini dibangun pada pemerintahan Khosrau I setelah pertempuaran melawan Bizantium pada 540 M. Lorong yang melengkung dan membuka pada bagian depan berdiri setinggi 37 m dan lebar 26 m. Lorong ini memiliki panjang 50 m dan menjadikan monumen ini sebagai kubah terbesar yang pernah dibuat.

Lengkungan di pintu masuk merupakan bagian dari kompleks istana kekaisaran. Ruang tahta kemungkinan berada di bawah atau belakang lengkungan berdiri lebih dari 30 m, lebar 24 m, serta panjang 48 m. Bagian atas lengkungan memiliki ketebalan satu meter, sementara dinding di bagian dasar memiliki ketebalan sekitar tujuh meter. Bangunan ini merupakan yang terbesar yang pernah dibangun di Persia.

Lengkungan gerbang depan tersebut dibuat terbalik tanpa memiliki pusat. Beberapa teknik digunakan untuk membangun lengkungan ini. Batu bata diletakkan sekitar 18 derajat dari vertikal yang memungkinkan mereka didukung oleh dinding belakang selama konstruksi. Semen yang cepat mengering digunakan sebagai plester, memungkinkan batu bata dapat menopang batu bata yang berikutnya.

Hingga kini, Taq-i Kisra masih tetap berdiri tegap di bekas kota tua itu selama tujuh abad. Pada tahun 637 M, monumen itu dikuasai oleh bangsa Arab. Kaum Muslim menggunakan bangunan itu sebagai masjid untuk beberapa lama hingga daerah tersebut akhirnya ditinggalkan.

Pada 1888 M, banjir telah menghancurkan sepertiga bangunan bersejarah itu. Monumen tersebut akhirnya dibangun kembali oleh pemerintahan Saddam Hussein pada 1980-an. Rezim Saddam membangun sayap utara yang runtuh.

Namun, pembangunan kembali monumen tersebut terpaksa harus dihentikan karena Irak terlibat dalam Perang Teluk pada 1991. Pemerintah Irak bekerja sama dengan Universitas Chicago dalam ‘Proyek Diyala’ untuk mengembalikan situs tersebut.