1. Gua Jomblang, Yogyakarta
Inilah gua vertikal yang paling terkenal di Indonesia, yaitu Gua Jomblang. Terletak di Dukuh Jetis Wetan, Kabupaten Gunung Kidul, Yogya, Gua Jomblang merupakan gua vertikal dengan tinggi mencapai 80 meter. Seru!
Untuk menuju dasar Gua Jomblang, traveler bisa memilih salah satu jalur dari empat jalur yang tersedia. Jalur pertama merupakan jalur termudah untuk dilalui yaitu jalur VIP. Di sini, Anda akan turun dari ketinggian 15 meter dengan menapaki curam yang terjal. Inilah jalur yang biasa dilalui oleh pemula. Meski mudah, single rope technic harus tetap Anda gunakan dengan baik dan benar.
Setelah itu dilanjutkan menuruni lintasan tali kurang lebih 20 meter untuk sampai di dasar gua. Selain jalur VIP, Gua Jomblang juga memiliki lintasan yang beragam dengan ketinggian antara 40 sampai 80 meter. Tentu, Anda dapat menentukan sendiri rutenya sesuai dengan stamina.
Uniknya, di dasar Gua Jomblang masih terdapat pepohonan hijau yang berbeda dari gua-gua lainnya. Pohon-pohon di sana menjulang tinggi karena masih mendapat sinar matahari. Inilah hutan di bawah tanah sekaligus keajaiban dari Gua Jomblang.
Setelah itu, kini saatnya berjalan menyisir 300 meter lorong gua untuk menuju Gua Grubung. Di sinilah cahaya matahari akan terlihat sangat luar biasa memesona. Cahaya tersebut menembus puluhan meter dari mulut Gua Grubung dan para traveler sering menyebutnya sebagai 'cahaya surga'. Waktu terbaik untuk melihat cahaya ini sekitar pukul 13.00 WIB. tertarik?
2. Gua Leang Pute, Sulawesi Selatan
Bagi penantang adrenalin, Gua Leang Pute adalah gua vertikal yang sangat menantang. Terang saja, kedalaman gua ini mencapai angka 200 meter. Wow! Inilah perjalanan terpanjang menelusuri isi perut bumi di Desa Labuaja, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Gua ini memiliki lebar mulut gua kurang lebih 60-80 meter, dan memiliki kedalaman sekitar 260-270 meter. Gua ini begitu dalam dan terlihat sangat gelap. Dijamin, jantung Anda akan berdebar kencang saat menuruni gua ini dengan pemandangan batu-batu cadas di sekelilingnya. Dinding-dinding guanya memiliki bermacam bentuk ornamentnya, ada yang seperti tangan, kepala dan bentuk lainnya yang sifatnya abstrak. Seru!
Sesampainya di dasar gua, Anda seolah memasuki dunia lain. Di sana Anda akan menemukan banyak penghuni perut bumi, seperti ular, laba-laba, kaki seribu, katak dan lainnya. Dengan cahaya yang berasal dari senter saja, Anda akan merasakan sensasi berbeda dan tidak akan terlupakan. Melihat ke atas lubang yang Anda turuni, pemandangan lubang besar dari mulut gua sangatlah memesona.
Itulah tiga gua dengan sensasi yang berbeda. Ada rasa takut, lelah, sekaligus panik saat Anda menuruni gua-gua itu. Akan tetapi, fokus pada single rope technic dan kepercayaan tinggi akan menjadi jaminan Anda untuk tiba di perut bumi. Jangan lupa untuk mengikuti arahan dari instrukstur setempat. Believe in your rope!
3. Gua Luweng Ombo, Jawa Timur
Gua ini terletak di kawasan Gunung Sewu, desa Kalak, Pacitan, Jawa Timur.
Sebuah goa yang berbentuk seperti tong raksasa dengan kedalaman sekitar 120 meter dan dan diameter yang semakin melebar kebawah sekitar 50 meter (diameter atas mungkin 30 meter). Berada di desa Kalak, Pacitan. Mudah di tempuh dengan kendaraan bermotor karena dekat dengan jalan raya. Jaraknnya dari jalan raya hanya sekitar 10 meter sehingga terlihat sedikit atap-atap goanya.
Goa Luweng Ombo merupakan goa vertikal dengan diameter mulut 50 meter. Goa Luweng Ombo diperkirakan memiliki kedalaman hingga 130 meter dengan panjang sistem lorong luweng (lubang) diperkirakan lebih dari 25 kilometer.
Ada titik-titik di mana mulut goa berbentuk horizontal sehingga para penelusur dapat beristirahat untuk melanjutkan penelusuran vertikal selanjutnya. Goa Luweng Ombo diklaim sebagai goa tegak terdalam di Jawa. Dinding goa terlihat ditumbuhi lumut akibat adanya rembesan air pada dinding-dinding goa.
4. Gua BuniAyu, Jawa Barat
Tidak jauh dari ibukota, Gua Buniayau di Desa Kerta Angsana, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, wajib masuk dalam agenda perjalanan Anda selanjutnya. Selain penelusuran gua horisontal, penelusuran gua vertikal menjadi kegiatan yang menyenangkan di tempat ini.
Kedalaman Gua Buniayau mencapai 32 meter. Tidak mudah memang, sebab Anda akan menelusuri kedalaman tersebut selama lebih dari satu jam. Adrenalin akan berdetak kencang dan fisik terkuras saat turun dengan talinya. Udara yang dingin akan mensuuk tulang Anda. Fokus dan keseimbangan menjadi kuncinya.
Dari kejauhan, terdengar suara aliran air yang deras. Ya, itulah sungai bawah tanah yang menanti Anda di dasarnya. Cukup melelahkan memang, namun itu semua akan terbayar saat Anda mencapai dasar perut buminya.
Stalaktit dan stalagmit dan bebatuan dengan bentuk-bentuk unik akan Anda temukan di dasarnya. Beberapa binatang gua seperti laba-laba, jangkrik, udang, dan masih banyak lagi. Sesuai namanya, Buniayu memiliki arti kecantikan yang tersembunyi. Memang sungguh cantik!
5. Gua Braholo, Yogyakarta
Gua Braholo merupakan salah satu gua yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul tepatnya di kecamatan Karangmojo, Gunungkidul, Yogyakarta. Di Gua Braholo ditemukan 10 kerangka fosil manusia purba dalam kondisi relatif utuh. Eksvakasi Gua Braholo setidaknya pernah dilakuakn dua kali, yaitu oleh Tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Tim Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Wilayah Kabupaten Gunungkidul menyimpan potensi arkeologis yang luar biasa. Beberapa situs prasejarah yang bersifat pemujaan atau megalitik cukup banyak ditemukan di Gunungkidul, antara lain di Situs Gunung Bang dan Situs Sokoliman. Selain itu, di Gunungkidul juga ditemukan berbagai artefak batu serta tulang dan rangka manusia purba (fosil), seperti yang ditemukan di Situs Song (Gua) Blendong, Situs Song Bentar, Situs Song Agung, Song Keplek, Song Gupuh, Situs Gua Tabuhan, dan Situs Gua Braholo.
Selain penemuan artefak dan fosil manusia purba, wilayah Gunungkidul juga menyimpan potensi peninggalan arkeologis pada zaman Hindu-Budha. Sebut saja penemuan candi (seperti Candi Risan di Kecamatan Semin), arca, dan prasasti. Peninggalan-peninggalan tersebut tersebar di beberapa wilayah, yaitu di wilayah Kecamatan Panggang, Patuk, Ngawen, Wonosari, Paliyan, Semanu, Tepus, Karangmojo, Semin, dan Ponjong.
Kekayaan arkeologis tersebut menggugah I Gede Ardika, Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata, dalam pernyataannya pada tahun 2009, untuk menjadikan wilayah Pegunungan Seribu sebagai warisan kebudayaan dunia. Pegunungan Seribu adalah barisan perbukitan yang membentang dari wilayah Pacitan di Jawa Timur, Kabupaten Wonogiri di Jawa Tengah, Kabupaten Gunungkidul di Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah sepanjang ± 85 km dengan lebar ± 30 km. Total wilayah Pegunungan Seribu sepanjang ± 1.300 km.
Pernyataan ini bukan tanpa alasan, mengingat wilayah Pegunungan Seribu yang didominasi hamparan karst (pegunungan kapur), khususnya Kabupaten Gunungkidul, banyak menyimpan potensi arkeologis berupa keunikan dan kekhasan yang tersaji dalam bentuk gua, fosil, dan artefak manusia purba. Pegunungan Seribu tercatat memiliki kekayaan sekitar 120 gua dengan 60 gua berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Banyaknya sisa tulang belulang manusia purba (fosil) dan benda-benda (artefak) yang ditemukan di beberapa gua di wilayah Kabupaten Gunungkidul selayaknya mendapatkan perhatian dan penanganan. Salah satu gua yang menyimpan kekayaan berupa artefak dan fosil manusia purba adalah Gua Braholo.
Dengan potensi alam yang didukung oleh fakta sejarah, memang tidak dapat disangkal bahwa Gua Braholo menyimpan kekayaan arkeologis yang sangat bernilai. Gua yang berlokasi di Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta ini ternyata menjadi tempat penemuan fosil manusia purba dalam keadaan relatif masih utuh.
Selain sebagai penemuan fosil, Gua Braholo juga menyimpan potensi keindahan lukisan alam. Keindahan tersebut terpacak jelas pada ornamen gua, seperti stalagmit, stalagtit, gourden, radastory, dan pilar.
Wisata susur gua (caving) menjadi tawaran yang sangat menarik dari gua yang dikategorikan sebagai gua vertikal ini. Gua Braholo memiliki tiga buah pitch, pertama memiliki kedalaman + 35 meter, kedua 6 meter dan memiliki tantangan banyaknya batu besar (boulder), dan ketiga harus melewati tantangan berupa sebuah turunan dengan kedalaman + 2 meter dengan kemiringan 25 derajat, sehingga total pitch ketiga sekitar + 5 meter.
6. Gua Leang Leaputter, Sulawesi Selatan
Sedikitnya, ada 200 lebih gua yang terbentang di kawasan karst tersebut. Bahkan gua terdalam dan terpanjang di Indonesia ditemukan di karst Maros. Gua vertikal berkedalaman 260 meter berada di Leang Leaputter sedangkan gua terpanjang adalah Gua Salukangkallang, mencapai 27 kilometer.
Gua yang ditemukan tersebut menjadi tempat spesies manusia berlindung di masa lampau atau disebut juga gua prasejarah. Ada beberapa jejak peninggalan manusia zaman dulu. Seperti lukisan batu dan perkakas dari batu di Gua Leang-leang saat penulis ke gua tersebut. Juga ada di Gua Sumpang Bita.
7. Gua Tembus, Jawa Tengah
Gua Tembus memiliki dua mulut gua, masing-masing mempunyai lorong sepanjang 50 meter. Gua ini menawarkan keindahan sungai bawah tanah, serta stalaktit dan stalagmit yang masih hidup. Di dekat Gua Tembus, wisatawan bisa menemukan Gua Potro Bunder yang berada pada ketinggian 327 meter di atas permukaan laut. Panjang gua mencapai 80 meter dan lebar lorong hingga 9 meter.
Lokasi Gua Tembus dan Potro Bunder juga dekat dengan Luweng Sapen. Gua vertikal yang memiliki sungai bawah tanah. Gua dengan diameter hingga 7 meter dan memiliki panjang 40 meter tersebut merupakan sumber air bagi warga tiga dusun. Sedangkan Gua Gilap adalah gua yang terbentuk pada cekungan dan memiliki tebing vertikal. Gua ini memiliki berbagai model stalaktit yang unik dan beberapa bagiannya belum pernah dijelajahi.
8. Gua Liang Puruk, Kalimantan Tengah
Liang Puruk merupakan gua vertikal dengan mulut gua terletak pada sebuah cekungan runtuhan (collapse doline) dengan dua sungai kecil masuk ke dalam gua yang membentuk air terjun. Lorong gua panjangnya sekitar 355 m dengan berbagai tipe lorong. Lorong fosil bersubstrat tanah dan guano dari kelelawar dan walet. Lorong aktif merupakan lorong panjang dengan beberapa air terjun berketinggian sekitar 5 m di mulut gua dan sekitar 10 meter di dalam gua. Sungai bawah tanah bersubtrat batuan beku karena batu gamping terletak di atas batuan beku.
Ornamen gua berkembang dengan baik seperti kanopi, mikrogordam, batu aliran (flowstone), stalaktit dan stalakmit. Beberapa air masuk (inlet) yang berasal dari sistem celah rekahan membentuk kolam-kolam air yang dihuni oleh beberpa jenis fauna akuatik yang unik. Lorong berakhir pada sebuah lorong dengan atap yang rendah. Namun diduga aliran sungai berlanjut sampai ke Liang hajuq. Altitude: 350 m dpl. Panjang : 354,7 m (terpetakan), >400 m (terobservasi). Tipe : vertikal, lorong aktif. (Juni, 2003, Cahyo Rahmadi dan Y.R. Suhardjono, Museum Zoologicum Bogoriense Bidang Zoologi, Puslit Biologi LIPI Cibinong, Bogor)
9. Gua Ambulabung, Kalimantan Timur
Sangkulirang adalah suatu daerah di Kabupaten Kutai Timur yang dikenal sebagai daerah karst. Dimana di daerah ini terdapat beberapa gua alami yang bisa digunakan untuk aktifitas susur gua. Salah satunya adalah Gua Ambulabung yang kondisinya masih sangat alami. Tidak banyak manusia yang datang kesini. Oleh karena itu tidak terlalu sering terjamah oleh tangan manusia. Hal tersebut dikarenakan perjalanan menuju Gua Amulabung itu sendiri sudah sulit.
Setelah tiba didepan mulut Gua Ambulabung, maka akan terlihat mulut gua ini terendam air Sungai Baay. Jadi anda harus melewati sungai ini sebelum bisa masuk ke bagian dalam gua. Setelah berjalan melewati aliran sungai, didalam gua terdapat sebuah ruangan besar dengan luas kira-kira 1.000 m2. Selain melalui mulut gua, terdapat jalan lain untuk menuju bagian dalam Gua Ambulabung.
Jalan masuk tersebut berupa lorong vertikal yang terhubung kedalam gua. Salah satunya adalah lorong tersebut mempunyai kedalaman sekitar 40. Diameter dari lorong bisa mencapai 50 m. Ini adalah lorong yang paling mudah dimasuki ketimbang lorong lainnya. Tapi bukan berarti bisa dengan mudah menuruni lorong tersebut.
10. Gua Luweng Cokro, Yogyakarta
Gua/Luweng COKRO yang terletak di dusun Blimbing, desa Umbulrejo, Kec. Ponjong, Kab. Gunungkidul, Propinsi D.I. Yogyakarta. Jarak dari kota Yogyakarta ke arah tenggara menuju lokasi mulut gua/luweng tersebut kurang lebih 46 Km, dengan waktu tempuh 1,5 - 2 jam untuk kendaraan pribadi, dan tentu lebih lama bila menggunakan kendaraan umum. Untuk penelusuran gua vertikal gelap abadi ini dapat dilakukan baik siang maupun malam.
Gua/Luweng COKRO seperti tersebut di atas merupakan gua vertikal dengan kedalaman kurang lebih 18 meter. Gua ini memiliki 2 (dua) mulut gua yang berbentuk sumuran dengan jarak antar sumuran sekitar 8 meter. Mulut pertama berukuran sekitar 1,5 m X 0,8 m (12 m2), sedangkan mulut kedua berukuran lebih sempit (kira-kira kurang dari setengah ukuran mulut pertama). Kedua mulut ini terbentuk dari runtuhan atap gua.
Inilah gua vertikal yang paling terkenal di Indonesia, yaitu Gua Jomblang. Terletak di Dukuh Jetis Wetan, Kabupaten Gunung Kidul, Yogya, Gua Jomblang merupakan gua vertikal dengan tinggi mencapai 80 meter. Seru!
Untuk menuju dasar Gua Jomblang, traveler bisa memilih salah satu jalur dari empat jalur yang tersedia. Jalur pertama merupakan jalur termudah untuk dilalui yaitu jalur VIP. Di sini, Anda akan turun dari ketinggian 15 meter dengan menapaki curam yang terjal. Inilah jalur yang biasa dilalui oleh pemula. Meski mudah, single rope technic harus tetap Anda gunakan dengan baik dan benar.
Setelah itu dilanjutkan menuruni lintasan tali kurang lebih 20 meter untuk sampai di dasar gua. Selain jalur VIP, Gua Jomblang juga memiliki lintasan yang beragam dengan ketinggian antara 40 sampai 80 meter. Tentu, Anda dapat menentukan sendiri rutenya sesuai dengan stamina.
Uniknya, di dasar Gua Jomblang masih terdapat pepohonan hijau yang berbeda dari gua-gua lainnya. Pohon-pohon di sana menjulang tinggi karena masih mendapat sinar matahari. Inilah hutan di bawah tanah sekaligus keajaiban dari Gua Jomblang.
Setelah itu, kini saatnya berjalan menyisir 300 meter lorong gua untuk menuju Gua Grubung. Di sinilah cahaya matahari akan terlihat sangat luar biasa memesona. Cahaya tersebut menembus puluhan meter dari mulut Gua Grubung dan para traveler sering menyebutnya sebagai 'cahaya surga'. Waktu terbaik untuk melihat cahaya ini sekitar pukul 13.00 WIB. tertarik?
2. Gua Leang Pute, Sulawesi Selatan
Bagi penantang adrenalin, Gua Leang Pute adalah gua vertikal yang sangat menantang. Terang saja, kedalaman gua ini mencapai angka 200 meter. Wow! Inilah perjalanan terpanjang menelusuri isi perut bumi di Desa Labuaja, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Gua ini memiliki lebar mulut gua kurang lebih 60-80 meter, dan memiliki kedalaman sekitar 260-270 meter. Gua ini begitu dalam dan terlihat sangat gelap. Dijamin, jantung Anda akan berdebar kencang saat menuruni gua ini dengan pemandangan batu-batu cadas di sekelilingnya. Dinding-dinding guanya memiliki bermacam bentuk ornamentnya, ada yang seperti tangan, kepala dan bentuk lainnya yang sifatnya abstrak. Seru!
Sesampainya di dasar gua, Anda seolah memasuki dunia lain. Di sana Anda akan menemukan banyak penghuni perut bumi, seperti ular, laba-laba, kaki seribu, katak dan lainnya. Dengan cahaya yang berasal dari senter saja, Anda akan merasakan sensasi berbeda dan tidak akan terlupakan. Melihat ke atas lubang yang Anda turuni, pemandangan lubang besar dari mulut gua sangatlah memesona.
Itulah tiga gua dengan sensasi yang berbeda. Ada rasa takut, lelah, sekaligus panik saat Anda menuruni gua-gua itu. Akan tetapi, fokus pada single rope technic dan kepercayaan tinggi akan menjadi jaminan Anda untuk tiba di perut bumi. Jangan lupa untuk mengikuti arahan dari instrukstur setempat. Believe in your rope!
3. Gua Luweng Ombo, Jawa Timur
Gua ini terletak di kawasan Gunung Sewu, desa Kalak, Pacitan, Jawa Timur.
Sebuah goa yang berbentuk seperti tong raksasa dengan kedalaman sekitar 120 meter dan dan diameter yang semakin melebar kebawah sekitar 50 meter (diameter atas mungkin 30 meter). Berada di desa Kalak, Pacitan. Mudah di tempuh dengan kendaraan bermotor karena dekat dengan jalan raya. Jaraknnya dari jalan raya hanya sekitar 10 meter sehingga terlihat sedikit atap-atap goanya.
Goa Luweng Ombo merupakan goa vertikal dengan diameter mulut 50 meter. Goa Luweng Ombo diperkirakan memiliki kedalaman hingga 130 meter dengan panjang sistem lorong luweng (lubang) diperkirakan lebih dari 25 kilometer.
Ada titik-titik di mana mulut goa berbentuk horizontal sehingga para penelusur dapat beristirahat untuk melanjutkan penelusuran vertikal selanjutnya. Goa Luweng Ombo diklaim sebagai goa tegak terdalam di Jawa. Dinding goa terlihat ditumbuhi lumut akibat adanya rembesan air pada dinding-dinding goa.
4. Gua BuniAyu, Jawa Barat
Tidak jauh dari ibukota, Gua Buniayau di Desa Kerta Angsana, Kecamatan Nyalindung, Sukabumi, wajib masuk dalam agenda perjalanan Anda selanjutnya. Selain penelusuran gua horisontal, penelusuran gua vertikal menjadi kegiatan yang menyenangkan di tempat ini.
Kedalaman Gua Buniayau mencapai 32 meter. Tidak mudah memang, sebab Anda akan menelusuri kedalaman tersebut selama lebih dari satu jam. Adrenalin akan berdetak kencang dan fisik terkuras saat turun dengan talinya. Udara yang dingin akan mensuuk tulang Anda. Fokus dan keseimbangan menjadi kuncinya.
Dari kejauhan, terdengar suara aliran air yang deras. Ya, itulah sungai bawah tanah yang menanti Anda di dasarnya. Cukup melelahkan memang, namun itu semua akan terbayar saat Anda mencapai dasar perut buminya.
Stalaktit dan stalagmit dan bebatuan dengan bentuk-bentuk unik akan Anda temukan di dasarnya. Beberapa binatang gua seperti laba-laba, jangkrik, udang, dan masih banyak lagi. Sesuai namanya, Buniayu memiliki arti kecantikan yang tersembunyi. Memang sungguh cantik!
5. Gua Braholo, Yogyakarta
Gua Braholo merupakan salah satu gua yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul tepatnya di kecamatan Karangmojo, Gunungkidul, Yogyakarta. Di Gua Braholo ditemukan 10 kerangka fosil manusia purba dalam kondisi relatif utuh. Eksvakasi Gua Braholo setidaknya pernah dilakuakn dua kali, yaitu oleh Tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan Tim Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Wilayah Kabupaten Gunungkidul menyimpan potensi arkeologis yang luar biasa. Beberapa situs prasejarah yang bersifat pemujaan atau megalitik cukup banyak ditemukan di Gunungkidul, antara lain di Situs Gunung Bang dan Situs Sokoliman. Selain itu, di Gunungkidul juga ditemukan berbagai artefak batu serta tulang dan rangka manusia purba (fosil), seperti yang ditemukan di Situs Song (Gua) Blendong, Situs Song Bentar, Situs Song Agung, Song Keplek, Song Gupuh, Situs Gua Tabuhan, dan Situs Gua Braholo.
Selain penemuan artefak dan fosil manusia purba, wilayah Gunungkidul juga menyimpan potensi peninggalan arkeologis pada zaman Hindu-Budha. Sebut saja penemuan candi (seperti Candi Risan di Kecamatan Semin), arca, dan prasasti. Peninggalan-peninggalan tersebut tersebar di beberapa wilayah, yaitu di wilayah Kecamatan Panggang, Patuk, Ngawen, Wonosari, Paliyan, Semanu, Tepus, Karangmojo, Semin, dan Ponjong.
Kekayaan arkeologis tersebut menggugah I Gede Ardika, Menteri Negara Kebudayaan dan Pariwisata, dalam pernyataannya pada tahun 2009, untuk menjadikan wilayah Pegunungan Seribu sebagai warisan kebudayaan dunia. Pegunungan Seribu adalah barisan perbukitan yang membentang dari wilayah Pacitan di Jawa Timur, Kabupaten Wonogiri di Jawa Tengah, Kabupaten Gunungkidul di Daerah Istimewa Yogyakarta, hingga Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah sepanjang ± 85 km dengan lebar ± 30 km. Total wilayah Pegunungan Seribu sepanjang ± 1.300 km.
Pernyataan ini bukan tanpa alasan, mengingat wilayah Pegunungan Seribu yang didominasi hamparan karst (pegunungan kapur), khususnya Kabupaten Gunungkidul, banyak menyimpan potensi arkeologis berupa keunikan dan kekhasan yang tersaji dalam bentuk gua, fosil, dan artefak manusia purba. Pegunungan Seribu tercatat memiliki kekayaan sekitar 120 gua dengan 60 gua berada di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Banyaknya sisa tulang belulang manusia purba (fosil) dan benda-benda (artefak) yang ditemukan di beberapa gua di wilayah Kabupaten Gunungkidul selayaknya mendapatkan perhatian dan penanganan. Salah satu gua yang menyimpan kekayaan berupa artefak dan fosil manusia purba adalah Gua Braholo.
Dengan potensi alam yang didukung oleh fakta sejarah, memang tidak dapat disangkal bahwa Gua Braholo menyimpan kekayaan arkeologis yang sangat bernilai. Gua yang berlokasi di Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta ini ternyata menjadi tempat penemuan fosil manusia purba dalam keadaan relatif masih utuh.
Selain sebagai penemuan fosil, Gua Braholo juga menyimpan potensi keindahan lukisan alam. Keindahan tersebut terpacak jelas pada ornamen gua, seperti stalagmit, stalagtit, gourden, radastory, dan pilar.
Wisata susur gua (caving) menjadi tawaran yang sangat menarik dari gua yang dikategorikan sebagai gua vertikal ini. Gua Braholo memiliki tiga buah pitch, pertama memiliki kedalaman + 35 meter, kedua 6 meter dan memiliki tantangan banyaknya batu besar (boulder), dan ketiga harus melewati tantangan berupa sebuah turunan dengan kedalaman + 2 meter dengan kemiringan 25 derajat, sehingga total pitch ketiga sekitar + 5 meter.
6. Gua Leang Leaputter, Sulawesi Selatan
Sedikitnya, ada 200 lebih gua yang terbentang di kawasan karst tersebut. Bahkan gua terdalam dan terpanjang di Indonesia ditemukan di karst Maros. Gua vertikal berkedalaman 260 meter berada di Leang Leaputter sedangkan gua terpanjang adalah Gua Salukangkallang, mencapai 27 kilometer.
Gua yang ditemukan tersebut menjadi tempat spesies manusia berlindung di masa lampau atau disebut juga gua prasejarah. Ada beberapa jejak peninggalan manusia zaman dulu. Seperti lukisan batu dan perkakas dari batu di Gua Leang-leang saat penulis ke gua tersebut. Juga ada di Gua Sumpang Bita.
7. Gua Tembus, Jawa Tengah
Gua Tembus memiliki dua mulut gua, masing-masing mempunyai lorong sepanjang 50 meter. Gua ini menawarkan keindahan sungai bawah tanah, serta stalaktit dan stalagmit yang masih hidup. Di dekat Gua Tembus, wisatawan bisa menemukan Gua Potro Bunder yang berada pada ketinggian 327 meter di atas permukaan laut. Panjang gua mencapai 80 meter dan lebar lorong hingga 9 meter.
Lokasi Gua Tembus dan Potro Bunder juga dekat dengan Luweng Sapen. Gua vertikal yang memiliki sungai bawah tanah. Gua dengan diameter hingga 7 meter dan memiliki panjang 40 meter tersebut merupakan sumber air bagi warga tiga dusun. Sedangkan Gua Gilap adalah gua yang terbentuk pada cekungan dan memiliki tebing vertikal. Gua ini memiliki berbagai model stalaktit yang unik dan beberapa bagiannya belum pernah dijelajahi.
8. Gua Liang Puruk, Kalimantan Tengah
Liang Puruk merupakan gua vertikal dengan mulut gua terletak pada sebuah cekungan runtuhan (collapse doline) dengan dua sungai kecil masuk ke dalam gua yang membentuk air terjun. Lorong gua panjangnya sekitar 355 m dengan berbagai tipe lorong. Lorong fosil bersubstrat tanah dan guano dari kelelawar dan walet. Lorong aktif merupakan lorong panjang dengan beberapa air terjun berketinggian sekitar 5 m di mulut gua dan sekitar 10 meter di dalam gua. Sungai bawah tanah bersubtrat batuan beku karena batu gamping terletak di atas batuan beku.
Ornamen gua berkembang dengan baik seperti kanopi, mikrogordam, batu aliran (flowstone), stalaktit dan stalakmit. Beberapa air masuk (inlet) yang berasal dari sistem celah rekahan membentuk kolam-kolam air yang dihuni oleh beberpa jenis fauna akuatik yang unik. Lorong berakhir pada sebuah lorong dengan atap yang rendah. Namun diduga aliran sungai berlanjut sampai ke Liang hajuq. Altitude: 350 m dpl. Panjang : 354,7 m (terpetakan), >400 m (terobservasi). Tipe : vertikal, lorong aktif. (Juni, 2003, Cahyo Rahmadi dan Y.R. Suhardjono, Museum Zoologicum Bogoriense Bidang Zoologi, Puslit Biologi LIPI Cibinong, Bogor)
9. Gua Ambulabung, Kalimantan Timur
Sangkulirang adalah suatu daerah di Kabupaten Kutai Timur yang dikenal sebagai daerah karst. Dimana di daerah ini terdapat beberapa gua alami yang bisa digunakan untuk aktifitas susur gua. Salah satunya adalah Gua Ambulabung yang kondisinya masih sangat alami. Tidak banyak manusia yang datang kesini. Oleh karena itu tidak terlalu sering terjamah oleh tangan manusia. Hal tersebut dikarenakan perjalanan menuju Gua Amulabung itu sendiri sudah sulit.
Setelah tiba didepan mulut Gua Ambulabung, maka akan terlihat mulut gua ini terendam air Sungai Baay. Jadi anda harus melewati sungai ini sebelum bisa masuk ke bagian dalam gua. Setelah berjalan melewati aliran sungai, didalam gua terdapat sebuah ruangan besar dengan luas kira-kira 1.000 m2. Selain melalui mulut gua, terdapat jalan lain untuk menuju bagian dalam Gua Ambulabung.
Jalan masuk tersebut berupa lorong vertikal yang terhubung kedalam gua. Salah satunya adalah lorong tersebut mempunyai kedalaman sekitar 40. Diameter dari lorong bisa mencapai 50 m. Ini adalah lorong yang paling mudah dimasuki ketimbang lorong lainnya. Tapi bukan berarti bisa dengan mudah menuruni lorong tersebut.
10. Gua Luweng Cokro, Yogyakarta
Gua/Luweng COKRO yang terletak di dusun Blimbing, desa Umbulrejo, Kec. Ponjong, Kab. Gunungkidul, Propinsi D.I. Yogyakarta. Jarak dari kota Yogyakarta ke arah tenggara menuju lokasi mulut gua/luweng tersebut kurang lebih 46 Km, dengan waktu tempuh 1,5 - 2 jam untuk kendaraan pribadi, dan tentu lebih lama bila menggunakan kendaraan umum. Untuk penelusuran gua vertikal gelap abadi ini dapat dilakukan baik siang maupun malam.
Gua/Luweng COKRO seperti tersebut di atas merupakan gua vertikal dengan kedalaman kurang lebih 18 meter. Gua ini memiliki 2 (dua) mulut gua yang berbentuk sumuran dengan jarak antar sumuran sekitar 8 meter. Mulut pertama berukuran sekitar 1,5 m X 0,8 m (12 m2), sedangkan mulut kedua berukuran lebih sempit (kira-kira kurang dari setengah ukuran mulut pertama). Kedua mulut ini terbentuk dari runtuhan atap gua.