aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Kamis, 17 Oktober 2013

Belajar Sepanjang Usia

Lu Pingkung adalah seorang raja, dia adalah seorang raja yang pintar dan adil. Ketika dia berusia 70 tahun, dia masih berkeinginan belajar lebih banyak lagi, untuk menambah pengetahuannya.

Lu Pingkung merasa pengetahuan yang dimilikinya masih sangat minim. Tetapi seorang yang berumur 70 tahun ingin belajar lagi, kesulitannya semakin banyak, Lu Pingkung merasa tidak percaya diri, dia lalu pergi meminta nasehat kepada seorang menterinya yang pintar.

Menterinya ini adalah seorang tua yang buta, tetapi dia adalah seorang cendekiawan, walaupun matanya buta, tetapi hati sanubarinya sangat terang.
Lu Pingkung bertanya kepada menterinya ini, ”Coba engkau lihat, saya sudah berumur 70 tahun, sudah cukup tua, tetapi saya masih sangat ingin belajar lebih banyak ilmu, supaya dapat menambah lebih banyak pengetahuan, tetapi selalu merasa kurang percaya diri, selalu merasa sudah terlambat?”

Menteri ini menjawab, ”Paduka merasa terlambat? Lalu kenapa tidak menyalakan lilin?”

Lu Pingkung tidak mengerti maksud dari menteri ini, lalu berkata, ”Saya berbicara serius denganmu, kenapa engkau bercanda? Mana ada seorang menteri yang mempermainkan rajanya?”

Mendengar perkataan rajanya, menteri ini merasa gembira lalu berkata, ”Paduka, engkau salah paham, saya adalah seorang menteri tua yang buta, mana berani mempermainkan Paduka? Mengenai hal belajar lagi saya juga berkata serius kepada Paduka.”

Lu Pingkung dengan bingung berkata, ”Saya tidak mengerti apa maksudmu?”

Menteri berkata, ”Menurut yang saya pelajari, ketika manusia pada masa kecil mempunyai keinginan belajar, bagaikan mendapat sinar mentari pagi yang sangat lembut, sinar mentari makin lama makin terang, waktu bersinarnya juga sangat panjang.

Ketika manusia pada masa remaja mempunyai keinginan untuk belajar, bagaikan mendapat sinar mentari di siang hari, walaupun sinar mentari di siang hari sudah menyinari setengah hari, tetapi sinarnya sangat terik, waktunya bersinar juga masih panjang.

Sedangkan manusia pada masa tuanya mempunyai keinginan untuk belajar, walaupun matahari sudah tenggelam, tidak ada sinar terang lagi, tetapi masih bisa meminjam cahaya lilin untuk menerangi, walaupun cahaya lilin tidak begitu terang, tetapi dengan sedikit cahaya ini lebih bagus daripada meraba-raba ditempat yang gelap.

Lu Pingkung segera tersadarkan, dengan gembira dia berkata, ”Perkataanmu sangat benar, Memang harus demikian! Sekarang saya merasa percaya diri lagi.”

Jika tidak ingin belajar, walaupun membuka mata dengan lebar disiang bolong, sepasang mata ini akan kehilangan, sangat gelap; Dengan terus belajar, tidak peduli muda maupun tua, lebih banyak pengetahuan sanubari akan semakin terang, dengan demikian dapat dengan tidak membabi buta mengambil keputusan dalam menghadapi masalah sehingga hidup ini tidak menjadi sia-sia.

Kisah Penghargaan

Seorang pemuda lulusan akademis terbaik melamar pekerjaan sebagai seorang manager di sebuah perusahaan besar.

Dia telah melewati interview awal; Direktur yang akan melakukan interview akhir dan menentukan putusannya.

Sang Direktur melihat dari CV dan menemukan prestasi akademis yang luar biasa, sejak dari sekolah dasar hingga tingkat sarjana, tak pernah sekalipun si Pemuda mendapat nilai buruk.

Sang Direktur bertanya, "Apakah engkau memperoleh bea siswa dari sekolah?", dan si Pemuda menjawab "belum pernah".
Sang Direktur bertanya, "Ayahmu yang membiayai sekolahmu?", si Pemuda menjawab, "Ayahku meninggal saat aku masih bayi, Ibuku yang membayarkan uang sekolahnya".

Sang Direktur bertanya, "Dimana ibumu bekerja?", si Pemuda menjawab, "Ibuku bekerja sebagai tukang cuci pakaian". Kemudian, sang Direktur meminta si Pemuda memperlihatkan tangannya, yang kemudian menunjukkan sepasang tangannya yang halus dan lembut.

Sang Direktur bertanya, "Apakah selama ini engkau membantu Ibumu mencucikan pakaian?". Si Pemuda berkata, "Tidak pernah. Ibuku selalu memintaku untuk belajar dan rajin membaca buku, lagipula Ibuku dapat mencuci pakaian lebih cepat dari yang dapat kulakukan".Sang Direktur berkata, "Aku punya satu permintaan, jika kau pulang nanti, coba bersihkan tangan ibumu, dan temui aku lagi besok pagi".

Si Pemuda merasa bahwa kesempatannya mendapat pekerjaan tsb sangat berpeluang, jadi dia segera pulang, dan dengan penuh senang ingin membersihkan tangan ibunya.
Ibunya merasa heran dan senang bercampur-baur, tapi ia tetap julurkan tangannya kepada sang anak. Si Pemuda membersihkan tangan Ibunya dengan pelan, sambil berlinang air mata. Ini pertama kalinya ia mengetahui betapa tangan Ibunya begitu keriput, dan penuh goresan luka. Beberapa luka masih begitu pedih, sehingga membuat tubuh Ibunya menggigil saat dibersihkan dengan air.

Baru pertama kali ini si Pemuda menyadari bahwa inilah sepasang tangan yang tiap hari mencuci pakaian demi uang sekolahnya, luka-luka goresan itu adalah harga yang dibayar oleh sang Ibu untuk pendidikan dan masa depannya.

Setelah selesai membersihkan tangan ibunya, si pemuda diam-diam mencucikan semua sisa pakaian tsb.

Malam itu, keduanya bercakap-cakap lama sekali.

Esok paginya, si Pemuda datang kembali ke kantor sang Direktur

Sang Direktur melihat linangan air mata si Pemuda, dan bertanya: "Bisa kamu ceritakan apa yang telah kau lakukan dan pelajari di rumahmu kemarin.?"

Si Pemuda menjawab, "Aku membersihkan tangan ibuku, dan juga menyelesaikan sisa cucian pakaian".

Sang Direktur berkata, "coba ceritakan apa perasaanmu."

Si Pemuda berkata, "Pertama, aku sekarang mengerti arti penghargaan, tanpa Ibuku, tiada keberhasilan bagiku hari ini. Kedua, aku telah bekerja bersama ibuku, dan sekarang mengerti sulitnya untuk menyelesaikan sesuatu dengan sempurna. Ketiga, aku menyadari pentingnya nilai kekeluargaan."

Sang Direktur berkata, "Itulah yang kuminta, aku ingin mempekerjakan orang yang bisa menghargai bantuan orang lain, seseorang yang bisa memahami sulitnya menyelesaikan suatu tugas, dan seseorang yang tidak melulu mengukur uang sebagai patokan karirnya. Engkau diterima bekerja."

Di kemudian hari, si anak muda ini bekerja dengan tekun dan giat, serta mendapat rasa hormat dari bawahannya, semua rekannya juga demikian, dan perusahaan maju dengan pesat. Seorang anak yang selalu dibantu mengerjakan dan dimanja permintaannya, akan membentuk mental 'terima jadi' dan selalu menuntut diutamakan. Ia takkan menghargai upaya orang-tuanya. Ketika bekerja, ia beranggapan orang lain harus menurut padanya, dan jika menjadi seorang atasan, ia takkan mau memahami kesulitan anak-buahnya dan selalu menyalahkan. Orang macam ini bisa berhasil, tetapi hanya sekejap, karena tidak akan merasakan suatu kepuasan, ia akan selalu mengeluh dan penuh rasa benci dan permusuhan.
Jika kita menjadi orang-tua yang protektif seperti itu, kita mencintai sang anak atau justru menjerumuskannya..?

Anda bisa memberikan anak anda sebuah rumah tinggal yang besar, makanan yang enak dan sehat, menonton tv layar lebar. Tetapi saat anda memotong rumput halaman, biarkan mereka juga mengalaminya. Setelah makan, minta mereka mencuci piring dan mangkok bersama-sama. Bukan sekadar masalah uang untuk menggaji pembantu, tetapi karena anda mencintai mereka dengan cara yang benar. Anda ingin mereka mengerti, bahwa meskipun kaya, akan tiba suatu waktu rambut mereka juga beruban. Hal yang terpenting adalah bahwa "anak anda belajar bagaimana cara menghargai usaha yang dilakukan, mengalami kesulitan dan tantangan, serta belajar bekerja-sama dengan orang lain untuk menyelesaikan sesuatu.