Hari masih terang tanah, tapi di markas Center for Nuclear Research (CERN) di Jenewa, Swiss kesibukan sudah dimulai, Rabu 4 Juli 2012 lalu. Ribuan ilmuwan antri panjang sambil menahan kantuk. Mereka harus bangun pukul 05.00, untuk mendapatkan tiket kursi di auditorium.
Perjuangan itu tampaknya setimpal. Yang hendak disaksikan adalah satu presentasi penelitian kolosal, melibatkan 3.000 ilmuwan dari 40 negara. Tim itu terbagi dua, dipimpin Joe Incandela dan Fabiola Gianotti, yang bereksperimen terpisah di Large Hadron Collider –A Toroidal LHC Apparatus (ATLAS), dan Compact Muon Solenoid (CMS).
Mereka akan mengumumkan temuan sebuah partikel baru, yang memiliki massa sekitar 125-126 gigaelectronvolts (GeV). Itu artinya, sekitar 130 kali lebih berat proton yang menjadi inti dari setiap atom.
Ini sungguh pencapaian sulit, dan tentu saja mahal. Penelitian itu memakai Large Hadron Collider (LHC), pemercepat partikel sepanjang 27 kilometer, terkubur di bawah tanah di perbatasan Prancis dan Swiss. Dibangun dengan dana US$10,5 miliar, alat itu dipakai untuk menciptakan kembali kondisi setelah Big Bang, ledakan mahabesar, yang diduga sebagai awal penciptaan alam semesta.
“Sebagai manusia awam, saya akan mengatakan, kami telah menemukannya,” kata Direktur Jenderal CERN, Rolf Heuer. Meski tak memastikan, dan hanya menyebut partikel yang temukan adalah boson, para ilmuwan yakin 99,999 %, partikel baru itu konsisten dengan apa yang selama ini mereka cari: Higgs boson.
Tepuk tangan pun pecah. Sejumlah orang menangis haru. Seorang pria separo baya mengelap matanya yang basah dengan tisu. Dia adalah Peter Higgs. Hari itu, penantian panjangnya selama 48 tahun berakhir.
“Aku tak pernah memimpikan ini akan terwujud saat aku masih hidup,” kata Profesor dari University of Edinburgh itu seperti dimuat Guardian. Maklum, usianya sudah senja, 83 tahun. “Aku harus meminta keluargaku menaruh sampanye dalam kulkas. Untuk merayakannya.”
Higgs tak menyangka, buah pikirannya pada 1960-an, partikel yang menyandang namanya, yang dianggap tak masuk akal, akhirnya terwujud, atau setidaknya mendekati kenyataan. Ilmuwan pendiam dan pemalu yang nyaris terlupakan, mendunia sebagai penemu teori "partikel Tuhan".
Higgs boson dianggap bertanggung jawab memberikan massa pada setiap materi. Ia adalah kunci membuka misteri alam semesta: bagaimana materi menyatu untuk membentuk galaksi, bintang, planet. Juga manusia.
Meski secara teoritis terbukti, tapi mewujudkan Higgs boson sungguh pelik. Tak semua ilmuwan percaya. Termasuk ilmuwan tenar dan kontroversial, Stephen Hawking. Penemuan Higgs boson membuatnya kalah taruhan. Konsekuensinya, ia harus menyerahkan US$100 kepada fisikawan University of Michigan Godon Kane, sang pemenang.
Memang, sejak lama Higgs dan Hawking berdebat soal ini. Kalah dan salah pun, Hawking tetap jantan. Ia mengaku bangga atas penemuan itu. "Ini adalah penemuan sangat penting, Peter Higgs harus mendapat Nobel," kata dia.
Tak terkait Tuhan
Penemuan Higgs boson itu menuai pujian. Bahkan ada yang bilang, ia setara prestasi manusia menginjakkan kaki di Bulan, atau saat Christopher Columbus menemukan Amerika. Tapi, bagi awam, ada tanda tanya besar. Apa sebenarnya Higgs boson? Mengapa ia disebut “partikel Tuhan”?
Soal ini, Peter Higgs menjelaskan, Higgs boson sama sekali tak ada hubungannya dengan Tuhan. Apalagi – seperti tuduhan sejumlah orang – berusaha menegasikan keberadaan-Nya sebagai pencipta alam semesta.
“Istilah itu juga sama sekali tak ada hubungannya denganku. Hanya semacam plesetan,” kata dia dalam konferensi pers di University of Edinburg, Jumat 6 Juli 2012, seperti dimuat Xinhua.
Ada kisah unik di balik istilah yang mengelitik itu. Istilah “partikel Tuhan” dikenal sejak 1993, dari buku yang berjudul “The God Particle: If the Universe is the Answer, What is the Question?” karya penerima Nobel bidang Fisika, Leon M. Lederman.
Higgs menceritakan, awalnya sang penulis memberi nama partikel itu “Goddamn particle” alias “partikel terkutuk”, saking sulitnya untuk ditemukan. Namun, editor tak berkenan, dan mengubahnya menjadi “God particle” alias “partikel Tuhan”. “Istilah itu tidak digunakan para fisikawan, namun menarik bagi umum,” kata Higgs.
Tapi gara-gara istilah itu, proyek pencarian partikel yang makan dana besar mendapat perhatian dunia. Istilah “partikel Tuhan” terdengar lebih seksi, dan menggelitik dari pada “Higgs boson”.
Meski atheis, Higgs mengaku tak suka dengan istilah “partikel Tuhan”. Sebab, “bisa menyinggung perasaan orang beragama.”
Seperti dimuat situs CSN, astronom Vatikan, bruder Guy Consolmagno menyambut baik penemuan Higgs boson untuk menguak rahasia alam semesta. "Ini mengindikasikan, bahwa ada realitas lebih dalam, lebih kaya, lebih aneh, dari kehidupan kita sehari-hari”, kata dia. Meski, ia mengakui, partikel subatomik ini tak ada kaitannya dengan teologi atau pewahyuan.
Rahasia penciptaan
Higgs boson adalah keping terakhir dari puzzle untuk melengkapi Model Standar Partikel Elementer, salah satu teori yang paling sukses untuk menjelaskan bagaimana partikel dasar berinteraksi dengan gaya-gaya fundamental. Sekaligus memahami asal usul alam semesta, bagaimana ia berkembang, dan bagaimana manusia ada hingga saat ini.
Untuk memahami Model Standar, kita harus mengetahui fisika didasarkan pada konsep empat gaya di alam: elektromagnetik, gaya kuat, gaya lemah, dan gravitasi.
Apa saja partikel itu? Model Standar menyatakan, materi terdiri dari partikel kecil yang disebut fermion. Fermion terdiri dari quark dan lepton. Ada juga boson, yakni partikel perantara interaksi antar materi. Tiap boson membawa gaya sendiri --gluon membawa gaya kuat, foton membawa gaya elektromagnet W, Z boson membawa gaya lemah, dan graviton membawa gaya gravitasi. Partikel terakhir, yakni Higgs boson yang berperan menentukan massa. Kecuali Higgs boson, semua partikel dalam Model Standar sudah ditemukan. (Lihat Infografik: Apa Itu “Partikel Tuhan”)
Bersandar pada hukum distribusi statistik kuantum Bose-Einstein, hasil kolaborasi fisikawan India, Satyendra Bose dan Albert Einstein, Peter Higgs pada 1960-an mencetuskan teori yang menuntut adanya partikel subatom dari suatu medan (field) yang memberikan massa ke partikel dasar – yang kelak disebut Higgs boson.
Begini cara kerjanya: partikel tak bermassa seperti foton memang tidak berinteraksi dengan medan Higgs, tetapi partikel lain semacam elektron dan quark berinteraksi dengan medan itu menghasilkan massa sesuai sifat interaksinya. Semakin besar interaksi partikel, makin besar massanya.
Dari mana muncul nama Higgs boson? Medan Higgs ini terdiri dari kuanta partikel berjenis boson – itu sebabnya dinamai Higgs boson, yang memiliki ciri, massanya diprediksi berada diatas 100 Giga eV atau lebih dari 100 kali massa proton.
Lucunya, saat mengirimkan makalah berisi hipotesanya ke jurnal Physics Letters tahun 1964 silam, Higgs sama sekali tak menyebut soal partikel itu. Akibatnya, para editor jurnal yang notabene fisikawan ternama menolaknya.
Kemudian Peter Higgs menambahkan paragraf kecil tentang partikel yang dimaksud, karena terlanjur sakit hati, ia mengirimkan revisi makalahnya itu ke jurnal saingan, Physical Review Letters, yang menerimanya senang hati. Sebagai fisikawan pertama yang menyebutnya, partikel itu menyandang namanya.
Lalu apa hubungannya dengan pembentukan alam semesta?
Pada 13,7 miliar tahun lalu, sesaat setelah dentuman terjadi (Big Bang), semesta yang panas terisi oleh hamparan partikel. Tanpa kehadiran Higgs boson, maka quarks tidak akan terkombinasi membentuk proton atau neutron. Kemudian, proton dan neutron pun tak akan terkombinasi dengan elektron membentuk atom. Tanpa atom, maka molekul dan materi pun tidak akan terbentuk. Atau dengan kata lain: tak ada galaksi, tak ada bintang, tak ada planet, tak ada kehidupan di muka Bumi.
Michael Tuts, Profesor Fisika dari Columbia University yang terlibat dalam penelitian tim ATLAS mengatakan, masih perlu sejumlah pembuktian untuk menyatakan bahwa itu adalah Higgs boson. Kendati demikian, partikel berat itu dinyatakan memiliki karakteristik "partikel Tuhan".
Katakanlah Higgs boson telah ditemukan, lalu apa?
"Ini pertanyaan serius yang layak mendapat jawaban serius,” kata dia seperti dimuat Huffington Post. Salah satu penjelasan, Tuts menambahkan, bahwa Higgs boson melengkapi model standar partikel elementer. Ia akan membantu menjawab rahasia besar penciptaan, termasuk dari mana manusia berasal.
Ini, bagi sebagian awam, mungkin akan dilihat sebagai penelitian “kurang kerjaan”. Apa pentingnya penelitian menguras jutaan dolar di tengah Eropa yang lagi sulit itu?
Tuts berpendapat penelitan itu sangat penting. "Jika Anda menanyakan apakah penemuan partikel ini akan membuat hidup manusia lebih baik dalam waktu cepat, taruhlah besok atau 10 tahun mendatang, jawabannya kemungkinan besar tidak,” kata dia. "Tapi bagaimana dengan 20, 50, atau 100 tahun lagi? Untuk saat itu, aku sangat yakin bahwa berdasarkan bukti sejarah, jawabannya ya."
Sejarah, dia menambahkan, mengajarkan bahwa riset fundamental adalah batu pijakan penting bagi masa datang. Di awal 1900-an, tak banyak orang punya gambaran bagaimana mekanika kuantum menjadi landasan bagi teknologi saat ini. Atau bagaimana teori relativitas Einstein menjadi sangat penting, misalnya dalam sistem GPS.
Penjelasan lebih sederhana adalah listrik. Tak ada yang menyangka, percobaan dengan cara menggosokkan benda tertentu, untuk menghasilkan gaya magnet dan listrik misterius pada tahun 1600 sampai 1700-an menjadi dasar bagi sebuah energi luar biasa, yang kini bisa membuat manusia repot tanpanya.
“Justin Bieber”
Teori Higg boson ini memang njelimet. Para ilmuwan juga berusaha menjelaskannya sesederhana mungkin. Memakai analogi, dari Margaret Thatcher, kolam renang, juga jerapah.
Martin Archer, fisikawan dari Imperial College, London, punya cara unik menjelaskan cara kerja Higgs boson, dia memakai analogi Justin Bieber. Begini: ada sebuah ruangan penuh manusia, ketika seseorang tak dikenal memasuki ruangan itu, ia bisa lewat dengan mudah. Lain halnya jika yang lewat itu adalah Justin Bieber, sang superstar. Pastinya, ia langsung dikerumuni orang-orang, terutama para gadis muda.
Akibatnya, Bieber akan sulit bergerak , para gadis pemujanya itu memperlambat jalannya. Makin dia lambat bergerak, penggemarnya itu akan makin berusaha mendekat. “Kami pikir kami telah menemukan gadis-gadis remaja itu,” kata Archer kepada CNN.
Nobel, buat siapa?
Penemuan jejak Higgs Boson adalah kabar baik yang lama ditunggu bagi para fisikawan. Tapi bagi Komite Nobel, itu memicu sakit kepala berat.
Sebab, penemuan -- atau taruhlah, nyaris ditemukannya Higgs boson adalah prestasi besar yang layak penghargaan Nobel. Masalahnya, siapa yang berhak menerimanya.
Umumnya, Nobel kategori sains biasanya diberikan pada maksimal tiga orang yang paling berkontribusi penting. Sementara, partikel baru ini hasil usaha ribuan orang di CERN. Belum lagi ada enam fisikawan berjasa membangun teorinya; Robert Brout dan François Englert dari Free University of Brussels. Brout meninggal pada 1964, itu artinya haknya mendapat Nobel gugur.
Kemudian, Peter Higgs, yang dalam makalah keduanya menyebut eksplisit pentingnya sebuah partikel baru, diberi nama Higgs boson pada 1972.
Ada juga kelompok yang terdiri dari dua peneliti AS, Dick Hagen dan Gerry Guralnik, dan ilmuwan Inggris, Tom Kibble. Jadi ada lima fisikawan ternama masih hidup yang bisa mengklaim Nobel. Jika benar, partikel ditemukan CERN adalah Higgs boson, tentu saja Peter Higgs paling berhak menerima Nobel. Tapi, bagaimana dengan empat lainnya?
Higgs sendiri dengan rendah hati mengatakan ia bukan satu-satunya yang berjasa. Ada ribuan ilmuwan dari banyak negara bekerja keras, di tengah spekulasi dan ketidakpastian. "Dari China, Jepang, India. Ada banyak negara."
Perdebatan tak sampai di situ. India mengingatkan pada dunia, bahwa Higgs boson juga menyandang nama seorang ilmuwan lain. Sehari setelah pengumuman CERN, biro pers negara itu mengeluarkan rilis berjudul "Satyendranath Bose: Higgs-Boson's Forgotten Hero" atau "Satyendranath Bose: pahlawan Higgs boson yang terlupakan".
Bose adalah fisikawan India era kolonial, yang bekerja bersama Albert Einstein, untuk memahami perilaku partikel subatomik yang kemudian dijuluki boson.
Tak hanya India, Pakistan juga merasa diabaikan. Sebuah artikel dipublikasikan Express Tribunemengungkap peran fisikawan Abdus Salam, bekerja sama dengan dua ilmuwan Amerika Serikat -- Steven Weinberg dan Sheldon Glashow. Mereka mengembangkan teori elektrolemah yang menyatukan dua dari empat gaya fundamental. Pekerjaan mereka membantu menyelesaikan Model Standar, dimana Higgs boson adalah bagian akhir untuk diteliti. Atas kerja kerasnya, trio itu memenangkan Nobel Bidang Fisika 1979.
Tapi, sejumlah ilmuwan mengatakan peran keduanya dalam penemuan Higgs boson lemah. “Bose adalah fisikawan besar, yang sayangnya tak sempat mendapat Nobel,” kata Frank Close dari University of Oxford seperti dimuat situs sains Newscientist. Namun, ia menambahkan, karya Bose secara tidak langsung mendasari penemuan yang diumumkan pekan lalu. Sementara, Salam, “tidak pernah mengklaim Higgs boson.”
Close menambahkan, di luar Peter Higgs yang berhak mendapat pengakuan adalah Tom Kibble. Dia kolega Higgs, yang bekerja sama di tahun 1964, dan berjasa memberi gambaran tentang partikel subatomik. “Kebetulan, dia lahir di India.”
Memang, bagi para fisikawan, Salam dan Bose adalah 'raksasa'. “Ini adalah bukti, ilmu melampaui perbedaan yang sejatinya tak berarti seperti ras, kebangsaan, dan agama,” ujar Jim Al-Khalili, fisikawan dari University of Surrey, Inggris. Partikel baru diduga Higgs boson lahir dari ribuan tangan dari berbagai latar belakang, dan agama. Termasuk oleh Peter Higgs, seorang atheis.
Sumber : news.viva.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar