aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Jumat, 14 Desember 2012

Omar Bakri (Guru) dan Konsekwensinya

 
Siapakah yang sampai hari ini hidup tanpa bimbingan seorang guru ? Kecil kemungkinan ada, kalau tidak mau dibilang hampir mustahil. Siapakah yang mengetahui salah satu orang terkaya di dunia yang berprofesi sebagai guru ? Jawaban pertanyaan ini hampir sama, yaitu hampir mustahil, atau bahkan mustahil. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah “Maukah anda menjadi guru ?” Kalau dulu sedikit sekali anak2 kita yang berminat menjadi guru namun sekarang justru sebaliknya. Saya mengutip pernyataan Anggota Tim Sosialisasi dan Humas SNMPTN Bonny P.W Soekarno yang menyatakan bahwa kini peminat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di Perguruan Tinggi non keguruan, makin tinggi. Ini di luar dugaan meski tidak diketahui angka pastinya. Peningkatan ini diduga karena peserta SNMPTN melihat guru sebagai profesi yang pasti dan ‘menjanjikan’. “Perhatian pemerintah terhadap guru juga semakin besar, melalui sertifikasi misalnya,” kata Bonny. Fenomena ini juga bisa diartikan adanya peningkatan empati generasi muda terhadap pendidikan di Indonesia.

Benarkah nasib guru sekarang lebih baik ? Pertanyaan ini sulit dijawab, bila hanya mengandalkan satu variabel yaitu variabel penghasilan guru, khususnya dari tunjangan sertifikasi. Karena jumlah yang mendapatkan tunjangan sertifikasi ini terbatas, sementara jumlah guru yang menerima gaji dibawah upah minimum masih sangat banyak. Saat ini sertifikasi guru masih terus dilakukan. Namun problematikanya, sistem sertifikasi guru setiap tahun berubah. Untuk tahun ini, sebelum sertifikasi, dilakukan pula uji kompetensi awal yang sangat memberatkan guru. Inkonsistensi sistem sertifikasi dengan model uji kompetensi awal yang mendapat banyak tanggapan keberatan di kalangan pendidik ini perlu dikaji lebih lanjut. Selain sertifikasi, persoalan pengangkatan guru honorer baik di sekolah swasta maupun negeri, politisasi profesi guru, khususnya yang menjabat kepala sekolah dan distribusi guru yang tidak merata di daerah merupakan hal yang penting untuk digagas agar memperoleh solusi yang komprehensif.

Melihat fenomena di atas, kecewa atau menyesalkah anda menjadi guru ? Tentu saya berharap anda tidak kecewa atau menyesal menjadi seorang guru. Karena guru sebuah pekerjaan yang memang mempunyai tantangan tersendiri. Inilah profesi satu-satunya yang langsung berhadapan dengan manusia dalam mencerdaskan bangsa. Yang paling berkesan dalam diri guru, adalah jasanya dikenang oleh muridnya sampai ajal menjemput. ”Itu dulu guru saya yang paling galak”, kata seorang murid mengingat perilaku gurunya. Bahkan untuk mengenang jasa seorang guru banyak diciptakan lagu tentang guru. Lagu yang paling terkenal, selain Hymne Guru, tentu lagu Oemar Bakri karya Iwan Fals. Nasib tragis Oemar Bakri tentu semakin hari akan semakin pupus, yang berarti kita berharap nasib guru semakin baik. Ada yang melekat pada diri guru dan apresiasi terhadap pengabdiannya sehingga masyarakat memberikan sebutan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, pekerjaan mengajar memang tidak memberi harapan finansial yang memadai, tetapi mampu memberikan kepuasan batin dan balasan bagi pekerjaan mengajar adalah di akhirat kelak.

Bila anda menjadi guru, bagaimanakah sikap anda saat berhadapan dengan anak didik ? Berikut adalah sebuah puisi untuk memulai kita berbincang tentang tanggung jawab dalam mendidik anak :  


Anakmu bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.

Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau,
mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.

Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.

Patut kau berikan rumah bagi raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu.

Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,
namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
ataupun tenggelam ke masa lampau.

Engkaulah busur asal anakmu,
anak panah hidup, melesat pergi.
Sang Pemanah membidik sasaran keabadian,
Dia merentangkanmu dengan kuasaNya,
hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.

Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat,
sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap. 

Puisi ‘Anak’ karya penyair terkenal Khalil Gibran, sangat saya sukai. Berulang selalu saya baca dan semakin lama semakin tertanam makna yang tersirat di dalamnya. Sebuah karya yang mengingatkan kita semua bahwa anak yang kita lahirkan, besarkan dan sekolahkan lalu pada akhirnya mampu mandiri dan melayari kehidupannya sendiri bukan milik kita pribadi, ia ada dan lahir memang lewat kita tapi bukan karna kita mereka ada. Selalu kita dengar pembicaraan yang menyatakan bahwa anak adalah titipan, amanah dari Sang Maha Pencipta adalah benar adanya. Sebagai orang yang menerima titipan yang amat berharga ini tentu kita ingin menjaga, merawat dan mengantarkan anak-anak kita itu menjadi manusia seutuhnya, punya ilmu yang cukup, berprilaku santun, berkepribadian terpuji, bermanfaat bagi masyarakat dan terutama sekali selalu terjaga hati dan keimanannya kepada Yang Maha Kuasa.

Tugas membentuk dan membina anak itu sebagiannya sudah kita serahkan ke sekolah. Kepada guru yang mendidik dan mengajarkan tentang berbagai ilmu pengetahuan, kita percayakan agar anak-anak kita dibekali ilmu pengetahuan masa depan. Kepada guru-guru di sekolah kita berharap anak-anak kita mampu mengembangkan kepribadian yang baik dan menanamkan nilai-nilai yang positif dalam kehidupannya. Sebagai guru yang baik yang menjadi figur contoh bagi siswa-siswinya, pekerjaan mentransfer ilmu pengetahuan ke dalam pikiran anak didik dengan menggunakan metode pengajaran dan penguasaan materi yang baik tidaklah sulit. Pekerjaan itu merupakan tugas mengajar yang memang melekat pada profesi guru. Tetapi sebuah tugas lain yang juga melekat pada profesi guru adalah mendidik, yang mengandung makna mendalam karna berkaitan dengan upaya merubah perilaku peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya, bersifat holistik komprehensif yang berada dalam domain kognitif, afektif dan psikomotor (aspek pikiran, hati dan rasa serta tindakan).

Namun pertanyaan kita adalah apakah tugas mendidik anak-anak semata-mata menjadi tugas guru sebagai pendidik, bagaimana peran orangtua dalam mendidik anak-anak tersebut ? Orang tua sesungguhnya adalah yang nomor satu menjadi guru, sementara guru di sekolah menjadi penerus cita-cita orangtua yang menjadi guru tadi. Keharmonian antara orangtua dan guru menjadikan peristiwa mendidik anak-anak masa depan tidak akan menjadi sia-sia. Keharmonian itu tentu harus dilandasi dengan keikhlasan dan kesabaran. Keikhlasan dan kesabaran yang tanpa batas itu tersimpan jauh di dasar hati. Ia akan terpendam bila kita tidak pernah mengasahnya tapi akan bersinar cemerlang dan memberi cahaya bila kita selalu rajin memberi sentuhan dengan berlatih ikhlas dan sabar.

Guru yang baik harus tetap memberikan pengarahan dan bimbingan serta kasih sayangnya. Dengan demikian, guru benar-benar bisa berperan menjadi orang tua bagi para siswanya di sekolah. Ia tidak lagi menjadi sosok yang terlihat galak dan menakutkan. Ia justru akan menjadi sahabat bagi anak didiknya. Tidak berlebihan jika guru dikenal sebagai figur seseorang yang dapat digugu dan ditiru yang selalu memiliki semangat untuk mengabdi tanpa pamrih. Dalam dirinya tertanam prinsip luhur bahwa menjadi guru adalah panggilan hati. Dengan menjadi guru kita bisa menyentuh hati anak didik kita, serta mengabdi untuk melahirkan manusia berkarakter dan berakhlak mulia.

Bila guru selalu diagungkan dengan sebutan pahlawan tanpa tanda jasa, maka ia seharusnya mau berjuang bagi banyak orang, terutama bagi anak didiknya. Ia membuka mata yang buta pengetahuan, melatih tangan dan kaki yang lemah melangkah, mengobati hati yang terluka, membebaskan mereka yang terbelenggu kebodohan serta memberi tuntunan kepada mereka yang tidak tahu arah tujuan. Ini adalah pengabdian besar dan tidak mudah. Guru yang memiliki empati, tidak akan pernah menjadikan sekolah sebagai lahan bisnis, melainkan lahan perjuangan untuk membangun generasi muda yang arif dan bijaksana dan menjalani profesinya sebagai ladang ibadah. Guru yang baik tidak hanya menguasai bidang pengajarannya, tetapi juga yang sadar akan tugasnya sebagai pendidik. Ia sadar sepenuhnya bahwa anak didiknya tidak hanya meneladani apa yang ia ajarkan melalui kegiatan belajar mengajar di dalam kelas, tetapi mendapatkan sesuatu yang amat berharga dari sikap dan perilaku sang guru.

Tahukah anda ciri-ciri sebuah negara maju ? Gurunya berilmu dan maju. Guru yang berilmu ditandai dengan profesionalitas mengajar dan tanggung jawab profesi. Majunya guru dilakukan dengan memberikan penghormatan guru sebagai profesi yang ditunjang dengan kesejahteraan yang setara. Pada posisi guru sejahtera maka keharmonian negeri terpantul dalam kesungguhan para guru membangun negerinya melalui pendidikan itu sendiri. Keharmonian guru sejahtera menjadi salah satu tolok ukur penting bagi pencapaian keharmonian negeri. Tahukah anda kapankah kita memperingati hari Guru ? Setiap tanggal 25 Nopember, masih kalah tenar dengan hari Ibu kan? Selamat Hari Guru, teruslah mengabdi untuk negeri…. “Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru…”
Reff : www.batampos.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar