Seperti diketahui bahwa dalam organisasi biologis, teristimewa di dalam sel, tersimpan suatu kekuatan laten yang sewaktu-waktu muncul di permukaan. Kekuatan itu terkode dalam struktur makromolekuler yang kini lazim dikenal dengan nama DNA.
Di dalam DNA berbagai kode untuk organism masa depan dapat direkombinasi ulang dan akan melahirkan organisme superior yang sebelumnya tidak terpikirkan. Hal ini merupakan salah satu ruang lingkup bioteknologi yang memberikan peluang bagi bioteknologiawan untuk memproyeksikan organisme masa depan melampaui rintangan alamiah yang semestinya dilalui menurut alur evolusinya.
Tidak ada satu kekuatan yang begitu dahsyat (dalam konteks ilmu pengetahuan) yang mampu mengubah jalannya perkembangan suatu organisme, akan tetapi dengan bioteknologi manusia mampu memanipulasi, memperbaiki dan merusak organisasi biologis. Dan hal yang patut dipertimbangkan bahwa kelinci-kelinci percobaan yang kini sementara berlangsung dalam genetika molekuler pada akhirnya akan mengarah pada potensi biologi manusia. Berbagai rekayasa dalam bidang biologi seperti inseminasi buatan, sperma beku, embrio beku, transplantasi inti sel, hingga bayi klon merupakan jalur-jalur bioteknologi yang memberi peluang terjadinya penyelewengan yakni, antara kemanusiaan dan penyelewengan intelektual. Masalahnya akankah bioteknologi menjadi pisau bermata dua?
Intervensi bioteknologi baik pada tingkat structural, maupun fungsional dalam bidang biologi reproduksi telah memaksa kita untuk berpaling pada pandangan yang tidak lazim terhadap kehidupan seperti bagi kelangsungan hidup janin. Dengan bioteknologi memungkinkan bahwa kehidupan baru akan di budidayakan di masa yang akan datang, hal ini seiring dengan kemajuan pengetahuan di bidang biologi reproduksi.
Dewasa ini manipulasi dalam biologi reproduksi telah mencapai tingkat yang cukup meyakinkan setelah lahirnya bayi tabung pertama Lousy Jay Brown pada tanggal 25 juli 1978 yang secara teknis merupakan kasus fertilisasi invitro. Hal ini telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan teologis. Namun terlepas dari itu teknologi bayi tabung berjalan terus, dan kini beratus-ratus pasangan suami-istri yang secara alami tidak dapat memperoleh keturunan telah memanfaatkan teknologi bayi tabung sebagai jalur alternative dan hasilnya sangat meyakinkan.
Perkembangan lebih lanjut dalam biologi reproduksi, khususnya dalam penyimpanan sperma membawa dampak tersendiri dalam pola tata nilai yang berlaku di masyarakat. Semula penyimpanan sperma dalam bentuk sperma beku lebih diperuntukkan kepada kajian-kajian ilmiah, atau sebagai suatu upaya meningkatkan produktivitas peternakan, namun dalam tahap perkembangannya, sebagian manusia telah mengintroduksi fenomena tersebut dalam kehidupannya. Kini telah lazim didengar atau dibaca pada berbagai media tentang adanya bank-bank sperma. Andaikan bank-bank sperma tersebut dimanfaatkan dalam teknologi bayi tabung, maka dapat dipastikan bahwa pola garis keturunan manusia semakin kabur. Di sinilah letak penyelewengan intelektual yang bekerja di luar garis normal moralitas yang berlaku, terlebih pada ketentuan agama.
Teknologi bayi tabung pada dasarnya fertilisasi invitro, yaitu pembuahan sel telur oleh sperma yang berlangsung di luar tubuh induknya. Secara sederhan tahapan-tahapan dalam pemanfaatan teknologi bayi tabung adalah sebagai berikut:
Peter dan Singer justru melihat adanya suatu pasar yang tumbuh dari upaya reproduktif dimana embrio-embrio beku dapat dipindahkan dari rahim penghasilnya dan membuka kemungkinan bank embrio jangka panjang. Suatu kasus telah muncul dari jutawan Amerika Mario Rios dan istrinya Elsa pada tahun 1981 mereka memasuki Quen Victoria Medical Center di Melbourne, Australia dimana mereka menerima pelayanan fertilisasi invitro dan transfer embrio, namun terjadi miskram. Sisa embrio disimpan. Namun tidak lama kemudian orang tuanya meninggal dunia. Dalam kasus ini muncul kasus embrio yatim piatu. Sederet pertanyaan akan muncul antara lain: apakah tersebut mempunyai hak warisan orang tua genetisnya? SUatu hal yang tidak mustahil terjadi bahwa suatu saat para orang tua akan membekukan embrio-embrio mereka yang telah dibuahi untuk jangka waktu lama dengan meninggalkan pesan-pesan untuk kelahiran anka-anaknya kelak.
Dengan adanya embrio beku, kini memungkinkan untuk terbentuknya suku cadang bagi orang-orang penyandang cacat yang diperoleh dari embrio beku. Suatu hal yang mungkin sulit untuk dipercayai kemungkinan-kemungkinan bahwa embrio-embrio dapat ditumbuhkan sampai pada tahap perkembangan organ tertentu, dan selanjutnya organ tersebut dipisahkan dan ditumbuhkan dalam kultur sampai mereka bisa untuk digunakan dalam sistem-sistem penerimanya sehingga diperoleh suku cadang bagi orang-orang yang memerlukan pencangkokan organ tertentu. Hal tersebut akan mengarah pada penyimpangan moral dan mungkin sudah dapat dianggap sebagai penyalahgunaan potensi intelektual? Bukankan hal tersebut sama dengan budi daya organ manusia?
Dalam berbagai kasus terkadang karena alasan medis, seorang wanita yang tidak mampu mengandung embrio mereka. Untuk itu akan disewa rahim dari perempuan lain yang sehat. Sewa rahim kini menjadi lumrah pada berbagai Negara. Pada tahun 1987, untuk sebuah rahim harga rata-rata $10.000. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa potensi biologi reproduksi manusia menjadi bahan komersil untuk beberapa Negara. Dan mungkin suatu waktu menjadi bahan komoditi yang dapat menambah devisa Negara?. Suatu teka-teki yang mengerikan. Kini lebih dari 3.000 anak hasil fertilisasi invitro telah dilahirkan.
Kini para ahli dalam bidang biologi reproduksi telah mampu memanipulasi embrio manusia pada tahap yang lebih canggi dan kemungkinan untuk membuat klon vertebrata dari suatu sel tunggal. Dan hal ini telah berhasil dilakukan amphibia dan mencit yaitu dengan mentraplantasi inti sel somatik ke dalam suatu sel telur yang tidak berinti.
Penggunaan teknik tranplantasi inti telah dikembangkan oleh Briggs dan King dan Gurdon dimana ia mentransplantasikan inti epitel usus dari Xeopus dewasa ke dalam sel telur yang intinya telah diinaktifkan dengan radiasi ultra violet. Telur yang telah menerima inti sel epitel dipelihara dalam medium kultur dan berkembang menghasilkan Xenopus dewasa. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa Xenopus dewasa yang telah dihasilkan praktis mengalami perubahan genom; dan genomnya mengikuti genom dari inti yang diterimanya. Seperti diketahui bahwa inti dari sel telur yang berperan sebagai resipien telah diinaktifkan, sedangkan potensi pewarisan sifat telah terkemas dalam inti sel donor. Jadi individu yang dihasilkan merupakan klon dari induk dimana inti diperoleh, dan hasilnya adalah Xenopus yang secara genetis persis sama dengan sumber dari inti yang ditransplantasikan.
Beranjak dari hasil eksperimen-eksperimen tersebut di atas, kini para peneliti dalam bidang biologi reproduksi telah mengalihkan perhatiannya khususnya dalam memanipulasi potensi reproduksi manusia. Mereka memupuk harapan dengan keyakinan yang sangat tinggi bahwa pada suatu saat akan dihasilkan manusia satu induk atau univarental man, yang dapat berupa manusia androgenic atau manusia gynogenoues. Pada mencit hal tersebut telah dilakukan dan mencapai tahap perkembangan fetus tertentu, serta menghasilkan fetus yang secara genetis persis sama dengan tetuanya. Uniparental man merupakan istilah yang digunakan pada bayi klon. Dalam dekade terakhir ini keberhasilan klon pada domba yang dilakukan oleh para ahli Scotland telah mencapai puncak yang sangat meyakinkan. Hasil penelitian tersebut semakin mendekatkan kenyataan akan munculnya manusia klon dalam waktu dekat. Penemuan klon domba dikalangan ahli Scotland telah menimbulkan pro-kontra dikalangan para pengamat, sehingga tidak heran bila Clinton, Presiden Amerika Serikat ikut memberikan protes.
Dari hasil tersebut menunjukkan adanya lompatan intervensi teknologi dengan pemanfaatan potensi reproduksi manusia melampaui batas perjalanan evolusi secara normal dan jelas akan mengundang perdebatan yang ramai dikalangan teologis. Mungkinkanh hal ini dianggap sebagai suatu kejahiliyaan modern atau sebagai suatu kemajuan? Disini tampak jelas bahwa lonjakan-lonjakan yang dicapai dalam perkembangan bioteknologi ibarat pisau bermata dua.
Di dalam DNA berbagai kode untuk organism masa depan dapat direkombinasi ulang dan akan melahirkan organisme superior yang sebelumnya tidak terpikirkan. Hal ini merupakan salah satu ruang lingkup bioteknologi yang memberikan peluang bagi bioteknologiawan untuk memproyeksikan organisme masa depan melampaui rintangan alamiah yang semestinya dilalui menurut alur evolusinya.
Tidak ada satu kekuatan yang begitu dahsyat (dalam konteks ilmu pengetahuan) yang mampu mengubah jalannya perkembangan suatu organisme, akan tetapi dengan bioteknologi manusia mampu memanipulasi, memperbaiki dan merusak organisasi biologis. Dan hal yang patut dipertimbangkan bahwa kelinci-kelinci percobaan yang kini sementara berlangsung dalam genetika molekuler pada akhirnya akan mengarah pada potensi biologi manusia. Berbagai rekayasa dalam bidang biologi seperti inseminasi buatan, sperma beku, embrio beku, transplantasi inti sel, hingga bayi klon merupakan jalur-jalur bioteknologi yang memberi peluang terjadinya penyelewengan yakni, antara kemanusiaan dan penyelewengan intelektual. Masalahnya akankah bioteknologi menjadi pisau bermata dua?
Intervensi bioteknologi baik pada tingkat structural, maupun fungsional dalam bidang biologi reproduksi telah memaksa kita untuk berpaling pada pandangan yang tidak lazim terhadap kehidupan seperti bagi kelangsungan hidup janin. Dengan bioteknologi memungkinkan bahwa kehidupan baru akan di budidayakan di masa yang akan datang, hal ini seiring dengan kemajuan pengetahuan di bidang biologi reproduksi.
Dewasa ini manipulasi dalam biologi reproduksi telah mencapai tingkat yang cukup meyakinkan setelah lahirnya bayi tabung pertama Lousy Jay Brown pada tanggal 25 juli 1978 yang secara teknis merupakan kasus fertilisasi invitro. Hal ini telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan teologis. Namun terlepas dari itu teknologi bayi tabung berjalan terus, dan kini beratus-ratus pasangan suami-istri yang secara alami tidak dapat memperoleh keturunan telah memanfaatkan teknologi bayi tabung sebagai jalur alternative dan hasilnya sangat meyakinkan.
Perkembangan lebih lanjut dalam biologi reproduksi, khususnya dalam penyimpanan sperma membawa dampak tersendiri dalam pola tata nilai yang berlaku di masyarakat. Semula penyimpanan sperma dalam bentuk sperma beku lebih diperuntukkan kepada kajian-kajian ilmiah, atau sebagai suatu upaya meningkatkan produktivitas peternakan, namun dalam tahap perkembangannya, sebagian manusia telah mengintroduksi fenomena tersebut dalam kehidupannya. Kini telah lazim didengar atau dibaca pada berbagai media tentang adanya bank-bank sperma. Andaikan bank-bank sperma tersebut dimanfaatkan dalam teknologi bayi tabung, maka dapat dipastikan bahwa pola garis keturunan manusia semakin kabur. Di sinilah letak penyelewengan intelektual yang bekerja di luar garis normal moralitas yang berlaku, terlebih pada ketentuan agama.
Teknologi bayi tabung pada dasarnya fertilisasi invitro, yaitu pembuahan sel telur oleh sperma yang berlangsung di luar tubuh induknya. Secara sederhan tahapan-tahapan dalam pemanfaatan teknologi bayi tabung adalah sebagai berikut:
- Si ibu injeksi dengan hormon untuk merangsang pematangan telur
- Telur yang telah matang dilepaskan dengan cara lapa roscopy.
- Telur-telur yang telah dilepaskan disimpan dalam medium tertentu di dalam gelas, dan selanjutnya dilakukan fertilisasi secara in vitro.
- Telur-telur yang telah dibuahi (embrio) dipelihara dalam medium tertentu hingga mencapai tahap perkembangan tertentu, yaitu dalam bentuk blastosit.
- Blastosit yang sehat selanjutnya di reimplantasi ke dalam rahim ibunya setelah si ibu terlebih dahulu dirangsang dengan hormon, sehingga kondisi fisiologis dan biokimiawi dari rahim si ibu siap untuk menerima embrio.
Peter dan Singer justru melihat adanya suatu pasar yang tumbuh dari upaya reproduktif dimana embrio-embrio beku dapat dipindahkan dari rahim penghasilnya dan membuka kemungkinan bank embrio jangka panjang. Suatu kasus telah muncul dari jutawan Amerika Mario Rios dan istrinya Elsa pada tahun 1981 mereka memasuki Quen Victoria Medical Center di Melbourne, Australia dimana mereka menerima pelayanan fertilisasi invitro dan transfer embrio, namun terjadi miskram. Sisa embrio disimpan. Namun tidak lama kemudian orang tuanya meninggal dunia. Dalam kasus ini muncul kasus embrio yatim piatu. Sederet pertanyaan akan muncul antara lain: apakah tersebut mempunyai hak warisan orang tua genetisnya? SUatu hal yang tidak mustahil terjadi bahwa suatu saat para orang tua akan membekukan embrio-embrio mereka yang telah dibuahi untuk jangka waktu lama dengan meninggalkan pesan-pesan untuk kelahiran anka-anaknya kelak.
Dengan adanya embrio beku, kini memungkinkan untuk terbentuknya suku cadang bagi orang-orang penyandang cacat yang diperoleh dari embrio beku. Suatu hal yang mungkin sulit untuk dipercayai kemungkinan-kemungkinan bahwa embrio-embrio dapat ditumbuhkan sampai pada tahap perkembangan organ tertentu, dan selanjutnya organ tersebut dipisahkan dan ditumbuhkan dalam kultur sampai mereka bisa untuk digunakan dalam sistem-sistem penerimanya sehingga diperoleh suku cadang bagi orang-orang yang memerlukan pencangkokan organ tertentu. Hal tersebut akan mengarah pada penyimpangan moral dan mungkin sudah dapat dianggap sebagai penyalahgunaan potensi intelektual? Bukankan hal tersebut sama dengan budi daya organ manusia?
Dalam berbagai kasus terkadang karena alasan medis, seorang wanita yang tidak mampu mengandung embrio mereka. Untuk itu akan disewa rahim dari perempuan lain yang sehat. Sewa rahim kini menjadi lumrah pada berbagai Negara. Pada tahun 1987, untuk sebuah rahim harga rata-rata $10.000. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa potensi biologi reproduksi manusia menjadi bahan komersil untuk beberapa Negara. Dan mungkin suatu waktu menjadi bahan komoditi yang dapat menambah devisa Negara?. Suatu teka-teki yang mengerikan. Kini lebih dari 3.000 anak hasil fertilisasi invitro telah dilahirkan.
Kini para ahli dalam bidang biologi reproduksi telah mampu memanipulasi embrio manusia pada tahap yang lebih canggi dan kemungkinan untuk membuat klon vertebrata dari suatu sel tunggal. Dan hal ini telah berhasil dilakukan amphibia dan mencit yaitu dengan mentraplantasi inti sel somatik ke dalam suatu sel telur yang tidak berinti.
Penggunaan teknik tranplantasi inti telah dikembangkan oleh Briggs dan King dan Gurdon dimana ia mentransplantasikan inti epitel usus dari Xeopus dewasa ke dalam sel telur yang intinya telah diinaktifkan dengan radiasi ultra violet. Telur yang telah menerima inti sel epitel dipelihara dalam medium kultur dan berkembang menghasilkan Xenopus dewasa. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa Xenopus dewasa yang telah dihasilkan praktis mengalami perubahan genom; dan genomnya mengikuti genom dari inti yang diterimanya. Seperti diketahui bahwa inti dari sel telur yang berperan sebagai resipien telah diinaktifkan, sedangkan potensi pewarisan sifat telah terkemas dalam inti sel donor. Jadi individu yang dihasilkan merupakan klon dari induk dimana inti diperoleh, dan hasilnya adalah Xenopus yang secara genetis persis sama dengan sumber dari inti yang ditransplantasikan.
Beranjak dari hasil eksperimen-eksperimen tersebut di atas, kini para peneliti dalam bidang biologi reproduksi telah mengalihkan perhatiannya khususnya dalam memanipulasi potensi reproduksi manusia. Mereka memupuk harapan dengan keyakinan yang sangat tinggi bahwa pada suatu saat akan dihasilkan manusia satu induk atau univarental man, yang dapat berupa manusia androgenic atau manusia gynogenoues. Pada mencit hal tersebut telah dilakukan dan mencapai tahap perkembangan fetus tertentu, serta menghasilkan fetus yang secara genetis persis sama dengan tetuanya. Uniparental man merupakan istilah yang digunakan pada bayi klon. Dalam dekade terakhir ini keberhasilan klon pada domba yang dilakukan oleh para ahli Scotland telah mencapai puncak yang sangat meyakinkan. Hasil penelitian tersebut semakin mendekatkan kenyataan akan munculnya manusia klon dalam waktu dekat. Penemuan klon domba dikalangan ahli Scotland telah menimbulkan pro-kontra dikalangan para pengamat, sehingga tidak heran bila Clinton, Presiden Amerika Serikat ikut memberikan protes.
Dari hasil tersebut menunjukkan adanya lompatan intervensi teknologi dengan pemanfaatan potensi reproduksi manusia melampaui batas perjalanan evolusi secara normal dan jelas akan mengundang perdebatan yang ramai dikalangan teologis. Mungkinkanh hal ini dianggap sebagai suatu kejahiliyaan modern atau sebagai suatu kemajuan? Disini tampak jelas bahwa lonjakan-lonjakan yang dicapai dalam perkembangan bioteknologi ibarat pisau bermata dua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar