Bani Israil secara spesifik adalah suatu kaum, ras yang sekarang dikenal menghuni negara Israel. Sekalipun keturunan bani israil/yahudi sebenarnya telah tersebar di setiap penjuru dunia. Mengapa istilah tentang bani Israil ini sangat banyak diungkapkan oleh Al-Qur’an? Adakah pelajaran yang dapat kita ambil?
Al-Qur’an tidak menggunakan kata-kata Bani Ya’qub untuk menyandingkan kaum Yahudi dan Nasrani. Akan tetapi Al-Qur’an menggunakan istilah Bani Israil. Kata Israil sendiri memiliki makna “hamba Allah” atau “manusia pilihan”. Seakan Allah hendak memanggil mereka dengan kata-kata “Bani Abdullah” atau “Bani Shafwatullah”, yang keduanya mengandung peringatan agar mereka meniru nenek moyang mereka yang saleh (lihat: The Unity of Al-Qur’an, Amir Faishol Fath). Sekalipun dalam kenyataannya, Bani Israil adalah kaum yang sering melanggar perintah dan janji serta membuat pusing pimpinannya yakni Nabi Musa as.
Terminologi Bani Israil sangat banyak diungkapkan di dalam Al-Qur’an. Secara bahasa, isra’, asri’ seperti tercantum dalam surat Al-Isra ayat 1:
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan (asra’) hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidilharam ke Al-Masjidil aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(Q.S. 17:1)
Dari ayat di atas, istilah isra’ berarti memperjalankan di malam hari. Jadi secara bahasa, bani israil adalah kumpulan orang, bangsa (bani) yang sedang “diperjalankan” di malam hari. Bani israil dalam sejarahnya adalah umat Nabi Musa as. yang berada dalam ketertindasan oleh kekuasaan Fir’aun (pharaoh). Terbukti dengan deklarasi kekuasaan Fir’aun kepada rakyat Mesir: ‘Akulah Tuhanmu (Rabb) Yang Tertinggi’ (Q.S. 79:24).
Mari kita lihat sejenak perjalanan Bani Israil melalui beberapa pembabakan zaman. Pertama, zaman exodus, yakni pengejaran dan penindasan yang dilakukan oleh Fir’aun. Kedua, zamanmesada, yakni penindasan dan pembantaian di bukit Romawi oleh Imperium Romawi. Ketiga, zaman diaspora, yakni masa perantauan ke tanah Kan’an dan menyebar di segala penjuru dunia. Keempat, holocaust, masa-masa fasis dan hitler-isme.
Hingga akhirnya sampailah pada gagasan tentang sebuah kedaulatan Yahudi (konferensi di Basel, 1897) dalam bentuk Negara Israel. Cita-cita pendirian Negara ini pun didasari atas semangat zionis untuk menguasai dunia atau bahkan lebih tepatnya memperalat dengan segala rekayasanya.
Yahudi/Bani Israil hanya karena tujuan yang sifatnya duniawi ternyata mampu membangun sebuah konspirasi yang mengerikan (lihat : Holocaust Industry, Norman Finkelstein). Mereka mampu merekayasa dan mengarahkan rasa takut yang ada pada manusia sehingga jauh dari konsep Tauhid. Orientasi hidup manusia pun menjadi dunia (materi) lewat sistem yahudi yang sudah didesain hampir seabad lampau. Padahal dalam sejarahnya, bani Israil adalah bangsa yang selalu terusir. Akan tetapi kini nampaknya ide mereka begitu kuat tertancap di jantung-jantung dunia Islam.
Benarlah hadits yang diucapkan Rasulullah jauh-jauh hari: “Hampir-hampir ummat-ummat (di luar kalian) mengerumuni kalian sebagaimana orang-orang yang makan mengerumuni hidangannya. Ada yang bertanya kepada Nabi, “Apakah disebabkan jumlah kita sedikit pada saat itu?”. Rasulullah saw. menjawab, “Bahkan kalian pada hari itu jumlahnya banyak, akan tetapi hanyalah buih, seperti buih yang dibawa air banjir. Dan sungguh Allah akan mencabut dari dada musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan Allah akan lemparkan ke dalam hati kalian “al-wahn”. Seseorang bertanya lagi, “Wahai Rasulullah apakah al-wahn itu?”. Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati”. (H.R. Abu Daud)
Dan sabda Nabi kembali: Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya. Para sahabat lantas bertanya, “Siapa ‘mereka’ yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani.” (H.R. Bukhari)
Dengan arahan-arahan yang dibuat-buat dan direkayasa oleh Yahudi dan antek-anteknya inilah yang menyebabkan umat hari ini seperti kehilangan gairah. Bebal pemikirannya dan sulit diajak berjuang. Pemahaman Islam pun luntur, orang-orang jauh dari ajaran agamanya sendiri. Sungguh pemandangan yang menyakitkan hati. Hanya dengan rasa takut umat Islam kepada Allah-lah yang dapat menjaga kita dari pengaruh isme-isme “Bani Israil”. Wallahu’alam. [islampos]
Al-Qur’an tidak menggunakan kata-kata Bani Ya’qub untuk menyandingkan kaum Yahudi dan Nasrani. Akan tetapi Al-Qur’an menggunakan istilah Bani Israil. Kata Israil sendiri memiliki makna “hamba Allah” atau “manusia pilihan”. Seakan Allah hendak memanggil mereka dengan kata-kata “Bani Abdullah” atau “Bani Shafwatullah”, yang keduanya mengandung peringatan agar mereka meniru nenek moyang mereka yang saleh (lihat: The Unity of Al-Qur’an, Amir Faishol Fath). Sekalipun dalam kenyataannya, Bani Israil adalah kaum yang sering melanggar perintah dan janji serta membuat pusing pimpinannya yakni Nabi Musa as.
Terminologi Bani Israil sangat banyak diungkapkan di dalam Al-Qur’an. Secara bahasa, isra’, asri’ seperti tercantum dalam surat Al-Isra ayat 1:
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan (asra’) hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidilharam ke Al-Masjidil aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(Q.S. 17:1)
Dari ayat di atas, istilah isra’ berarti memperjalankan di malam hari. Jadi secara bahasa, bani israil adalah kumpulan orang, bangsa (bani) yang sedang “diperjalankan” di malam hari. Bani israil dalam sejarahnya adalah umat Nabi Musa as. yang berada dalam ketertindasan oleh kekuasaan Fir’aun (pharaoh). Terbukti dengan deklarasi kekuasaan Fir’aun kepada rakyat Mesir: ‘Akulah Tuhanmu (Rabb) Yang Tertinggi’ (Q.S. 79:24).
Mari kita lihat sejenak perjalanan Bani Israil melalui beberapa pembabakan zaman. Pertama, zaman exodus, yakni pengejaran dan penindasan yang dilakukan oleh Fir’aun. Kedua, zamanmesada, yakni penindasan dan pembantaian di bukit Romawi oleh Imperium Romawi. Ketiga, zaman diaspora, yakni masa perantauan ke tanah Kan’an dan menyebar di segala penjuru dunia. Keempat, holocaust, masa-masa fasis dan hitler-isme.
Hingga akhirnya sampailah pada gagasan tentang sebuah kedaulatan Yahudi (konferensi di Basel, 1897) dalam bentuk Negara Israel. Cita-cita pendirian Negara ini pun didasari atas semangat zionis untuk menguasai dunia atau bahkan lebih tepatnya memperalat dengan segala rekayasanya.
Yahudi/Bani Israil hanya karena tujuan yang sifatnya duniawi ternyata mampu membangun sebuah konspirasi yang mengerikan (lihat : Holocaust Industry, Norman Finkelstein). Mereka mampu merekayasa dan mengarahkan rasa takut yang ada pada manusia sehingga jauh dari konsep Tauhid. Orientasi hidup manusia pun menjadi dunia (materi) lewat sistem yahudi yang sudah didesain hampir seabad lampau. Padahal dalam sejarahnya, bani Israil adalah bangsa yang selalu terusir. Akan tetapi kini nampaknya ide mereka begitu kuat tertancap di jantung-jantung dunia Islam.
Benarlah hadits yang diucapkan Rasulullah jauh-jauh hari: “Hampir-hampir ummat-ummat (di luar kalian) mengerumuni kalian sebagaimana orang-orang yang makan mengerumuni hidangannya. Ada yang bertanya kepada Nabi, “Apakah disebabkan jumlah kita sedikit pada saat itu?”. Rasulullah saw. menjawab, “Bahkan kalian pada hari itu jumlahnya banyak, akan tetapi hanyalah buih, seperti buih yang dibawa air banjir. Dan sungguh Allah akan mencabut dari dada musuh-musuh kalian rasa takut terhadap kalian dan Allah akan lemparkan ke dalam hati kalian “al-wahn”. Seseorang bertanya lagi, “Wahai Rasulullah apakah al-wahn itu?”. Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati”. (H.R. Abu Daud)
Dan sabda Nabi kembali: Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya. Para sahabat lantas bertanya, “Siapa ‘mereka’ yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani.” (H.R. Bukhari)
Dengan arahan-arahan yang dibuat-buat dan direkayasa oleh Yahudi dan antek-anteknya inilah yang menyebabkan umat hari ini seperti kehilangan gairah. Bebal pemikirannya dan sulit diajak berjuang. Pemahaman Islam pun luntur, orang-orang jauh dari ajaran agamanya sendiri. Sungguh pemandangan yang menyakitkan hati. Hanya dengan rasa takut umat Islam kepada Allah-lah yang dapat menjaga kita dari pengaruh isme-isme “Bani Israil”. Wallahu’alam. [islampos]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar