aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Jumat, 30 Agustus 2013

Monumen Polisi Istimewa Surabaya

Andil Polisi Istimewa dalam mempertahankan kedaulatan negara adalah sangat besar. Pada jaman pendudukan Jepang, kesatuan ini disebut ‘Tokubetsu Keisatsu Tai’, sebuah pasukan yang terlatih dengan kemampuan tempur yang tinggi.

Selain Tokubetsu Keisatsu Tai, pihak militer Jepang juga membentuk pasukan yang terdiri dari orang-orang pribumi yaitu Heiho dan pasukan yang terpisah dari kesatuan tentara Jepang yaitu PETA ( Pembela Tanah Air). 

Setelah proklamasi dikumandangkan oleh Ir. Soekarno dan Moh. Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, penduduk Surabaya tidak dapat langsung mendengar berita tersebut. Jepang dengan liciknya membubarkan Daidan PETA di Gunungsari Surabaya dan Heiho tanpa memberikan informasi tentang kekalahan Jepang di perang Asia Timur Raya. Baru pada tanggal 19 Agustus 1945 penduduk Surabaya mengetahui proklamasi kemerdekaan dari surat kabar Soeara Asia.


Satu-satunya pasukan yang berdaya tempur tinggi dan masih memiliki senjata di wilayah Surabaya adalah Polisi Istimewa di bawah pimpinan Moh. Jasin. Meskipun demikian masih ada kemungkinan Jepang akan melucuti persenjataan Polisi Istimewa ini. Mantan Daidancho Gresik, drg. Moestopo segera megutus mantan Shodancho Abdurahman untuk menemui kepala polisi Moh.Jasin agar tidak tertipu oleh siasat Jepang untuk melucuti pasukannya.

Pada hari Selasa, 21 Agustus 1945, pukul 07.00. Semua anggota kesatuan Polisi Istimewa, sekitar 250 orang, berkumpul untuk mengikuti apel di halaman depan markas Polisi Istimewa, Jalan Coen Boelevard, Surabaya –kini Jalan Polisi Istimewa. Setelah pengibaran bendera Merah-Putih, Inspektur I Moehammad Jasin membacakan proklamasi:

“Oentoek bersatoe dengan rakjat dalam perdjoeangan mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945, dengan ini menjatakan Polisi sebagai Polisi Republik Indonesia.”

Usai membacakan proklamasi, Jasin meminta semua anggota polisi melakukan pawai siaga untuk menunjukkan kekuatan dan kesiapan tempur, menghadapi reaksi pihak Jepang. Menggunakan kendaraan lapis baja dan truk yang telah dipasangi bendera Merah-Putih, bergerak menuju Jalan Tunjungan, Surabaya.

Proklamasi itu diketik kemudian disebar dan ditempel di tepi jalan besar. Proklamasi itu mendorong bekas pasukan bersenjata Heiho dan Pembela Tanah Air (PETA) yang telah dibubarkan untuk mengambil-alih atau melucuti senjata Jepang.


PRI terlibat dalam upaya penyerangan dan perampasan senjata-senjata Jepang. Dalam penyerbuan ke gedungKempetai, yang merupakan benteng pertahanan Jepang, Jasin berunding dengan komandan Kempetai. BilaKempetai menyerah dia akan menjamin keselamatan mereka. Para pejuang pun mengambil senjata-senjata Jepang yang tersimpan di gudang-gudang persenjataan mereka. PRI juga menyerbu persenjataan Angkatan Laut Jepang di Embong Wungu, Gubeng, yang berakhir dengan penyerahan persenjataan yang ditandatangani Jasin, sebagai wakil dari Indonesia. Penyerahan senjata itu kemudian diikuti kesatuan militer Jepang lainnya. termasuk penyerahan senjata di gedung Don Bosco, Jalan Tidar, gudang arsenal tentara Jepang terbesar di Asia Tenggara, di mana Jasin dibantu oleh Bung Tomo. Kota Surabaya sepenuhnya berada di bawah pengawasan kekuatan perjuangan PRI.

Dengan senjata itu, Moehammad Jasin memimpin langsung pasukan PRI untuk menghadapi pasukan Inggris dan Belanda, yang mendarat di Tanjung Perak Surabaya, 25 Oktober 1945. PRI terlibat dalam Insiden Bendera di Hotel Yamato tanggal 19 September 1945 dan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Pasukan PRI menunjukkan kepemimpinan dan kepeloporannya, yang pantang mundur. Jasin mendorong pasukannya agar melancarkan serangan dan melindungi pasukan organisasi perjuangan lain yang bergerak mundur ke pinggiran kota. Dia menggunakan strategi perang gerilya.

“Pembela Tanah Air (PETA) yang diharapkan memberi dukungan pada perjuangan rakyat telah dilucuti senjatanya oleh tentara Jepang. Untung ketika itu M. Jasin tampil memimpin Pasukan Polisi Istimewa yang berbobot tempur militer untuk mendukung dan mempelopori perjuangan di Surabaya,” ujar Bung Tomo, pemimpin Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) yang juga salah satu pejuang terkemuka dalam peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.

Pada 14 November 1946, Perdana Menteri Sutan Sjahrir mengganti Polisi Istimewa menjadi Mobile Brigade (Mobrig) –kemudian disesuaikan namanya dengan tata bahasa Indonesia menjadi Brigade Mobil (Brimob), pada 1961. Tanggal itu ditetapkan sebagai hari jadi Korps Baret Biru, nama lain Brimob. Moehammad Jasin, kelahiran Bau-bau, Buton, Sulawesi Selatan tanggal 9 Juni 1920, berperan dalam pembentukannya, tugas yang diberikan Kapolri Jenderal Raden Said Soekanto Tjokrodimodjo. Saat itu dia menjabat Kepala Kepolisian di Karesidenan Malang. Tak salah jika Moehammad Jasin diangkat sebagai Bapak Brimob Kepolisian RI. Kesatuan ini sejak awal terlibat dalam menghadapi berbagai gejolak di tanah air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar