A. Sejarah Ringkas Lahirnya Daulah Bani Umayyah
Ketika Ali bin Abi Tholib dari Bani Hasyim Muawiyyah menolak mengakui kehalifahan Ali, dan ketika Ali tidak meghukum para pembunuh Utsman Muawiyah menyatakan diri sebagai penuntut balas darah Utsman dan sekaligus sebagai pewaris jabatannya, maka terjadilah persaingan antara Bani Umayyah dan Bani Hasyim, konfrontasi kontak senjata antar keduanya itu terjadi di Siffin diperbatasan antara Suriah dan Iraq. Ketika kemenangan hampir berada dipihak Ali Amr bin As tangan kanan Muawiyah untuk bernegoisasi dengan mengangkat al-Qur’an untuk berdamai, perdamain dilakukan dengan cara Tahkim, Amr bin As diangkat sebagai perantara dari fihak Muawiyah dan Abu Musa al-Asyari dari fihak Ali. Mereka bermufakat untuk menurunkan kepemimpinan mereka masaing-masing, akan tetetapi keputusan dari fihak muawiyah ternyata merugikan fihak Ali sehingga Ali menolaknya. Namun Ali sangat sibuk menenteramkan bagian-bagian wilayah yang mengakuinya sehingga tidak sempat memerangi Muawiyah. Sementara itu Muawiyah berhasil mengusir gubernur yang diangkat Ali dari Mesir yang kemudian mengirim pasukan untuk menyerbu Irak. Sebelum Ali bertindak untuk menghukum pembangkangan Muawiyah terhadap kepemimpinanya, salah satu lawan politiknya berhasi membunuh Ali dalam suatu tindakan menuntut balas.
Dengan meninggalnya khalifah Ali Bin Abi Thalib dari Khulafaur Rasyidin, maka bentuk pemerintahan Islam yang dirintis Nabi Muhammad SAW berubah dari system demokrasi menjadi monarkhi (kerajaan) yaitu Daulah Bani Umayyah. Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah Bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah.
Memang ada usaha dari putra ali hasan bin ali bin abi thalib untuk menggantikan ayahnya karena tidak rela melihat umat Islam saling membunuh untuk merebutkan kekuasaan, tiga bulan setelah dibaiat Hasan menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah dengan berapa syarat.
Muawiyah (memerintah 661-680) adalah orang yang bertangungjawab atas sistem suksesi kepemimpinan dari yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan dengan cara pemilihan kepada yang bersifat keturunan. Hal demikian ditentang oleh Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair yang kemudian meninggalkan madinah, pertentangan ini melahirkan perang saudara kedua. Dengan kemenangan Bani Umayyah.
B. Tokoh-tokoh Daulah Bani Umayyah
Suksesi kepemimpinan secara tutun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarkhi di Persia dan Byzantium.
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus.
Kehalifahan Bani Umayyah berhasil mengukuhkan kehalifahan di Damaskus dengan khalifah : Muawiyah I bin abu sofyan (661-680), Yazid I (680-683), Muawiyah II (683-684), marwan I bin al-Hakam (684-685), Abdul Malik (685-705), al-Walid II (705-715), Sulaiman (715-717), Umar Bin Abdul Aziz (717-720), Yazid II (720-724), Ibrahim (744) dan marwan II (744-750).
Pemindahan pusat pemerintahan didamaskus yang mulanya di madinah menandakan dimulainya era baru. Dari pusat inilah bani umayah mulai menyempurnakan penyempurnaan wilayahnya dengan penaklukan seluruh imperium persia dan sebagian imperium bizantium.
C. Kekuasaan dan Kebijakan Politik Ekonomi
Kebijakan politik muawiyah, selain upaya mengamana-pengamanan didalam negeri dari saingan politiknya serta pertentangan dari suku-suku arab adalah upaya-upaya perluasan kekuasaan/ekspansi.
Ketika awal muawiyah mengasai kehalifahan Islam telah tersebar dimesir, libia suriah, irak dan persia, menyebrang ke Armenia sampai kesekitar Afganistan, Ekspansi yang terhenti pada masa Khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali oleh Daulah Umayyah. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul, angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Byzantium, Konstatinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan oleh Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abdul Malik. Dia mengirim tentaranya menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menaklukan Balkan, Bukhara, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Adapun ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Walid bin Abdul Malik (705-715 M). Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, Benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan Maroko dengan Benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Ibukota Spanyol, Cordova, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibukota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordova.
Pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M), futûhât dilakukan hingga ke Prancis melalui Pegunungan Piranee. Futûhât ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia memulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar Kota Tours, al-Ghafiqi syahid, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Khilafah pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi di atas, wilayah kekuasaan Khilafah masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas; meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan Islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru, meskipun demikian Bani Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian kepada kebudayaan Arab. Kekuasaan dan kejayaan bani Umayyah mencapai puncaknya di zaman al-Walid sesudah itu kekuasaannya menurun.
D. Perkembangan Peradaban dan Kebudayaan
1. Kemajuan dalam Bidang Ilmu Hadits
Perkembangan hadits semakin pesat pada masa tabi’in dengan berkembangnya gerakan rihlah ilmiah, yaitu pengembaran ilmiyah yang dilakukan para muhaditsin dari satu kota kekota lain, mereka melakukan hal demikian untuk mendapatkan suatu hadits dari sahabat yang masih hidup dan tersebar diberbagai kota. Hal ini dilakukan untuk membuktikan keaslian suatu hadits. Usaha yang mereka lakukan ini menimbulkan suatu kajian hadits yang kemudian berkembang menjadi Ulumul Hadits.
Pada masa khlaifah umar bin Abdul Aziz mulailah dilakkukan upaya pembukuan hadits-hadits yang tersebar diberbagai tempat. Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pada para gubernurnya dan para ulama terkemuka untuk mengumpulkan dan membukukan hadits untuk disebarkan pada masyarakat Islam.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz memberikan kepercayaan kepada gubernur madinah Ibn Hazm untuk menghimpun dan membukukan hadits-hadits yang ada padanya dan yang ada pada sahabat lainnya di kota madinah. Usaha pengumpulan hadits terus dilalkukan sampai akhir kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (120 H). Diantra para ulama yang berjuang mengumpulkan dan membukukan hadits adalah Ibnu Juraij (di Makkah), Muhammad bin Ishak (di Madinah), Said bin Urwah (di basarah), sufyan as-Sauri (di kufah) dan Awza’il (di Syiria).
Tafsir dianggap sebagai bagian dari hadits atau dianggap sebagai bagian dari cabang-cabang hadits ketika hadits pada masa awal Islam menjadi perhatian. Sehingga pada masa itu hadits dianggap sebagai tafsir dari ayat-ayat al-Quran, tidak tersusun berdasarkan tertib surat dan ayat.
Diantara ahli tafsir terkenal adalah Abdullah Bin Abbas dan Ibnu Juraij yangtelah menghimpun apa yang telah diterima sehingga tafsirnya merupakan tafsir yang sangat detail. Muqatil bin Sulaiman dimana tafsirnya banyak yang bersumber dari Taurat, sehingga Imam ibnu Hanifah menudingnya sebagi pendusta.
3. Kemajuan dalam Bidang Ilmu Fiqih
Pada perkembangannya fiqih dizaman pemerintahan Bani Umayyah merupakan ilmu prektis yang digali dari dalil yang sudah terperinci, para ahli diantanya: ibnu juraih (makkah) malik bin annas (madinah), yang menulis kitab al-Muattha Hammad bin salmah, Sufyan as-Sauri (kufah) ibnu ishaq, setelah itu muncul pula penulis hasyim lais serta ibnu luhai’ah dll. Pada masa ini dapat dikatakan bahwa pemikiran ilmu fiqih yang terjadi hanya merupakan pemikiran-pemikiran para ilmu fiqh yang belum mapan dan belum dibukukan.
4. Kamjuan dalam Bidang Ilmu Tasawuf
Para ahli sejarah tasawuf menilai bahwa munculnya gerakan tasawuf pada masa Daulah Bani Umayyahtidak terlepas dari kondisi kehidupan masyarakat, terutama dikalangan istana Bani Umayyah, yang oleh sebagian mereka me-nyimpang jauh dari kehidupan yang diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat yang selalu hidup sederhana. Ada juga yang memandang Bani Umayyah sebagai penguasa yang lalim, sehingga mereka (para sufi) tidak mau melakukan sumpah setia (bai’at) kepada Abdul Malik bin marwan ketika naik tahta kerajaan.
1. Arsitektur
Seni bangunan (arsitektur) pada masa umayyah bertumpu pada bangunan sipil berupa kota-kota dan bangunan agama berupa masjid-masjid. Beberapa kota baru atau perbaikan kota lama dibangun dalam zaman umayyah yang diiring dengan pembangunan berbagai gedung dengan gaya padua Persia, romawi dan arab yang dijiwai semangat Islam.
Pada masa walid dibangun masjid agung yang terkenal dengan nama masjid Damaskus atas kereasi Abu Ubaidillah Ibn Jarrah. Ini berukuran 300x200 m2 dan memiliki 68 pilar dilengkapi dinding-dinding berukir yang indah.
Salah saatu kota baru yang dibangun pada zaman ini adalah kota Kairawan yang didirikan oleh uqbah bin naïf ketika beliau menjadi gubernur. Sabagai mana kota-kota lain Kairawan dibangun dengan gaya arsitektur islam dilengkapi dengan berbagai gedung, masjid, taman rekreasi, pangkalan militer dan sebagainya, kemudian kota ini menjadi kota internasional karena didalam nya terdapat bangsa arab, Barbar, Persia, Romawi, Qibti dll.
2. Perdagangan
Setelah daulah Bani Ummaiyah menguasai wilayah yang cukup luas lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak. Jalur darat melalui jalur sutra ke tingkok guna memperlancar perdagangan sutera, keramik, ubat-obatan dan wewangian.
Adapun lalu-lintas dilautan kearah negeri-negeri kearah timur untuk mencari rempah-rempah, bumbu, ambary, kasturi, permata, logam mulia, gading dan bulu-buluan. Dari kedua kota pelabuhan itu iring-iring kafilah dagang hamper tidak putus menuju syam dan mesir. Kemudian dari syam dan mesir kapal-kapal dagang dibawah lindungan armada islam mengankatnya lagi ke kota-kota dagang di laut tengah.
3. Militer
Pada masa umayah organisasi milliter terdiri dari angkatan laut, darat dan angkatan kepolisian. Berbeda dengan usman bala tentara pada masa ini tidak muncul atas dasar kesadaran untuk berjuang tetapi semacam dipaksakan. Pada masa abd al malik ibn marwan diberlakukan undang-undang wajib militer, pada waktu itu aktifitas bala tentara diperlengkapi dengan kuda, baju besi, pedang dan panah.
4. Kerajinan
Pada masa khalifah Abdul Malik mulai dirintis pembuatan tiras, yakni cap resmi yang dipakai pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintah. Format tiraz yang mula-mula terjemah dari rumus-rumus Kristen kemudian oleh Abdul Aziz (gubernur mesir) dibanti dengan rumus islam “lailaha illahah”. Guna memperlancar produktifitas maka khalifah mendirikan pabrik-pabrik kain.
Dibidang seni lukis semenjak khalifah muawiyah sudah mendapat perhatian, senilukis tersebut selain terdapat di bangunan masjid-masjid juga tumbuh diluar masjid.
E. Faktor kejatuhan Daulah Bani Umayyah
Daulah bani Umayyah mengalami masa kemunduran ditandai dengan melemahnya sistem politik karena banyaknya persoaalan-persoaalan yang dihadapi penguasa. Diantaranya adalah masalah politik, ekonomi dan sebagainya.
Setelah Hisyam bin Abdul Malik para khalifah bani Umayyah tidak lagi bisa diandalkan untuk mengendalikan pemerintahan dan keamanan dengan baik, selain itu tidak dapat mengatasi pemberontakan-pemberontakan dari dalam negeri. Bahkan tidak mampu lagi mempertahankan keutuhan dan persatuan dikalangan keluarga bani Umayyah, sehingga sering terjadi pertikayan didalam rumah tangga istana. Salah satu penyebabnya adalah perebutan kekuasaan siapa yang akan menggantikan khalifah dan seterusnya.
Gerakan oposisi yang pertama-tama dinamakan dinamakan hasyimiah dan kemudian Abbasiah secara berturut dipimpin Muhammad bin ali kemudian kedua putranya, ibrahim dan abu abbas, gerakn ini mendapat dukungan dari orang-orang khurasan yang merupakan basis dari partai Ali. Dibawah pemimpin panglimanya yang tangkas abu muslim al kurasani gerakan ini dapat menguasai wilayah demi wilayah kekuasaan bani Umayyah.
Khalifah terakhir Bani Umayyah dapat dikalahkan pada pertempuran Zeb Hulu, sebuah anak sunagi tigris, sementara pasukan Abassiyah membunuh semua anggota keluarga bani umayyah yang berhasil merek atawan, ketika mereka mencapai mesir dari kesatuan pendukung Abbasiyah berhasil menemukan dan membunuh marwan II. Maka berakhirlah kekuasaan bani Umayyah
F. Sebab-sebab Kemunduran Daulah Umayyah
Keruntuhan Bani Umayyah ditandai dengan kekalahan Marwan Bin Muhammad dalam pertempuran Zeb Hulu melawan pasukan Abu Muslim al-Kurasani pada tahun 748 M. pada peristiwa itu terjadi pembersihan etnis terhadap anggota keluarga Bani Umayyah.
Sebab-sebab keruntuhannya sebagai berikut :
Ketika Ali bin Abi Tholib dari Bani Hasyim Muawiyyah menolak mengakui kehalifahan Ali, dan ketika Ali tidak meghukum para pembunuh Utsman Muawiyah menyatakan diri sebagai penuntut balas darah Utsman dan sekaligus sebagai pewaris jabatannya, maka terjadilah persaingan antara Bani Umayyah dan Bani Hasyim, konfrontasi kontak senjata antar keduanya itu terjadi di Siffin diperbatasan antara Suriah dan Iraq. Ketika kemenangan hampir berada dipihak Ali Amr bin As tangan kanan Muawiyah untuk bernegoisasi dengan mengangkat al-Qur’an untuk berdamai, perdamain dilakukan dengan cara Tahkim, Amr bin As diangkat sebagai perantara dari fihak Muawiyah dan Abu Musa al-Asyari dari fihak Ali. Mereka bermufakat untuk menurunkan kepemimpinan mereka masaing-masing, akan tetetapi keputusan dari fihak muawiyah ternyata merugikan fihak Ali sehingga Ali menolaknya. Namun Ali sangat sibuk menenteramkan bagian-bagian wilayah yang mengakuinya sehingga tidak sempat memerangi Muawiyah. Sementara itu Muawiyah berhasil mengusir gubernur yang diangkat Ali dari Mesir yang kemudian mengirim pasukan untuk menyerbu Irak. Sebelum Ali bertindak untuk menghukum pembangkangan Muawiyah terhadap kepemimpinanya, salah satu lawan politiknya berhasi membunuh Ali dalam suatu tindakan menuntut balas.
Dengan meninggalnya khalifah Ali Bin Abi Thalib dari Khulafaur Rasyidin, maka bentuk pemerintahan Islam yang dirintis Nabi Muhammad SAW berubah dari system demokrasi menjadi monarkhi (kerajaan) yaitu Daulah Bani Umayyah. Daulah Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah Bin Abi Sufyan bin Harb bin Umayyah.
Memang ada usaha dari putra ali hasan bin ali bin abi thalib untuk menggantikan ayahnya karena tidak rela melihat umat Islam saling membunuh untuk merebutkan kekuasaan, tiga bulan setelah dibaiat Hasan menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah dengan berapa syarat.
Muawiyah (memerintah 661-680) adalah orang yang bertangungjawab atas sistem suksesi kepemimpinan dari yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan dengan cara pemilihan kepada yang bersifat keturunan. Hal demikian ditentang oleh Husein bin Ali dan Abdullah bin Zubair yang kemudian meninggalkan madinah, pertentangan ini melahirkan perang saudara kedua. Dengan kemenangan Bani Umayyah.
B. Tokoh-tokoh Daulah Bani Umayyah
Suksesi kepemimpinan secara tutun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarkhi di Persia dan Byzantium.
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus.
Kehalifahan Bani Umayyah berhasil mengukuhkan kehalifahan di Damaskus dengan khalifah : Muawiyah I bin abu sofyan (661-680), Yazid I (680-683), Muawiyah II (683-684), marwan I bin al-Hakam (684-685), Abdul Malik (685-705), al-Walid II (705-715), Sulaiman (715-717), Umar Bin Abdul Aziz (717-720), Yazid II (720-724), Ibrahim (744) dan marwan II (744-750).
Pemindahan pusat pemerintahan didamaskus yang mulanya di madinah menandakan dimulainya era baru. Dari pusat inilah bani umayah mulai menyempurnakan penyempurnaan wilayahnya dengan penaklukan seluruh imperium persia dan sebagian imperium bizantium.
C. Kekuasaan dan Kebijakan Politik Ekonomi
Kebijakan politik muawiyah, selain upaya mengamana-pengamanan didalam negeri dari saingan politiknya serta pertentangan dari suku-suku arab adalah upaya-upaya perluasan kekuasaan/ekspansi.
Ketika awal muawiyah mengasai kehalifahan Islam telah tersebar dimesir, libia suriah, irak dan persia, menyebrang ke Armenia sampai kesekitar Afganistan, Ekspansi yang terhenti pada masa Khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali oleh Daulah Umayyah. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukan. Di sebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afganistan sampai ke Kabul, angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Byzantium, Konstatinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan oleh Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abdul Malik. Dia mengirim tentaranya menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menaklukan Balkan, Bukhara, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.
Adapun ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Walid bin Abdul Malik (705-715 M). Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, Benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan Maroko dengan Benua Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Ibukota Spanyol, Cordova, dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang dijadikan ibukota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Cordova.
Pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M), futûhât dilakukan hingga ke Prancis melalui Pegunungan Piranee. Futûhât ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ia memulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar Kota Tours, al-Ghafiqi syahid, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Khilafah pada zaman Bani Umayyah ini.
Dengan keberhasilan ekspansi di atas, wilayah kekuasaan Khilafah masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas; meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan Islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban islam yang baru, meskipun demikian Bani Umayyah lebih banyak memusatkan perhatian kepada kebudayaan Arab. Kekuasaan dan kejayaan bani Umayyah mencapai puncaknya di zaman al-Walid sesudah itu kekuasaannya menurun.
D. Perkembangan Peradaban dan Kebudayaan
1. Kemajuan dalam Bidang Ilmu Hadits
Perkembangan hadits semakin pesat pada masa tabi’in dengan berkembangnya gerakan rihlah ilmiah, yaitu pengembaran ilmiyah yang dilakukan para muhaditsin dari satu kota kekota lain, mereka melakukan hal demikian untuk mendapatkan suatu hadits dari sahabat yang masih hidup dan tersebar diberbagai kota. Hal ini dilakukan untuk membuktikan keaslian suatu hadits. Usaha yang mereka lakukan ini menimbulkan suatu kajian hadits yang kemudian berkembang menjadi Ulumul Hadits.
Pada masa khlaifah umar bin Abdul Aziz mulailah dilakkukan upaya pembukuan hadits-hadits yang tersebar diberbagai tempat. Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan pada para gubernurnya dan para ulama terkemuka untuk mengumpulkan dan membukukan hadits untuk disebarkan pada masyarakat Islam.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz memberikan kepercayaan kepada gubernur madinah Ibn Hazm untuk menghimpun dan membukukan hadits-hadits yang ada padanya dan yang ada pada sahabat lainnya di kota madinah. Usaha pengumpulan hadits terus dilalkukan sampai akhir kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (120 H). Diantra para ulama yang berjuang mengumpulkan dan membukukan hadits adalah Ibnu Juraij (di Makkah), Muhammad bin Ishak (di Madinah), Said bin Urwah (di basarah), sufyan as-Sauri (di kufah) dan Awza’il (di Syiria).
Ulama hadis dan karyanya pada masa Daulah Umayyah adalah :
1. Imam Bukhari karyanya adalah Shahih Bukhari
2. Imam Muslim karyanya adalah Shahih Muslim
3. Imam Nasa’i karyanya adalah Sunan An-Nasa’i
4. Imam Abu Daud karyanya adalah Sunan Abi Daud
5. Imam Turmudzi karyanya adalah Sunan Turmuzi
6. Imam Ibnu Majah karyanya adalah Sunan Ibnuu Majah
2. Kemajuan dalam Bidang Ilmu Tafsir
1. Imam Bukhari karyanya adalah Shahih Bukhari
2. Imam Muslim karyanya adalah Shahih Muslim
3. Imam Nasa’i karyanya adalah Sunan An-Nasa’i
4. Imam Abu Daud karyanya adalah Sunan Abi Daud
5. Imam Turmudzi karyanya adalah Sunan Turmuzi
6. Imam Ibnu Majah karyanya adalah Sunan Ibnuu Majah
2. Kemajuan dalam Bidang Ilmu Tafsir
Tafsir dianggap sebagai bagian dari hadits atau dianggap sebagai bagian dari cabang-cabang hadits ketika hadits pada masa awal Islam menjadi perhatian. Sehingga pada masa itu hadits dianggap sebagai tafsir dari ayat-ayat al-Quran, tidak tersusun berdasarkan tertib surat dan ayat.
Diantara ahli tafsir terkenal adalah Abdullah Bin Abbas dan Ibnu Juraij yangtelah menghimpun apa yang telah diterima sehingga tafsirnya merupakan tafsir yang sangat detail. Muqatil bin Sulaiman dimana tafsirnya banyak yang bersumber dari Taurat, sehingga Imam ibnu Hanifah menudingnya sebagi pendusta.
3. Kemajuan dalam Bidang Ilmu Fiqih
Pada perkembangannya fiqih dizaman pemerintahan Bani Umayyah merupakan ilmu prektis yang digali dari dalil yang sudah terperinci, para ahli diantanya: ibnu juraih (makkah) malik bin annas (madinah), yang menulis kitab al-Muattha Hammad bin salmah, Sufyan as-Sauri (kufah) ibnu ishaq, setelah itu muncul pula penulis hasyim lais serta ibnu luhai’ah dll. Pada masa ini dapat dikatakan bahwa pemikiran ilmu fiqih yang terjadi hanya merupakan pemikiran-pemikiran para ilmu fiqh yang belum mapan dan belum dibukukan.
4. Kamjuan dalam Bidang Ilmu Tasawuf
Para ahli sejarah tasawuf menilai bahwa munculnya gerakan tasawuf pada masa Daulah Bani Umayyahtidak terlepas dari kondisi kehidupan masyarakat, terutama dikalangan istana Bani Umayyah, yang oleh sebagian mereka me-nyimpang jauh dari kehidupan yang diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat yang selalu hidup sederhana. Ada juga yang memandang Bani Umayyah sebagai penguasa yang lalim, sehingga mereka (para sufi) tidak mau melakukan sumpah setia (bai’at) kepada Abdul Malik bin marwan ketika naik tahta kerajaan.
1. Arsitektur
Seni bangunan (arsitektur) pada masa umayyah bertumpu pada bangunan sipil berupa kota-kota dan bangunan agama berupa masjid-masjid. Beberapa kota baru atau perbaikan kota lama dibangun dalam zaman umayyah yang diiring dengan pembangunan berbagai gedung dengan gaya padua Persia, romawi dan arab yang dijiwai semangat Islam.
Pada masa walid dibangun masjid agung yang terkenal dengan nama masjid Damaskus atas kereasi Abu Ubaidillah Ibn Jarrah. Ini berukuran 300x200 m2 dan memiliki 68 pilar dilengkapi dinding-dinding berukir yang indah.
Salah saatu kota baru yang dibangun pada zaman ini adalah kota Kairawan yang didirikan oleh uqbah bin naïf ketika beliau menjadi gubernur. Sabagai mana kota-kota lain Kairawan dibangun dengan gaya arsitektur islam dilengkapi dengan berbagai gedung, masjid, taman rekreasi, pangkalan militer dan sebagainya, kemudian kota ini menjadi kota internasional karena didalam nya terdapat bangsa arab, Barbar, Persia, Romawi, Qibti dll.
2. Perdagangan
Setelah daulah Bani Ummaiyah menguasai wilayah yang cukup luas lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak. Jalur darat melalui jalur sutra ke tingkok guna memperlancar perdagangan sutera, keramik, ubat-obatan dan wewangian.
Adapun lalu-lintas dilautan kearah negeri-negeri kearah timur untuk mencari rempah-rempah, bumbu, ambary, kasturi, permata, logam mulia, gading dan bulu-buluan. Dari kedua kota pelabuhan itu iring-iring kafilah dagang hamper tidak putus menuju syam dan mesir. Kemudian dari syam dan mesir kapal-kapal dagang dibawah lindungan armada islam mengankatnya lagi ke kota-kota dagang di laut tengah.
3. Militer
Pada masa umayah organisasi milliter terdiri dari angkatan laut, darat dan angkatan kepolisian. Berbeda dengan usman bala tentara pada masa ini tidak muncul atas dasar kesadaran untuk berjuang tetapi semacam dipaksakan. Pada masa abd al malik ibn marwan diberlakukan undang-undang wajib militer, pada waktu itu aktifitas bala tentara diperlengkapi dengan kuda, baju besi, pedang dan panah.
4. Kerajinan
Pada masa khalifah Abdul Malik mulai dirintis pembuatan tiras, yakni cap resmi yang dipakai pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintah. Format tiraz yang mula-mula terjemah dari rumus-rumus Kristen kemudian oleh Abdul Aziz (gubernur mesir) dibanti dengan rumus islam “lailaha illahah”. Guna memperlancar produktifitas maka khalifah mendirikan pabrik-pabrik kain.
Dibidang seni lukis semenjak khalifah muawiyah sudah mendapat perhatian, senilukis tersebut selain terdapat di bangunan masjid-masjid juga tumbuh diluar masjid.
E. Faktor kejatuhan Daulah Bani Umayyah
Daulah bani Umayyah mengalami masa kemunduran ditandai dengan melemahnya sistem politik karena banyaknya persoaalan-persoaalan yang dihadapi penguasa. Diantaranya adalah masalah politik, ekonomi dan sebagainya.
Setelah Hisyam bin Abdul Malik para khalifah bani Umayyah tidak lagi bisa diandalkan untuk mengendalikan pemerintahan dan keamanan dengan baik, selain itu tidak dapat mengatasi pemberontakan-pemberontakan dari dalam negeri. Bahkan tidak mampu lagi mempertahankan keutuhan dan persatuan dikalangan keluarga bani Umayyah, sehingga sering terjadi pertikayan didalam rumah tangga istana. Salah satu penyebabnya adalah perebutan kekuasaan siapa yang akan menggantikan khalifah dan seterusnya.
Gerakan oposisi yang pertama-tama dinamakan dinamakan hasyimiah dan kemudian Abbasiah secara berturut dipimpin Muhammad bin ali kemudian kedua putranya, ibrahim dan abu abbas, gerakn ini mendapat dukungan dari orang-orang khurasan yang merupakan basis dari partai Ali. Dibawah pemimpin panglimanya yang tangkas abu muslim al kurasani gerakan ini dapat menguasai wilayah demi wilayah kekuasaan bani Umayyah.
Khalifah terakhir Bani Umayyah dapat dikalahkan pada pertempuran Zeb Hulu, sebuah anak sunagi tigris, sementara pasukan Abassiyah membunuh semua anggota keluarga bani umayyah yang berhasil merek atawan, ketika mereka mencapai mesir dari kesatuan pendukung Abbasiyah berhasil menemukan dan membunuh marwan II. Maka berakhirlah kekuasaan bani Umayyah
F. Sebab-sebab Kemunduran Daulah Umayyah
- Khalifah memiliki kekuasaan yang absolut, tidak mengenal kompromi.
- Gaya hidup mewah para khalifah, kebiasaan perta dan berfoya-foya dikalangan istana yang menyebabkan rendahnya moralitas.
- Tidak adanya ketentuan yang tegas mengenai sistem pengangkatan Khalid, yang menyebabkan perebutan kekuasaan diantara para calon Khalifah.
- Pada masa abad ke-3 dan ke-4 H, usaha pembukuan hadist mengalami kemajuan dan kejayaan, karena umumnya buku-buku tersebut menjadi bahan rujukan hadits bagi yang ingin dan belajar ilmu hadits.
- Banyaknya gerakan-gerakan pemberontakan selama masa pertengahan sapai dengan akir pemerintahan Bani Umayyah.
- Pertentangan antara arab utara dan arab selatan semakin meruncing, sehingga pemerintahan Bani Umayyah kesulitan mempertahankan keutuhan negaranya.
- Banyaknya tokoh agama yang kecewa dengan kebijakan para penguasa Bani Umayyah, karena tidak didasari oleh syariat Islam.
Keruntuhan Bani Umayyah ditandai dengan kekalahan Marwan Bin Muhammad dalam pertempuran Zeb Hulu melawan pasukan Abu Muslim al-Kurasani pada tahun 748 M. pada peristiwa itu terjadi pembersihan etnis terhadap anggota keluarga Bani Umayyah.
Sebab-sebab keruntuhannya sebagai berikut :
- Terjadinya persaingan kekuasaan didalam anggota keluarga kerajaan
- Tidak ada pemimpin politik dan militer yang handal yang mampu mengendalikan kekuasaan dan menjaga keutuhan negara
- Munculnya berbagai gerakan perlawanan yang menentang kekuasaan Bani Umayyah, antara lain gerakan kelompok Syi’ahSerangan pasukan Abu Mulim al-Khurasani dan pasukan Abdul Abbas kepusat- pusat pemerintahan dan mengahancurkannya. Reff
Tidak ada komentar:
Posting Komentar