aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Minggu, 22 September 2013

At-Tawaazun, Keseimbangan Hakiki


Hukum dan Keadilan (ilustrasi) (Allah) yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?'' (QS. 67:3)

Pakar Tafsir Al-Qur’an terkemuka, Prof Dr M Quraish Shihab dalam bukuMembumikan Al-Qur’an (Jilid 2 hal. 34), menyebutkan beberapa karakteristik ajaran Islam antara lain al-wasathiyah (moderasi), yakni pertengahan dalam tuntunannya baik tentang Tuhan maupun dunia, alam dan manusia. 

Islam memandang hidup dunia dan akhirat saling melengkapi. Tidak boleh tenggelam dalam materialisme dan juga terlena dalam spritualisme. 

Meraih materi duniawi tetapi dengan nilai-nilai samawi. Oleh karena itulah, umat Islam dijadikan umat pertengahan (ummatan wasathan) (QS.2:143).

Semakna dengan al-wasathiyah adalah at-tawaazun (equilibrium) yakni keseimbangan dan al-’adlu (keadilan).  Pertengahan menunjukkan kesemibangan sekaligus keadilan. 

Nabi Saw bersabda : ”al-wasthu al-’adlu, ja’alnakum ummatan wasathan”. Artinya ; ”Tengah-tengah itu adalah adil. Kami jadikan kamu satu umat yang tengah-tengah (terbaik)”. (HR. Tirmidzi dan Ahmad). 

At-Tawaazun atau al-Mizan adalah prinsip keseimbangan ajaran Islam.  Alam semesta dan manusia  diciptakan dengan hukum keseimbangan (QS.67:3-4). (QS. 55:7-9).  

Allah SWT  telah menurunkan petunjuk baik dalam ayat Qouliyah (al-Qur’an) maupun ayat Kauniyah (alam semesta) yang memuat hukum keseimbangan (al-mizan). 

Oleh karena itu, jika manusia ingin hidup tenang, mesti tunduk pada hukum keseimbangan.  Mengapa hidup kita seringkali susah, dikejar-kejar hutang, sakit-sakitan dan konflik keluarga ? Boleh jadi, karena belum mampu menjaga keseimbangan. 

Paling tidak, ada tiga hal yang harus diseimbangkan yaitu : 
Pertama ; Keinginan (Want). Dalam bahasa agama disebut dengan al-hawa an-nafs(hawa nafsu) yakni keinginin diri sendiri. 

Imam al-Gazali pernah berpesan yang paling besar di dunia ini adalah hawa nafsu. Keinginan manusia itu tidak terbatas seperti minum air laut, akan bertambah haus. Hawa nafsu selalu menggiring kepada keburukan kecuali yang dirahmati Allah (QS.53:12,75:2,89:27). 

Jika manusia mengikuti nafsu, ia mempertuhankan diri sendiri (QS.45:23) dan melakukan apa saja bahkan lebih bejat dari binatang (QS. 25:44, 7:179).  

Keinginan pula yang membuat kita susah. Dapat yang satu ingin yang lain. Begitu pun konsumsi,  apa saja dimakan dan berlebihan (tabzir),  padahal menzalimi diri sendiri (6:119,17:26-27,38:26). 
Tidak satu pun pekerjaan yang dilandasi hawa nafsu yang menghasilkan kebaikan (kualitas), tapi akan berakhir dengan kegagalan. 

Kedua ; Kebutuhan (Need). Dalam istilah agama disebut al-haajah. Islam tak hendak membunuh hawa nafsu, tapi mengendalikannya. Tak ada kehidupan jika tidak ada keinginan terhadap seks, harta, wanita, jabatan dan lain-lain (QS. 3:14). 

Salah satu yang bisa menyeimbangkan keinginan adalah kebutuhan. Apakah kita butuh terhadap yang kita inginkan ? Kebutuhan lebih kecil dari keinginan. Lihatlah mobil, motor, baju, sepatu, asesoris rumah, apakah dibutuhkan atau diinginkan ?  

Keinginan meraih sesuatu telah melalaikan kita pada hak badan, keluarga, tetangga dan masyarakat. Tubuh berhak akan istirahat dan gizi, istri dan anak (HR. Bukhari).
Dalam ibadah saja pun, Nabi SAW melarang berlebihan. Beliau puasa terus berbuka, tahajjud lalu tidur dan menikah (HR. Muttafaq ’alaih). Malam untuk istirahat dan siang bekerja (25:47,78:10-11). Jika keinginan tidak seimbang dengan kebutuhan, akan terjadi disharmoni individual, sosial dan spritual.   

Ketiga ; Kemampuan (Ability). Dalam bahasa agama disebut denganistitha’ah.  Jika keinginan (gas) bisa diseimbangkan dengan kebutuhan (rem), maka laju dan irama akan terkontrol. 

Tapi, kebutuhan pun  subjektif. Ibarat  gas ditancap tapi rem diinjak, bisa blong ata aus. Oleh karena itu, keinginan belum bisa diimbangi dengan kebutuhan saja, tapi juga harus dengan kemampuan (mesin).  

Mesin kenderaan akan rusak jika over capacity. Agama Islam tidak memberatkan umatnya (’adamul haraji) dan tidak menghendaki kesukaran dalam menjalankannya (QS.22:78). Allah SWT. pun tak memaksa kita melakukan ibadah melampaui kemampuan (QS.2:286,23:62). 

Begitu pun memberi nafkah kepada keluarga  (QS.2:233, 65:7), memberi mahar (QS.2;236),  shalat dalam perjalanan diberi rukhsah (keringanan), jika tidak bisa berdiri, duduk atau terbaring, (QS.3:191). Puasa jika tidak mampu boleh berbuka atau bayar fidyah (QS.2:184). Menunaikan haji jika mampu (QS.3:97.

Ketika Kita ingin dan butuh sesuatu serta mampu, apakah boleh melakukannya ? Agama memberikan pedoman hidup agar merujuk kepada 3 (tiga) nilai dasar keislaman, yakni kebenaran (ilmu), kebaikan (etika) dan keindahan (estetika). 

Bertanyalah, apakah hal itu benar, baik dan indah menurut pandangan agama dan kearifan ? At-tawaazun adalah keseimbangan hidup dengan pribadi, sosial, lingkungan alam semesta dan Allah SWT. Ia ada di pertengahan. 

Pesan Nabi SAW. : ”khairul umuri awsathuha” (sebaik-baik urusan adalah pertengahan). Sikap dermawan itu di tengah kikir dan boros. Keberanian di tengah nekat dan pengecut.  Allahu a’lam bish-shawab. 
Source

1 komentar: