Semua manusia yang hidup di dunia ini pasti tidak akan menginginkan hidup dalam kerugian. Seorang pedagang akan selalu bekerja dengan sungguh-sungguh agar niaganya laris dan dia mendapat banyak keuntungan. Seorang pelajar akan serius belajar agar dia berhasil dalam belajarnya dan tidak termasuk orang yang merugi.
Di zaman yang semakin maju dengan berbagai kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ini. Hampir semua manusia mengartikan kerugian adalah mereka yang rugi secara materi. Seseorang yang kehilangan harta benda dikatakan merugi. Seseorang yang tertipu dalam sebuah bisnis disebut merugi. Seorang yang hidupnya terpenjara disebut juga sebagai orang yang rugi. Maka dapat disimpulkan, patokan sebuah kerugian adalah ketika seseorang rugi secara materi semata. Padahal seebenarnya Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah telah menjelaskan arti dari kerugian yang sebenarnya.
Di dalam Surat Al ‘Asr Allah subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan bahwa pada dasarnya semua manusia yang hidup di dunia ini dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan serta saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran. Inilah salah satu kerugian pertama yang dijelaskan di dalam Al qur’an yaitu merugi waktu atau zaman.
Berapa banyak orang yang hidup bertahun-tahun lamanya namun sedikit sekali beramal untuk kepentingan Akhirat. Berapa banyak manusia yang membiarkan dirinya terus menerus berada dalam dunia kemalasan tanpa berusaha untuk keluar darinya. Berapa banyak orang yang melihat sebuah kemungkaran terjadi di depan mata, tapi tidak mengingkarinya dengan tangan, lisan, dan hatinya. Bahkan tidak sedikit dari manusia justru mengikuti kemungkaran itu. Mereka inilah orang-orang yang membuang waktunya berjalan tanpa memberikan manfaat baik untuk diri atau orang lain. Mereka adalah orang yang telah memberikan kerugian pada diri mereka sendiri.
Kemudian kerugian yang kedua adalah merugi kekuatan. Apabila kita berbicara tentang kekuatan maka akan kita dapati bahwa kekuatan itu ada di dalam jiwa para pemuda. Kekuatan seorang pemuda untuk beramal atau bekerja tentu berbeda dengan orang yang sudah dimakan usia. Semangat seorang pemuda adalah semangat yang tidak mudah untuk dipadamkan walau dengan berbagai cara. Untuk itulah kenapa Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam memerintahkan kepada umatnya dalam sebuah hadsit untuk benar-benar memperhatikan masa muda sebelum datang masa tua.
“Dari Ibnu Abbas dia berkata: telah bersabda Rasululloh, seraya menasehati seseorang: Jagalah olehmu lima perkara sebelum datang lima perkara yang lainnya, jaga masa mudamu sebelum tuamu, jaga masa sehatmu sebelum datang waktu sakit, jaga masa kayamu sebelum jatuh miskin, jaga masa lapangmu sebelum sempit, dan jaga masa hidupmu sebelum datang kematian”.
Akan tetapi, sebuah realita yang menyedihkan dalam masyarakat kita adalah orang-orang yang berkeyakinan bahwa masa muda adalah masa foya-foya. Mereka menghabiskan waktu untuk selalu bermain, bersenda gurau berlebihan, dan pesta-pesta tanpa pernah untuk memikirkan kehidupan akhirat. Mereka tidak menyadari bahwa seharusnya kekuatan yang ada pada diri mereka digunakan untuk hal-hal yang bersifat positif dan diridhoi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Di dalam hadist yang lain Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam memberikan kabar gembira dengan naungan Allah pada hari akhir kepada pemuda yang tumbuh besar dengan beribadah kepada Allah.
Ada tujuh golongan orang yang akan dinaungi Allah yang pada hari itu tidak ada naungan kecuali dari Allah: pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah... (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun, sebuah realita yang kita temui saat ini adalah sedikitnya jumlah pemuda yang hadir mengikuti jama’ah subuh di masjid –kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah-. Masjid masih saja di dominasi oleh orang-orang yang tidak lagi berusia muda atau bisa jadi hanya ada kakek-kakek yang lanjut usia. Sebuah pertanyaan yang perlu ditanyakan kepada para pemuda adalah, apakah mereka bisa menjamin kematian itu datang hanya kepada yang lanjut usia ? Sedangkan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan setiap umat mempunyai ajal. Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau mempercepat sesaat pun.” (Qs. Al-A’raf: 34)
Sudah saatnya bagi seorang muslim untuk menghindarkan dirinya dari kerugian yang akan mendatangkan penyesalan apabila terus-menerus berkubang di dalamnya. Sedangkan Allah tidak akan merubah seseorang kecuali dia berusaha untuk merubah dirinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubah apa-apa yang ada pada diri mereka.” (Qs. Ar-ra’d: 11)
Semoga Allah ta’ala memberikan kepada kita kebaikan di dunia dan Akhirat, serta menjauhkan kita dari api Neraka.
Di zaman yang semakin maju dengan berbagai kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan ini. Hampir semua manusia mengartikan kerugian adalah mereka yang rugi secara materi. Seseorang yang kehilangan harta benda dikatakan merugi. Seseorang yang tertipu dalam sebuah bisnis disebut merugi. Seorang yang hidupnya terpenjara disebut juga sebagai orang yang rugi. Maka dapat disimpulkan, patokan sebuah kerugian adalah ketika seseorang rugi secara materi semata. Padahal seebenarnya Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rasulullah telah menjelaskan arti dari kerugian yang sebenarnya.
Di dalam Surat Al ‘Asr Allah subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan bahwa pada dasarnya semua manusia yang hidup di dunia ini dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan serta saling menasehati dalam kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran. Inilah salah satu kerugian pertama yang dijelaskan di dalam Al qur’an yaitu merugi waktu atau zaman.
Berapa banyak orang yang hidup bertahun-tahun lamanya namun sedikit sekali beramal untuk kepentingan Akhirat. Berapa banyak manusia yang membiarkan dirinya terus menerus berada dalam dunia kemalasan tanpa berusaha untuk keluar darinya. Berapa banyak orang yang melihat sebuah kemungkaran terjadi di depan mata, tapi tidak mengingkarinya dengan tangan, lisan, dan hatinya. Bahkan tidak sedikit dari manusia justru mengikuti kemungkaran itu. Mereka inilah orang-orang yang membuang waktunya berjalan tanpa memberikan manfaat baik untuk diri atau orang lain. Mereka adalah orang yang telah memberikan kerugian pada diri mereka sendiri.
Kemudian kerugian yang kedua adalah merugi kekuatan. Apabila kita berbicara tentang kekuatan maka akan kita dapati bahwa kekuatan itu ada di dalam jiwa para pemuda. Kekuatan seorang pemuda untuk beramal atau bekerja tentu berbeda dengan orang yang sudah dimakan usia. Semangat seorang pemuda adalah semangat yang tidak mudah untuk dipadamkan walau dengan berbagai cara. Untuk itulah kenapa Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam memerintahkan kepada umatnya dalam sebuah hadsit untuk benar-benar memperhatikan masa muda sebelum datang masa tua.
“Dari Ibnu Abbas dia berkata: telah bersabda Rasululloh, seraya menasehati seseorang: Jagalah olehmu lima perkara sebelum datang lima perkara yang lainnya, jaga masa mudamu sebelum tuamu, jaga masa sehatmu sebelum datang waktu sakit, jaga masa kayamu sebelum jatuh miskin, jaga masa lapangmu sebelum sempit, dan jaga masa hidupmu sebelum datang kematian”.
Akan tetapi, sebuah realita yang menyedihkan dalam masyarakat kita adalah orang-orang yang berkeyakinan bahwa masa muda adalah masa foya-foya. Mereka menghabiskan waktu untuk selalu bermain, bersenda gurau berlebihan, dan pesta-pesta tanpa pernah untuk memikirkan kehidupan akhirat. Mereka tidak menyadari bahwa seharusnya kekuatan yang ada pada diri mereka digunakan untuk hal-hal yang bersifat positif dan diridhoi oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Di dalam hadist yang lain Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam memberikan kabar gembira dengan naungan Allah pada hari akhir kepada pemuda yang tumbuh besar dengan beribadah kepada Allah.
Ada tujuh golongan orang yang akan dinaungi Allah yang pada hari itu tidak ada naungan kecuali dari Allah: pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah... (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun, sebuah realita yang kita temui saat ini adalah sedikitnya jumlah pemuda yang hadir mengikuti jama’ah subuh di masjid –kecuali mereka yang dirahmati oleh Allah-. Masjid masih saja di dominasi oleh orang-orang yang tidak lagi berusia muda atau bisa jadi hanya ada kakek-kakek yang lanjut usia. Sebuah pertanyaan yang perlu ditanyakan kepada para pemuda adalah, apakah mereka bisa menjamin kematian itu datang hanya kepada yang lanjut usia ? Sedangkan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan setiap umat mempunyai ajal. Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau mempercepat sesaat pun.” (Qs. Al-A’raf: 34)
Sudah saatnya bagi seorang muslim untuk menghindarkan dirinya dari kerugian yang akan mendatangkan penyesalan apabila terus-menerus berkubang di dalamnya. Sedangkan Allah tidak akan merubah seseorang kecuali dia berusaha untuk merubah dirinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubah apa-apa yang ada pada diri mereka.” (Qs. Ar-ra’d: 11)
Semoga Allah ta’ala memberikan kepada kita kebaikan di dunia dan Akhirat, serta menjauhkan kita dari api Neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar