Seperti diketahui, dalam kurikulum 2013, pemerintah meniadakan mata pelajaran TIK untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) akan dijadikan sarana pembelajaran pada semua mata pelajaran. Artinya, tidak ada mata pelajaran TIK.
Keputusan mendikbud untuk menghapus mata pelajaran TIK kemudian memicu gelombang kritik dari para guru matpel TIK. Sebelumnya, TIK di jenjang SMP menjadi pelajaran wajib. Dengan dihilangkannya mata pelajaran ini tidak dipungkiri akan berdampak pada keberadaan guru TIK. Bagaimana dengan guru TIK yang statusnya honor, atau guru PNS yang baru saja mendapat sertifikasi (karena dengan sertifikasi ini pengajar mendapat kewajiban 24 jam tatap muka). Bisa dibayangkan keresahan yang mereka alami. Karena untuk bisa memenuhi 24 jam tatap muka itu bukanlah hal yang mudah. Apalagi kalau mata pelajaran itu dihilangkan, mau kemana mereka? Mendikbud memang menjamin bahwa tidak akan ada guru yang menganggur. Seperti solusi salah satunya mengalihkan guru TIK menjadi konsultan IT atau TU. Walaupun bagi saya keputusan itu sedikit nyeleneh, karena yang satu berkaitan dengan profesi akademik dan lainnya non akademik. Namun itu masih lebih baik dibanding membiarkan para pengajar itu kehilangan pekerjaan.
Mengutip kalimat mendikbud di sini, “Jadi TIK menjadi media semua mata pelajaran untuk jenjang SMP ini sehingga anak-anak juga bisa mengenal teknologi dengan baik,” saya ingin menyampaikan beberapa hal di bawah ini yang mudah-mudahan bisa bermanfaat.
Ada sedikit kesalahan ketika kita mendengar kata TIK. TIK seringkali diartikan sebagai pelajaran komputer. Tak bisa disalahkan, karena sebelum berubah menjadi TIK, bidang studi ini dikenal dengan mata pelajaran Komputer. Oleh sebab itu, kita masih beranggapan bahwa belajar TIK adalah belajar menggunakan aplikasi komputer seperti mengetik dan lain-lain. Sesungguhnya bukan itu. TIK diberikan kepada siswa dengan tujuan agar anak dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu mereka belajar. Terutama kita tahu bahwa sekarang guru bukan satu-satunya sumber belajar. Anak dapat belajar dengan siapapun, dan dari belahan dunia manapun. Maka yang semustinya diubah adalah pendekatan pengajaran TIK kepada murid dan bukan menghapus mata pelajaran ini.
Yang ada sekarang, TIK pada jenjang Sekolah Menengah Pertama lebih banyak berkutat pada teori yang panjang. Sementara aplikasi pada pemanfaatan TIK itu sendiri untuk membantu mereka dalam pembelajaran tidak banyak, atau mungkin malah tidak ada.
Jadi kalau boleh saya menyarankan, jika kita ingin kelak pembelajaran kurikulum berbasis IT baik pada jenjang SD, SMP, dan seterusnya, mari kita sama-sama belajar secara bertahap mulai sekarang. Alih-alih menghapus mata pelajaran IT kenapa tidak memulai buku-buku pelajaran IT diperbaiki? Jika kita ingin semua mata pelajaran terintegrasi dengan TIK akan sangat baik kita mulai dari memasukkan mata pelajaran itu ke dalam buku TIK. Sebagai contoh, dengan program pengolah angka, siswa diajarkan untuk dapat membuat dan menghitung rumus statistika (mata pelajaran matematika). Dengan pengolah kata, siswa dapat membuat cerita atau mengedit kosa kata (mata pelajaran bahasa indonesia dan bahasa inggris). Dan banyak lainnya. Tantangan yang menarik bagi para satuan pendidikan untuk mencoba mengintegrasikan semua mata pelajaran ke dalam TIK. Contoh-contoh lesson plan yang mengintegrasikan TIK banyak sekali di internet, salah satunya bisa lihat di sini. Kita bisa mengadopsi dan kemudian memodifikasi agar sesuai dengan kondisi di tanah air.
Perlu dicatat, bahwa mengintegrasikan TIK ke dalam pelajaran tidak hanya mencari artikel di internet. Yang terjadi dan saya amati ketika saya menjadi guru, guru-guru memberikan tugas kepada murid dengan pesan cari di internet. Anak-anak mencari. Tanpa membaca lagi mereka kemudian menyalin dan mengumpulkan pekerjaan itu, dengan mengatasnamakan karya mereka. Di sini saya belajar bahwa kita tidak bisa melepas anak-anak begitu saja. Bukan salah mereka sepenuhnya. Itu terjadi karena kita tidak pernah mengajarkan mereka aturan-aturan atau etika ketika menggunakan teknologi. Dan saya tidak ingin ini terjadi meluas. Itu sebabnya saya masih merasa perlu adanya mata pelajaran TIK di jenjang SD, SMP, bahkan SMA dengan substansi yang berbeda.
Teknologi bisa mendatangkan kemaslahatan umat atau sebaliknya bergantung kepada pemakainya. Tanpa bekal pemahaman yang baik teknologi akan menjadi musibah. Dan tentu saja kita tidak ingin melahirkan anak-anak yang pandai teknologi namun memiliki mental penghancur.
Maka, sekali lagi, saya tidak keberatan jika suatu saat TIK terintegrasi dengan semua mata pelajaran. Namun belum saat ini. Sepatutnya kita bertanya, apakah infrastruktur negeri ini sudah merata? Apakah SDMnya sudah siap? Jika satu saja dari pertanyaan di atas belum bisa kita penuhi maka bagaimana kita bisa mengharapkan kurikulum 2013 yang berbasis IT dapat terlaksana?
Kurikulum yang bagus tanpa didukung infrastruktur dan kesiapan SDMnya tidak akan menghasilkan apa-apa. Sayang sekali, apakah tidak sebaiknya meningkatkan kompetensi guru kita dahulukan? Dengan mengenalkan berbagai metode pembelajaran yang menarik, manajemen kelas yang baik, dan lain-lain sehingga kelak tiba saatnya kita pun bisa melangkah jauh lebih baik.
Masalah lain yang begitu Urgen adalah apakah semua Guru atau Pendidik mampu menerapkan integritas TIK dalam pembelajarannya. Tidak bisa dipungkiri, guru di Indonesia adalah produk alumni dari universitas papan bawah. Dulu berdasarkan pengalaman saya sebagai alumni IKIP Negeri Surabaya, teman-teman umumnya bukan dari anak-anak terpandai disekolah asalnya. Yang pandai umunya memilih PTN ternama dan tak ada yang mau menjaid guru. Jika ada hanya segelintir anak-anak muda saja yang karena faktor ekonomi memilih untuk menjadi guru, seperti saya. Dengan jujur harus saya ungkapkan, andai saja orang tua saya dulu mampu membiayai kuliah di ITB, UGM ataupun ITS, tetap saya pilih di PTN tersebut. Di IKIP hanya pilihan terpaksa yang harus saya ambil.
Juga dari pengamatan saya tentang pelaksanaan UKG beberapa hari yang lalu, nampak sekali masih banyak guru yang belum mampu menguasai TIK dengan baik, jadi apakah masih logis jika pelajaran TIK dihilangkan untuk anak-nak dimasa mendatang. Apakah tidak sebaiknya, ditingkatkan dulu SDM guru-guru di negeri ini atau prasarana sekolah agar memenuhi kelayakan Standar Pendidikan. Bukankah masalah pendidikan begitu pelik yang kita alami?
Bagaimana dengan pendapat anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar