aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Jumat, 15 Februari 2013

Kapur Barus, Berkah yang Hilang dari Nusantara

Jika Maroko terkenal dengan raihan, Yaman mahsyur karena Myrrh, Oman dikenal karena kundurnya, maka Nusantara lebih dari itu. Selain dikenal dengan rempah-rempahnya nan eksotik, ketika jaman kuno sebuah pulau di Nusantara terkenal dengan parfum seharga emas yang bernama kapur barus. Dinamakan demikian karena kapur tersebut berasal dari tempat yang bernama Barus atau Baros.

Kapur yang berasal dari bagian dalam batang pohon Dryobalanopsaromatica berbentuk kristal, sementara cara lain untuk memproduksi kapur adalah dengan mengristalisasi cairan yang berhamburan ketika pohon kapur ditebang. Semakin tua umur pohon, maka semakin banyak dan berkualitas tinggi kristal kapur yang dihasilkan.

Bangsa Arab menyebut kapur dengan kafur, sementara wilayah penghasilnya yaitu kecamatan Barus yang terletak di punggir pantai Barat Pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi Sumatera Utara pada saat itu dikenal dengan nama Fansur.

Kapur telah menjadikan Barus sebagai pusat peradaban pada abad 1-17 Masehi. Berbagai ekspedisi perdagangan entah melalui jalur sutera maupun yang mengarungi samudera telah membawa berbagai bangsa menuju Barus.

Bahkan kapur dan Barus memiliki hubungan dengan dakwah Islam di Nusantara. Wilayah Barus dengan perdagangan kapurnya telah dijadikan bukti yang meruntuhkan teori Gujarat mengenai awal kedatangan Islam di Nusantara.

Di Barus telah terdapat perkampungan muslim ketika kota ini masih dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. Salah satu bukti kedatangan Islam yang lebih awal dapat dilihat hingga saat ini melalui batu nisan yang terbuat dari batu cadas dengan berat ratusan kilogram.

Di nisan yang terletak di pemakaman papan tinggi ini tertulis nama Syech Mahmud Fil Hadratul Maut yang ditahrikhkan pada tahun 34 H sampai 44 H yang berarti hidup pada masa Umar Bin Khattab sebagai khalifah.

Sedangkan terkait dengan kapur dan Umar bin Khattab, ada kisah unik juga yang menjadi cerita tersendiri terkait ekspedisi pasukan Islam. Diberitakan dalam Kitab Al-Bidayah Wan Nihayah ketika pasukan muslim di bawah komando Saad bin Abi Waqqash berhasil menaklukan Istana Putih milik Kisra, raja Persia, di Madain, mereka mendapatkan harta rampasan perang yang tak ternilai harganya.

Setelah memasuki istana tersebut pasukan Islam menemukan banyak harta rampasan perang mulai dari perhiasan, mahkota, permadani hingga perabot yang terbuat dari emas dan perak serta guci-guci.

Ketika itu ada pula diantara pasukan Islam yang mendapati tumpukan kapur barus yang disangka garam. Bahkan sebagian dari mereka ada yang telah mencampurkannya dengan bumbu makanan, namun ketika mereka makan ternyata rasanya pahit barulah mereka yakin bahwa benda ini adalah kapur barus.

Allah SWT menyebut kapur sebagai bagian dari nikmat yang diberikan kepada manusia di dalam surga, hal tersebut dinyatakan dalam surat Al-Insaan ayat 5:
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur…”

Di surga, kafur adalah nama suatu mata air yang airnya putih dan baunya sedap serta enak sekali rasanya.

Sementara Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengenai surat Al-Insaan ayat 5 tersebut membandingkan kafur surga dengan kapur barus yang telah dikenal dunia pada saat itu. Ia menyebutkan bahwasannya sifat-sifat kafur ini, yaitu dingin dan aromanya harum. Ia juga mengutip perkataan Hasan,” Dinginnya air kafur ini sebaik Zanjabil (jahe).”

Kenyataannya kafur telah banyak dikenal berbagai manfaatnya oleh ulama kedokteran Islam di era keemasan Islam. Dalam Thibbun Nabawi, Imam Adz-Dzahabi menyebutkan bahwasannya kafur dipergunakan untuk memandikan mayat, seperti yang tertera dalam hadits (riwayat Imam Bukhari).

Dinyatakan juga sifat kafur adalah dingin dan kering pada tingkatan ketiga, dapat menghentikan darah mimisan, menguatkan panca indera, menghentikan libido dan menciumnya dapat membuat terjaga, serta apabila diminum dapat menghentikan diare.

Tak beda jauh dengan Imam Adz-Dzahabi, dalam pembasan mengenai wewangian, Abu Abdillah Al Maqdisi membahas sifat serupa dan dengan tambahan kafur dapat mengatasi sakit kepala yang panas dan sakit mata yang panas. 1/6 dinar (4,25 gram) kafur berguna untuk mengatasi pembengkakan yang panas. 1 dirham (2,975 gram) kafur apabila diracik bersama cuka apel bisa melenyapkan bahaya kalajengking.

Disebutkan juga oleh Al Maqdisi bahwasannya kafur apabila dipergunakan untuk memandikan jenazah bisa membuat jenazah menjadi harum, keras dan dingin sehingga tidak cepat rusak.

Kapur barus memang telah lama dipergunakan untuk mengawetkan mayat, salah satunya ditemui bahwa mumi di zaman Firaun Ramses II juga menggunakan kapur dari daerah tersebut untuk proses pengawetannya.

Kapur barus yang produksinya terbatas telah menembus perdagangan dunia di masa silam. Oleh karenanya harga kafur barus menjadi mahal, walau pulau Borneo ketika itu juga menjadi penghasil kapur.

Harian Kompas memberitakan bahwasannya hingga era kolonial, kapur barus masih menjadi komoditas menarik. Seperti disebut William Marsden, pegawai pemerintah kolonial Inggris di Bengkulu, dalam bukunya, History of Sumatera (1783), kapur barus memiliki peran penting dalam perdagangan di Sumatera.

Menurut catatan Marsden, harga kapur barus saat itu sekitar 6 dollar Spanyol per pon (0,5 kg). Harga ini sama dengan harga emas di Sumatera saat itu. Di pasaran China, harga kapur barus lebih mahal, 9-12 dollar Spanyol per pon.

Marsden menyebutkan, perdagangan kapur barus saat itu dimonopoli orang-orang Aceh yang bermukim di Singkel (Singkil). “Mereka (orang Aceh) menjual kepada orang Batak, selanjutnya dibeli orang China dan Eropa,” tulis Marsden.

Pesona kota Barus mulai meredup ketika terjadi peralihan kekuasaan antara kerajaan Sriwijaya, Samudera Pasai hingga kerajaan Aceh di kemudian hari yang bekonsekuensi terjadinya peralihan pelabuhan pusat perdangangan Internasional. Selain itu akibat mahalnya harga kapur, pada tahun 1700-an orang-otang China dan Jepang mulai membuat tiruannya.

Kapur tiruan dari China diketahui berasal dari pohon Cinnamomum camphora, sementara yang dari Jepang berasal dari pohon Laurus camphora. Selain itu sejak awal tahun 1930-an, dibuat lagi tiruan kapur dari penyulingan zat organik yang dihasilkan pohon cemara lalu menghasilkan senyawa alfa-pinene.

Harga kapur barus benar-benar jatuh hingga tak bernilai lagi setelah ditemukan kamper sintetis berbahan dasar dari pohon-pohon lain tersebut yang harganya relatif murah dan mudah didapat.

Walaupun manfaat dan kualitasnya tak sebanding dengan kafur barus, kamper yang diperdagangkan saat ini masih tidak lagi tergantikan dengan kafur barus. Mengapa hal ini terjadi?

Kenyataannya pohon kapur telah menjadi barang langka, walau di tempat asalnya, yakni kecamatan Barus. Pohon kapur semakin sulit ditemukan di habitatnya, bahkan IUCN Redlist memasukkannya dalam status konservasi Critically Endangered atau Kritis. Status ini merupakan status keterancaman dengan tingkatan paling tinggi sebelum status punah.

Kelangkaan dan terancam punahnya jenis tanaman kapur diakibatkan oleh menebangan yang membabi buta untuk mendapatkan kristal kapur barus di dalamnya. Padahal tidak semua pohon kapur memiliki kandungan kapur yang berlimpah.

Selain itu penebangan pohon kapur untuk digunakan sebagai kayu untuk bangunan berkualis baik, kebakaran hutan dan kerusakan hutan lainnya semakin membuat pohon jenis ini menjadi langka di habitatnya.

Itulah sepenggal kisah kapur dan tanah Barus yang dulu tenar namun kini menjadi daerah tenang dan sunyi dari hingar-bingar modernitas peradaban. Allah telah memberikan berkah atas Nusantara ini, namun manusia sebagai khalifah lah yang menentukan kelestarian dan kemanfaatan alam ini.

“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat)manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar Ruum:41).  
Source

Tidak ada komentar:

Posting Komentar