Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berfirman, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah [2]: 188)
Para koruptor telah mencuri harta negara yang diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat, sedangkan dalam Islam sendiri berkeyakinan bahwa orang yang melakukan pencurian bukalah orang yang beriman, karena seorang yang beriman, ia tidak mungkin akan melakukan korupsi atau pencurian sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Pencuri tidak akan mencuri ketika ia dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari)
Waspadalah!
Indonesia adalah negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia. Logikanya, nilai-nilai Islam pasti dapat melejitkan nama Indonesia sebagai negara bebas gravitasi korupsi. Namun faktanya mengapa saat ini negara besar ini justru berada dalam fase darurat korupsi? Mengapa pula sebagian besar tersangka korupsi ternyata seorang muslim? Amat memilukan, bukan? Itulah korupsi. Sebuah kejahatan maharaksasa. Bangsa berperadaban tinggi manapun pasti akan sangsai diunggisnya.
Realitanya praktikal korupsi yang selama ini terjadi ialah berkaitan dengan pemerintahan sebuah Negara atau public office, sebab esensi korupsi merupakan prilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di pemerintahan yang terletak pada penggunaan kekuasaan dan wewenang yang terkadung dalam suatu jabatan di sau pihak dan di pihak lain terdapat unsure perolehan atau keuntungan, baik berupa uang atau lainnya. Sehingga tidak salah apabila ada yang memberikan definisi korupsi dengan ungkapan “Akhdul Amwal Hukumah Bil Bathil” apapun istilahnya, korupsi laksana dunia hantu dalam kehidupan manusia. Mengapa saya mengungkapkan dunia hantu, sebab dunia hantu merupakan dunia yang tidak tampak wujut jasadnya, akan tetapi hanya dapat dirasakan dampaknya. Dunia hantu merupakan sebuah ilusi-fantasi yang mengimplikasikan terhadap dunia ketidak jujuran, kebohongan, dan hilangnya sebuah kepercayaan.
Apa itu Korupsi?
Pada era saat ini, korupsi seakan-akan menjadi sebuah istilah yang sudah biasa kita dengar. tetapi sebagian besar dari kita masih belum mengetahui dari pengertian korupsi. di sini saya akan memberikan beberapa pengertian korupsi dari berbagai sumber.
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin : Corruption dan Corruptus yang mempunyai arti buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina, atau memfitnah.
Sedangkan pengertian korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S.Poerwadarminta) adalah sebagai perbuatan curang, dapat disuap, dan tidk bermoral. adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun orang lain.sedangkan di dunia internasional pengertian korupsi berdasarkan Black Law Dictionary yang mempunyai arti bahwa suatu perbuatan yan dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya "sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan kebenaran-kebenaran lainnya
Menurut Para Ahli — Kalo liat pejabat yang golongan pas-pasan atau sekedar PNS golongan rendah mempunyai mobil yang sangat mewah dan rumah dimana-mana, mungkin kamu akan bilang ah korupsi dia.. ! nah sebelumnya kalian sudah tahu belum pengertian korupsi ? so jangan asal nuduh yah kalo belum tahu pengertian korupsi ok berikut ini beberapa pengertian korupsi dari berbagai ahli:
Definisi Korupsi menurut Syeh Hussein Alatas menyebutkan benang merah yang menjelujuri dalam aktivitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasian, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat yang diderita oleh masyarakat.
Korupsi menurut Pasal 2 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999 “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonoman negara…”
Harta Haram dalam Islam
1.Risywah
Istilah lain yang juga merupakan salah satu bentuk korupsi adalah risywah, yang berasal dari kata rasya, yarsyu, rasywan wa rasywah wa risywah wa rusywah yang berarti memberi suap atau sogok kepadanya.
Orang yang menyuap disebut al-rusyi yaitu orang yang memberikan sesuatu kepada seseorang yang bisa membantunya atas dasar kebatilan. Adapun orang yang mengambil atau menerima pemberian itu disebut al-murtasyi. Sementara orang yang menjadi perantara antara pemberi dan penerimanya dengan menambahi di suatu sisi dan mengurangi di sisi lain disebut al-ra’isy.
Umar bin Khaththab mendefinisikan bahwa risywah adalah sesuatu yang diberikan/disampaikan oleh seseorang kepada orang yang mempunyai kekuasaan (jabatan, wewenang) agar ia memberikan kepada si pemberi sesuatu yang bukan haknya). Risywah (suap) merupakan perbuatan yang dilarang oleh Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ Ulama. Larangan tersebut berlaku bagi yang memberi, menerima dan yang menjadi penghubung di antara keduanya.
Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berfirman, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah [2]: 188)
2.Ghulûl
Ghulûl adalah isim masdar dari kata ghalla, yaghullu, ghallan, wa ghullan, wa ghulûlan (Ibnu Manzur, Lisânul ‘Arab) yang secara leksikal dimaknai akhadza al-syai’a fi khufyatin wa dassahu fi matâ’thî (mengambil sesuatu secara sembunyi-sembunyi dan memasukkan ke dalam hartanya) (M. Rawwas, Mu’jam Lughât al-Fuqahâ) dan khâna (khianat atau curang).
Dalam riwayat Buraidah, Rasulullah juga menegaskan makna ghulûl, beliau bersabda, “Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulûl (korupsi).”(HR. Abu Daud)
3.Suht
Suht secara bahasa berasal dari kata kerja sahata yashatu suhtan wa suhutan yang berarti memperoleh harta haram. Ibnu Manzur menjelaskan arti suht, yaitu semua yang haram. Suht juga diartikan sesuatu yang terlarang, yang tidak halal dilakukan karena akan merusak atau menghilangkan keberkahan.
Bukhari mengutip pendapat Ibnu Sirin bahwa suht adalah risywah (suap menyuap) dalam perkara hukum atau kebijakan. Malik juga meriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi di Khaibar pernah akan menyuap Abdullah bin Rawahah r.a dengan sejumlah perhiasan agar memberikan keringanan atau keuntungan tertentu bagi mereka, tetapi Ibnu Rawahah berkata, “Apa pun yang kamu sodorkan dari suap, maka hal itu adalah suht (yang haram) dan kami tidak akan memakannya.”
4.Khâna
Khâna berarti ghadara (berkhianat, tidak jujur), naqadha, khâlafa (melanggar dan merusak). Ar-Raqib al-Isfahani, seorang pakar bahasa Arab, berpendapat bahwa khianat adalah sikap tidak memenuhi suatu janji atau suatu amanah yang dipercayakan kepadanya. Ungkapan khianat juga digunakan bagi seseorang yang melanggar atau mengambil hak-hak orang lain, dapat dalam bentuk pembatalan sepihak perjanjian yang dibuatnya, khususnya dalam masalah mu’amalah. Khianat juga digunakan kepada orang yang mengingkari amanat politik, ekonomi, bisnis (mu’amalah), sosial dan pergaulan.
Khianat adalah tidak menepati amanah. Oleh karena itu, Allah Swt sangat membenci dan melarang berkhianat. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)
5.Sariqah
Sariqah berasal dari kata saraqa yasriqu sarqan wa sariqah yang secara leksikal bermakna akhadza mâ lighairi khufyatan, yang berarti mencuri. Sariqah juga bermakna nahab (merampok), syahshan (menculik), syaian qalîlan (mencuri barang kecil, mencopet), dan muallafan (menjiplak, melakukan plagiat).
Korupsi Menurut Islam?
Korupsi merupakan perbuatan maksiat yang dilarang oleh syara’ meskipun nash tidak menjelaskan had atau kifarahnya. Akan tetapi pelaku korupsi dikenakan hukuman ta’zir atas kemaksiatan tersebut. Perbuatan maksiat mempunyai beberapa kemiripan, diantaranya ialah mengkhianati janji, menipu, sumpah palsu, dan lain sebagainya. Maka perbuatan tersebut termasuk dalam jarimah ta’zir yang penting. Sebagaimana yang terdapat dalam hadis nabi yang diriwayatkan oelh ahmad dan tirmizy, yang artinya :
Diriwayatkan oleh Jabir RA dari nabi SAW, Nabi bersabda : Tidak ada (hukuman) potong tangan bagi pengkhianat, perampok dan perampas/pencopet. (HR.Ahmad dan Tirmizy).
Apakah definisi korupsi menurut Islam? Tim penulis buku Koruptor Itu Kafir: Telaah Fiqih Korupsi Dalam Muhammadiyah & Nahdlatul Ulama (NU) yang terdiri dari Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah dan Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi PBNU ini mengungkapkan bahwa kosakata korupsi memang tidak termaktub secara eksplisit di dalam khazanah hukum Islam. Tapi memang ada beberapa konsep kunci dalam fiqih Islam yang mengacu pada definisi korupsi (hal. 17-31 & hal. 120-134).
Dilihat dari artinya sebagai tindakan mencuri atau mengambil harta pihak lain secara tidak sah, korupsi semakna dengan konsep sariqah(mencuri). Sedangkan bila ditengok dari sisi pendekatan kekuasaan, korupsi dapat digolongkan sebagai risywah (suap). Tapi risywah lebih mencakup daripada hanya sekedar suap. Sebab risywah terjadi tidak cuma di kalangan pejabat, tetapi juga di tingkat rakyat. Apalagi jika menyangkut hubungan timbal-balik antara keduanya dalam penciptaan kemudahan urusan publik, transaksi politik jual-beli suara dalam Pemilu, atau hanya sekedar pemberian uang rokok dalam penyelesaian adiministrasi KTP.
Sementara itu, ditilik dari sisi penggelapan harta publik/negara, korupsi masuk dalam pengertian ghulul (penggelapan harta). Inilah konsep yang paling dekat dengan definisi korupsi. Karena baik korupsi dan ghulul sama-sama terjadi dalam aras urusan harta publik di kalangan lingkar dan luar kekuasaan. Terakhir, korupsi bisa disejajarkan dengan hirabah (pembegalan/perampokan besar-besaran). Ini jika ditinjau dari dampak kerusakan tatanan peradaban yang ditimbulkannya. Kalau ada pejabat yang menyunat dana pembangunan jalan raya, jembatan, tol, dan reboisasi hutan, maka tindakannya itu termasuk hirabah.
Titik persuaan pemahaman Muhammadiyah dan NU ada pada sikap mereka. Bahwa korupsi adalah kejahatan yang dilaknat Allah SWT. Siapa pun yang bersyahadat tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, hendaklah ia tidak berkorupsi. Sebab dengan berkorupsi berarti ia telah menggusur kedaulatan Tuhan dan menggantinya dengan kedaulatan uang. Meskipun ia tergolong seorang muslim yang rajin beribadah, beramal, dan acap menyumbang pembangunan masjid (hal.142-144).
Korupsi Adalah Syirik
Ketua Umum PBNU 2004-2010, KH. Hasyim Muzadi, dalam kata sambutannya di buku ini menyatakan bahwa tiada hukuman yang pantas bagi koruptor selain dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kakinya dengan cara menyilang, atau minimal diusir dari lingkungannya. Jika ia meninggal dunia, jenazahnya pun tidak boleh disholatkan sampai ia melalui ahli warisnya mengembalikan harta yang ia tilap kepada negara (hal. xii). Separah itu? Ya! Karena korupsi adalah perbuatan menduakan Tuhan (syirik). Senada dengan itu, Din Syamsudin, Ketua Umum PP Muhammadiyah, terang-terangan menyatakan bahwa korupsi itu termasuk TBC (Takhayul, Bid'ah, Churafat) atau syirik di abad modern (xxx).
Pemikiran tentang status kesyirikan korupsi ini adalah kemajuan akbar. Selama ini korupsi hanya dianggap sebagai sesuatu yang dilarang agama. Parahnya, korupsi sering teronggok dalam debat kusir fiqhiyyah saja. Sehingga masyarakat masih menolerir korupsi dalam takaran yang masih wajar sembari menanggok laba di sana. Karena itu status hukum korupsi harus dinaikkan dari taraf hukum-fiqhiyyah ke taraf iman-aqidah. Simpulan akhirnya dapat ditebak dari judul buku ini; koruptor itu kafir. Sungguh telah gugurlah iman seorang muslim yang korup.
Namun, buku ini mengakui perlunya usaha yang lebih dahsyat dari cuma "seremeh" mengkafirkan koruptor. Sebab sejauh ini nalar pemberantasan korupsi di Indonesia masih berkutat dalam tlatah penindakan saja. Nyaris tak ada pencegahan. Entah itu berbentuk penataan sistem dan struktur sosial kebal korupsi, pelahiran produk dan pranata hukum antikorupsi, ataupun penanaman nilai-nilai antikorupsi dalam sistem pendidikan bangsa. Padahal untuk menolakbala korupsi, bangsa ini membutuhkan nalar pencegahan. Apalagi modus korupsi semakin lama semakin canggih. Pelakunya pun kian cerdas nian bersiasat.
Penerapan Ta’zir bagi pelaku korupsi dalam Islam?
Penerapan sepenuhnya diserahkan terhadap hakim (penguasa), dengan kewenagan yang dimilikinya, ia dapat menetapkan hukuman yang sesuai dengan kadar kejahatan dan keadaan pelakunya, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan umum islam dalam menjatuhkan hukuman yaitu:
Hukuman ta’zir dapat diterapkan kepada pelaku korupsi. Dapat diketahui bahwa korupsi termasuk dalam salah satu jarimah yang tidak disebutkan oleh nash secara tegas, oleh sebab itu ia tidak termasuk dalam jenis jarimah yang hukumannya adalah had dan qishash. Korupsi sama halnya seperti hokum Ghasab, meskipun harta yang dihasikan sipelaku korupsi melebihi dari nashab harta curian yang hukumannya potong tangan. Tidak bisa disamakan dengan hukuman terhadap pecuri yaitu potong tangan, hal ini disebabkan oleh masuknya syubhat. Akan tetapi disamakan atau diqiyaskan pada hukuman pencurian yang berupa pencurian pengambilan uang hasil curian.
Dalam jarimah sendiri korupsi ada tiga unsure yang dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam menentukan besar hukuman, yaitu :
1) Perampasan harta orang lain
2) Penghianatan atau penyalahgunaan wewenang
3) Kerjasama atau kongkalikong dalam kejahatan
Ketiga unsur tersebut telah jelas dilarang dalam syari’at islam. Selanjutnya tergantung kepada kebijaksanaan akal sehat keyakinan dan rasa keadilan hakim yang didasarkan pada rasa keadilan masyarakat untuk menentukan hukuman bagi pelaku korupsi. Meskipun seorang hakim diberi kebebasan untuk mengenakan ta’zir, akan tetapi dalam menentukan hukuman seorang hakim hendaknya memperhatikan ketentuan umum perberian sangsi dalam hokum pidana islam yaitu :
Para koruptor telah mencuri harta negara yang diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat, sedangkan dalam Islam sendiri berkeyakinan bahwa orang yang melakukan pencurian bukalah orang yang beriman, karena seorang yang beriman, ia tidak mungkin akan melakukan korupsi atau pencurian sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Pencuri tidak akan mencuri ketika ia dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari)
Waspadalah!
Indonesia adalah negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia. Logikanya, nilai-nilai Islam pasti dapat melejitkan nama Indonesia sebagai negara bebas gravitasi korupsi. Namun faktanya mengapa saat ini negara besar ini justru berada dalam fase darurat korupsi? Mengapa pula sebagian besar tersangka korupsi ternyata seorang muslim? Amat memilukan, bukan? Itulah korupsi. Sebuah kejahatan maharaksasa. Bangsa berperadaban tinggi manapun pasti akan sangsai diunggisnya.
Realitanya praktikal korupsi yang selama ini terjadi ialah berkaitan dengan pemerintahan sebuah Negara atau public office, sebab esensi korupsi merupakan prilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di pemerintahan yang terletak pada penggunaan kekuasaan dan wewenang yang terkadung dalam suatu jabatan di sau pihak dan di pihak lain terdapat unsure perolehan atau keuntungan, baik berupa uang atau lainnya. Sehingga tidak salah apabila ada yang memberikan definisi korupsi dengan ungkapan “Akhdul Amwal Hukumah Bil Bathil” apapun istilahnya, korupsi laksana dunia hantu dalam kehidupan manusia. Mengapa saya mengungkapkan dunia hantu, sebab dunia hantu merupakan dunia yang tidak tampak wujut jasadnya, akan tetapi hanya dapat dirasakan dampaknya. Dunia hantu merupakan sebuah ilusi-fantasi yang mengimplikasikan terhadap dunia ketidak jujuran, kebohongan, dan hilangnya sebuah kepercayaan.
Apa itu Korupsi?
Pada era saat ini, korupsi seakan-akan menjadi sebuah istilah yang sudah biasa kita dengar. tetapi sebagian besar dari kita masih belum mengetahui dari pengertian korupsi. di sini saya akan memberikan beberapa pengertian korupsi dari berbagai sumber.
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin : Corruption dan Corruptus yang mempunyai arti buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina, atau memfitnah.
Sedangkan pengertian korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S.Poerwadarminta) adalah sebagai perbuatan curang, dapat disuap, dan tidk bermoral. adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun orang lain.sedangkan di dunia internasional pengertian korupsi berdasarkan Black Law Dictionary yang mempunyai arti bahwa suatu perbuatan yan dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya "sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan kebenaran-kebenaran lainnya
Menurut Para Ahli — Kalo liat pejabat yang golongan pas-pasan atau sekedar PNS golongan rendah mempunyai mobil yang sangat mewah dan rumah dimana-mana, mungkin kamu akan bilang ah korupsi dia.. ! nah sebelumnya kalian sudah tahu belum pengertian korupsi ? so jangan asal nuduh yah kalo belum tahu pengertian korupsi ok berikut ini beberapa pengertian korupsi dari berbagai ahli:
Korupsi menurut Black’s Law Dictionary korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.
Definisi Korupsi menurut Syeh Hussein Alatas menyebutkan benang merah yang menjelujuri dalam aktivitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, dibarengi dengan kerahasian, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat yang diderita oleh masyarakat.
Korupsi menurut Pasal 2 Undang-Udang No. 31 Tahun 1999 “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonoman negara…”
Harta Haram dalam Islam
1.Risywah
Istilah lain yang juga merupakan salah satu bentuk korupsi adalah risywah, yang berasal dari kata rasya, yarsyu, rasywan wa rasywah wa risywah wa rusywah yang berarti memberi suap atau sogok kepadanya.
Orang yang menyuap disebut al-rusyi yaitu orang yang memberikan sesuatu kepada seseorang yang bisa membantunya atas dasar kebatilan. Adapun orang yang mengambil atau menerima pemberian itu disebut al-murtasyi. Sementara orang yang menjadi perantara antara pemberi dan penerimanya dengan menambahi di suatu sisi dan mengurangi di sisi lain disebut al-ra’isy.
Umar bin Khaththab mendefinisikan bahwa risywah adalah sesuatu yang diberikan/disampaikan oleh seseorang kepada orang yang mempunyai kekuasaan (jabatan, wewenang) agar ia memberikan kepada si pemberi sesuatu yang bukan haknya). Risywah (suap) merupakan perbuatan yang dilarang oleh Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ Ulama. Larangan tersebut berlaku bagi yang memberi, menerima dan yang menjadi penghubung di antara keduanya.
Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berfirman, “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah [2]: 188)
2.Ghulûl
Ghulûl adalah isim masdar dari kata ghalla, yaghullu, ghallan, wa ghullan, wa ghulûlan (Ibnu Manzur, Lisânul ‘Arab) yang secara leksikal dimaknai akhadza al-syai’a fi khufyatin wa dassahu fi matâ’thî (mengambil sesuatu secara sembunyi-sembunyi dan memasukkan ke dalam hartanya) (M. Rawwas, Mu’jam Lughât al-Fuqahâ) dan khâna (khianat atau curang).
Dalam riwayat Buraidah, Rasulullah juga menegaskan makna ghulûl, beliau bersabda, “Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulûl (korupsi).”(HR. Abu Daud)
3.Suht
Suht secara bahasa berasal dari kata kerja sahata yashatu suhtan wa suhutan yang berarti memperoleh harta haram. Ibnu Manzur menjelaskan arti suht, yaitu semua yang haram. Suht juga diartikan sesuatu yang terlarang, yang tidak halal dilakukan karena akan merusak atau menghilangkan keberkahan.
Bukhari mengutip pendapat Ibnu Sirin bahwa suht adalah risywah (suap menyuap) dalam perkara hukum atau kebijakan. Malik juga meriwayatkan bahwa orang-orang Yahudi di Khaibar pernah akan menyuap Abdullah bin Rawahah r.a dengan sejumlah perhiasan agar memberikan keringanan atau keuntungan tertentu bagi mereka, tetapi Ibnu Rawahah berkata, “Apa pun yang kamu sodorkan dari suap, maka hal itu adalah suht (yang haram) dan kami tidak akan memakannya.”
4.Khâna
Khâna berarti ghadara (berkhianat, tidak jujur), naqadha, khâlafa (melanggar dan merusak). Ar-Raqib al-Isfahani, seorang pakar bahasa Arab, berpendapat bahwa khianat adalah sikap tidak memenuhi suatu janji atau suatu amanah yang dipercayakan kepadanya. Ungkapan khianat juga digunakan bagi seseorang yang melanggar atau mengambil hak-hak orang lain, dapat dalam bentuk pembatalan sepihak perjanjian yang dibuatnya, khususnya dalam masalah mu’amalah. Khianat juga digunakan kepada orang yang mengingkari amanat politik, ekonomi, bisnis (mu’amalah), sosial dan pergaulan.
Khianat adalah tidak menepati amanah. Oleh karena itu, Allah Swt sangat membenci dan melarang berkhianat. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27)
5.Sariqah
Sariqah berasal dari kata saraqa yasriqu sarqan wa sariqah yang secara leksikal bermakna akhadza mâ lighairi khufyatan, yang berarti mencuri. Sariqah juga bermakna nahab (merampok), syahshan (menculik), syaian qalîlan (mencuri barang kecil, mencopet), dan muallafan (menjiplak, melakukan plagiat).
Korupsi Menurut Islam?
Korupsi merupakan perbuatan maksiat yang dilarang oleh syara’ meskipun nash tidak menjelaskan had atau kifarahnya. Akan tetapi pelaku korupsi dikenakan hukuman ta’zir atas kemaksiatan tersebut. Perbuatan maksiat mempunyai beberapa kemiripan, diantaranya ialah mengkhianati janji, menipu, sumpah palsu, dan lain sebagainya. Maka perbuatan tersebut termasuk dalam jarimah ta’zir yang penting. Sebagaimana yang terdapat dalam hadis nabi yang diriwayatkan oelh ahmad dan tirmizy, yang artinya :
Diriwayatkan oleh Jabir RA dari nabi SAW, Nabi bersabda : Tidak ada (hukuman) potong tangan bagi pengkhianat, perampok dan perampas/pencopet. (HR.Ahmad dan Tirmizy).
Apakah definisi korupsi menurut Islam? Tim penulis buku Koruptor Itu Kafir: Telaah Fiqih Korupsi Dalam Muhammadiyah & Nahdlatul Ulama (NU) yang terdiri dari Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah dan Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi PBNU ini mengungkapkan bahwa kosakata korupsi memang tidak termaktub secara eksplisit di dalam khazanah hukum Islam. Tapi memang ada beberapa konsep kunci dalam fiqih Islam yang mengacu pada definisi korupsi (hal. 17-31 & hal. 120-134).
Dilihat dari artinya sebagai tindakan mencuri atau mengambil harta pihak lain secara tidak sah, korupsi semakna dengan konsep sariqah(mencuri). Sedangkan bila ditengok dari sisi pendekatan kekuasaan, korupsi dapat digolongkan sebagai risywah (suap). Tapi risywah lebih mencakup daripada hanya sekedar suap. Sebab risywah terjadi tidak cuma di kalangan pejabat, tetapi juga di tingkat rakyat. Apalagi jika menyangkut hubungan timbal-balik antara keduanya dalam penciptaan kemudahan urusan publik, transaksi politik jual-beli suara dalam Pemilu, atau hanya sekedar pemberian uang rokok dalam penyelesaian adiministrasi KTP.
Sementara itu, ditilik dari sisi penggelapan harta publik/negara, korupsi masuk dalam pengertian ghulul (penggelapan harta). Inilah konsep yang paling dekat dengan definisi korupsi. Karena baik korupsi dan ghulul sama-sama terjadi dalam aras urusan harta publik di kalangan lingkar dan luar kekuasaan. Terakhir, korupsi bisa disejajarkan dengan hirabah (pembegalan/perampokan besar-besaran). Ini jika ditinjau dari dampak kerusakan tatanan peradaban yang ditimbulkannya. Kalau ada pejabat yang menyunat dana pembangunan jalan raya, jembatan, tol, dan reboisasi hutan, maka tindakannya itu termasuk hirabah.
Titik persuaan pemahaman Muhammadiyah dan NU ada pada sikap mereka. Bahwa korupsi adalah kejahatan yang dilaknat Allah SWT. Siapa pun yang bersyahadat tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, hendaklah ia tidak berkorupsi. Sebab dengan berkorupsi berarti ia telah menggusur kedaulatan Tuhan dan menggantinya dengan kedaulatan uang. Meskipun ia tergolong seorang muslim yang rajin beribadah, beramal, dan acap menyumbang pembangunan masjid (hal.142-144).
Korupsi Adalah Syirik
Ketua Umum PBNU 2004-2010, KH. Hasyim Muzadi, dalam kata sambutannya di buku ini menyatakan bahwa tiada hukuman yang pantas bagi koruptor selain dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kakinya dengan cara menyilang, atau minimal diusir dari lingkungannya. Jika ia meninggal dunia, jenazahnya pun tidak boleh disholatkan sampai ia melalui ahli warisnya mengembalikan harta yang ia tilap kepada negara (hal. xii). Separah itu? Ya! Karena korupsi adalah perbuatan menduakan Tuhan (syirik). Senada dengan itu, Din Syamsudin, Ketua Umum PP Muhammadiyah, terang-terangan menyatakan bahwa korupsi itu termasuk TBC (Takhayul, Bid'ah, Churafat) atau syirik di abad modern (xxx).
Pemikiran tentang status kesyirikan korupsi ini adalah kemajuan akbar. Selama ini korupsi hanya dianggap sebagai sesuatu yang dilarang agama. Parahnya, korupsi sering teronggok dalam debat kusir fiqhiyyah saja. Sehingga masyarakat masih menolerir korupsi dalam takaran yang masih wajar sembari menanggok laba di sana. Karena itu status hukum korupsi harus dinaikkan dari taraf hukum-fiqhiyyah ke taraf iman-aqidah. Simpulan akhirnya dapat ditebak dari judul buku ini; koruptor itu kafir. Sungguh telah gugurlah iman seorang muslim yang korup.
Namun, buku ini mengakui perlunya usaha yang lebih dahsyat dari cuma "seremeh" mengkafirkan koruptor. Sebab sejauh ini nalar pemberantasan korupsi di Indonesia masih berkutat dalam tlatah penindakan saja. Nyaris tak ada pencegahan. Entah itu berbentuk penataan sistem dan struktur sosial kebal korupsi, pelahiran produk dan pranata hukum antikorupsi, ataupun penanaman nilai-nilai antikorupsi dalam sistem pendidikan bangsa. Padahal untuk menolakbala korupsi, bangsa ini membutuhkan nalar pencegahan. Apalagi modus korupsi semakin lama semakin canggih. Pelakunya pun kian cerdas nian bersiasat.
Penerapan Ta’zir bagi pelaku korupsi dalam Islam?
Penerapan sepenuhnya diserahkan terhadap hakim (penguasa), dengan kewenagan yang dimilikinya, ia dapat menetapkan hukuman yang sesuai dengan kadar kejahatan dan keadaan pelakunya, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan umum islam dalam menjatuhkan hukuman yaitu:
- Tujuan penjatuhan hukuman, yaitu menjaga dan memelihara kepentingan umum.
- Efektifita hukuman dalam menghadapi korupsi tanpa harus merendahkan martabat pelakunya.
- Sepadan dengan kejahatannya sehingga terasa adil.
- Tanpa ada pilih kasih, yaitu semua sama kedudukannya didepan hokum.
Hukuman ta’zir dapat diterapkan kepada pelaku korupsi. Dapat diketahui bahwa korupsi termasuk dalam salah satu jarimah yang tidak disebutkan oleh nash secara tegas, oleh sebab itu ia tidak termasuk dalam jenis jarimah yang hukumannya adalah had dan qishash. Korupsi sama halnya seperti hokum Ghasab, meskipun harta yang dihasikan sipelaku korupsi melebihi dari nashab harta curian yang hukumannya potong tangan. Tidak bisa disamakan dengan hukuman terhadap pecuri yaitu potong tangan, hal ini disebabkan oleh masuknya syubhat. Akan tetapi disamakan atau diqiyaskan pada hukuman pencurian yang berupa pencurian pengambilan uang hasil curian.
Dalam jarimah sendiri korupsi ada tiga unsure yang dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam menentukan besar hukuman, yaitu :
1) Perampasan harta orang lain
2) Penghianatan atau penyalahgunaan wewenang
3) Kerjasama atau kongkalikong dalam kejahatan
Ketiga unsur tersebut telah jelas dilarang dalam syari’at islam. Selanjutnya tergantung kepada kebijaksanaan akal sehat keyakinan dan rasa keadilan hakim yang didasarkan pada rasa keadilan masyarakat untuk menentukan hukuman bagi pelaku korupsi. Meskipun seorang hakim diberi kebebasan untuk mengenakan ta’zir, akan tetapi dalam menentukan hukuman seorang hakim hendaknya memperhatikan ketentuan umum perberian sangsi dalam hokum pidana islam yaitu :
- Hukuman hanya dilimpahkan kepada orang yang berbuat jarimah, tidak boleh orang yang tidak berbuat jahat dikenai hukuman.
- Adaya kesengajaan seseorang dihukum karena kejahatan apabila ada unsur kesengajaan untuk berbuat jahat, tidak ada kesengajaan berarti karena kelalaian, salah, atau lupa. Meskipun demian karena kelalaian salah atau lupa tetap diberikan hukuman, meskipun bukan hukuman kejahatan, melainkan untuk kemaslahatan yang bersifat mendidik.
- Hukuman hanya akan dijatuhkan apabila kejahatan tersebut secara meyakinkan telah diperbuatnya.
- Berhati-hati dalam menentukan hukuman, membiarkan tidak dihukum dan menyerahkannya kepada allah apabila tidak cukup bukti.
- Kenaikan harga-harga barang akibat anggaran APBN yang dikorupsi
- Bertambahnya rakyat miskin dikarenakan uang tunjangan bagi rakyat miskin yang seharusnya disalurkan dikorupsi.
- Mahalnya biaya yang harus rakyat keluarkan untuk mendapatkan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan yang seharusnya bersubsidi.
- Kesenjangan pendapatan semakin tinggi.
- Banyaknya rkyat yang di PHK akibat perusahaan kecil tempat mereka kerja gulung tikar akibat dana investasinya dikorupsi.
- Dan masih banyak lagi dampak negatif korupsi.
- Korupsi juga memberikan kontribusi pada nilai defisit fiskal yang besar,meningkatkan income inequality, dikarenakan korupsi membedakan kesempatan individu dalam posisi tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas pemerintah pada biaya yang sesungguhnya ditanggung oleh masyarakat.Selain itu korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar.Karena korupsi juga mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi (2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar).Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
- Yang terakhir,dampak negatif korupsi terhadap perekonomian adalah korupsi membuat sejumlah investor kurang percaya untuk menanamkan modalnya di Indonesia dan lebih memilih menginvestasikannya ke negara-negara yang lebih aman seperti Cina dan India. Sebagai konsekuensinya, mengurangi pencapaian actual growth dari nilai potential growth yang lebih tinggi.Berkurangnya nilai investasi ini diduga berasal dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan dari yang seharusnya.Ini berdampak pada menurunnya growth yang dicapai.Na’udzu min dzalik!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar