Alkisah, ada seorang siswa yang berpenampilan berbeda dengan teman-teman di kelasnya. Baju seragamnya lusuh dan kusam. Seringkali dia menjadi bahan ejekan teman-temannya. Rasa percaya dirinya terkikis sedikit demi sedikit.
Suatu ketika, tanpa diduga sebelumnya. Hari itu wali kelasnya mengumumkan jika esok beliau akan pindah mengajar ke kota lain. Keesokan harinya, sebelum sang guru benar-benar pindah meninggalkan sekolah tersebut, murid-muridnya satu persatu memberikan hadiah sebagai kenang-kenangan. Hampir semua memberikan hadiah yang bernilai mahal secara harga. Satu persatu siswanya maju ke depan, memberikan hadiah kepada gurunya dengan perasaan bangga.
Sampai kemudian tinggal satu siswa yang malu-malu maju ke depan. Teman-temannya, seperti biasa, mengejeknya. Tapi siswa tadi mencoba kuat melangkah ke depan. Dikeluarkannya beberapa barang dari kantong bajunya. Botol minyak wangi yang hanya tinggal sisa sedikit dan sebuah kalung yang sudah lusuh. Dengan perasaan amat cemas diulurkan barang-barang tersebut pada gurunya. Subhanallah. Hanya dalam hitungan detik, sang guru tertegun dan memeluk siswanya tersebut. Tentu saja siswa tadi terperanjat, kaget dan sangat terharu. Dia sangat tidak menyangka. Pemberiaannya yang amat sederhana tersebut diterima sang guru dengan ekspresi kehangatan dan kecintaan yang luar biasa.
Beberapa tahun kemudian. Ada sepucuk surat diterima seorang guru di kota yang berbeda. Bertanya-tanya guru tersebut, siapa pengirimnya ? Tak sabar, dibukalah amplop surat tersebut dan dibacalah segera. Air mata haru dan bahagia mengalir di kedua pipi sang guru. Ingatannya melayang pada episode kepindahannya ke kota ini beberapa tahun yang lalu. Ternyata keikhlasan dan ekspresi kehangatan menerima hadiah sederhana dari siswanya tadi telah membuat rasa percaya diri pada seorang anak kecil yang selama ini jadi bahan ejekan teman-temannya kembali bangkit.
Sejak ibu menerima hadiah sederhana tersebut, saya menjadi percaya diri. Bahwa berharganya seseorang bukan karena kemewahan hartanya. Minyak wangi dan kalung itu adalah pemberian terakhir ibu saya sesaat sebelum beliau meninggal. Barang yang sangat saya sayangi. Sejak itu saya belajar dengan giat tanpa memperdulikan ejekan teman. Dan sekarang, alhamdullah saya telah menjadi seorang sarjana.
Itu adalah sepenggal kisah guru, yang tidak sekedar mengajar. Tapi memberi inspirasi yang luar biasa untuk muridnya. Kalau mau dikategorikan, ada beberapa tipe guru.
Yang pertama, tipe guru baik. Guru yang hanya sekedar mengajar. Guru tipe ini sudah cukup puas jika siswanya yang asalnya tidak mengerti menjadi mengerti.
Tipe yang kedua adalah tipe guru lebih baik. Guru ini memberi contoh dan keteladanan kepada siswanya.
Dan tipe guru yang ketiga adalah tipe guru terbaik. Guru tipe ini yang memberi inspirasi dan kekuatan baru untuk siswanya.
Seperti kisah di atas. Pertanyaannya sekarang adalah, dari ketiga tipe guru tadi, kita para guru termasuk pada katagori tipe yang mana ? Tipe pertama, kedua atau ketiga ? Atau malah tidak masuk dalam 3 katagori tersebut ? Atau hanya sebagai guru yang hanya datang dan memberikan tugas. Datang dan marah-marah. Datang dan mencemooh serta menghukum siswa ? Datang dan membanding bandingkan siswa-siswanya ? Ketika sekarang tren digaungkannya pendidikan berkarakter.
Sebelum siswanya punya karakter baik tentu para guru harus bisa memberikan keteladanan dan inspirasi kepada siswanya. Tak mungkin siswa dapat berkarakter baik jika para gurunya jauh dari katagori tersebut. Sudah saatnya, kita para guru, menata hati, menata kata, menata sikap dan perilaku agar murid-murid bangga dengan gurunya. Agar bangsa ini segera keluar dari keterpurukannya.
Mari kita lakukan, sekarang !!. Mohon dinyanyikan seperti lagu Halo-halo Bandung!
� Halo-halo guru, bangunlah kau guru semua
� Halo-halo guru, kenapa kau diam saja
� Sudah lama kita tidak berjumpa denganmu
� Sekarang, tiba saatnya bangkit dan sadar,
� Bangunlah guru semua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar