Ujian nasional bukanlah hal yang asing lagi dalam dunia pendidikan Indonesia. Sebagai salah satu program kerja pemerintah, ujian nasional diadakan untuk menjadi tolak ukur kemampuan siswa terhadap pendidikan yang mereka jalankan.
Lewat ujian nasional, kemampuan siswa terhadap mata pelajaran yang sudah dipelajari selama masa pendidikan dapat terlihat, apakah sudah berhasil dikuasai atau belum. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa berhasilnya ujian nasional seorang siswa menandakan keberhasilan pendidikan yang diberikan para guru.
Melalui persentase kelulusan siswanya maka efektifitas kegiatan belajar mengajar masing-masing sekolah dapat dievaluasi oleh pemerintah.
Prestasi siswa melalui nilai-nilai ujian nasional dan nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik menunjukkan semakin meninggkatnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Penundaan ujian nasional (UN), kurangnya berkas-berkas ujian menjadi fakta-fakta suram yang menghiasi ujian nasional Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/ Sekolah Menengah Atas (SLTA/SMA) dan yang sederajat pada saat ini.
Bahkan penundaan jadwal ujian ini terjadi pada 11 provinsi di Indonesia. Fakta-fakta yang tersaji tersebut merupakan kondisi nyata yang dihadapai pasa masa ujian nasional tahun 2013 ini.
Berbagai kekhawatiran bermunjulan dalam merespon fenomena-fenomena tersebut, salah satunya adalah kekhawatiran terhadap bocornya soal dan jawaban ujian nasional akibat belum diterimanya berkas soal-soal ujian nasional tepat pada jadwal ujian nasional SLTA/SMA yang telah ditetapkan, yaitu tanggal 15 April 2013.
Ketakutan terhadap bocornya jawaban dan soal-soal ujian nasional tersebut pada dasarnya cukup beralasan. Hal ini dikarenakan dalam lima tahun terakhir, kebocoran soal-soal maupun jawaban ujian nasional merupakan kasus yang umum terjadi.
Keinginan peserta didik untuk lulus, serta keinginan sekolah-sekolah untuk bisa meluluskan seluruh peserta didiknya mendorong baik peserta didik maupun sekolah untuk melakukan segala cara termasuk kecurangan seperti mencari kunci jawaban soal-soal ujian maupun menyalin soal ujian yang telah menunggu hari "H" untuk dibagikan agar dapat dibahas sebelum ujian nasional dimulai.
Gagal lulus dari ujian nasional dianggap sebagai hal yang tabu bahkan aib baik bagi sekolah maupun peserta didik. Bahkan kita dapat melihat pemberitaan setelah ujian nasional di mulai dan setelah pengumuman hasil ujian nasional yang memberitakan peserta didik yang melakukan tindakan bunuh diri.
Alasan mereka melakukan hal tersebut pada umumnya adalah karena depresi tidak bisa menjawab soal ujian, takut dan malu tidak lulus ujian nasional.
Quo Vadis Ujian Nasional
Sebelum berbicara tentang mau dibawa kemana (quo vadis) ujian nasional ini, penulis ingin mengingatkan kembali hakikat pendidikan yang sebenarnya.
Apabila kita membaca buku berjudul Pendidikan Pedagogi karya Paulo Freire, kita juga dapat menemukan tujuan mulia dari pendidikan adalah untuk mewujudkan kebebasan berpikir kepada peserta didik.
Menurut Freire, pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang menggunakan metode arkeologi pendidikan. Metode arkeologi pendidikan merupakan metode yang menjadikan siswa sebagai subjek pendidikan, bukan sebagai objek pendidikan sebagaimana di dalam metode pendidikan mencawan seperti yang diterapkan selama ini yang menjadikan siswa sebagai objek pendidikan.
Konsep arkeologi pendidikan menghendaki dalam proses pendidikan lebih banyak terjadi tukar pikiran antara pendidik dan peserta didik seputar keilmuan dan realita sosial yang ada dilingkungan mereka.
Melalui pertukaran pikiran ini akan mendorong peserta didik untuk lebih memahami ilmu yang mereka terima serta lebih memahami realita masyarakan di tempat tinggal mereka. Dengan pemahaman tersebut maka akan dihasilkan generasi penerus yang berwawasan luas, kritis, dan lebih memahami keilmuan yang mereka miliki.
Sejalan dengan pemikiran Paulo Freire tersebut, para pendiri negara Indonesia khususnya Ki Hajar Dewantara memiliki cita-cita luhur bahwa pendidikan tidak hanya untuk merubah masa depan dan menjamin kebebebasan, akan tetapi pendidikan juga sebagai sebuah jalan untuk memanusiakan manusia (humanisasi).
Konsep humanisasi ini diajukan oleh Ki Hajar Dewantara selaku menteri pendidikan pertama Republik Indonesia.
Konsep ini diajukan karena beliau berpendapat bahwa di dalam suatu proses kegiatan pendidikan ada pembelajaran yang merupakan perwujudan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan.
Sehingga sesungguhnya konsep pendidikan bangsa Indonesia merupakan upaya yang dilakukan bangsa Indonesia melalui pemerintahnya untuk membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan cara membuka tabir dari sifat alami manusia.
Selain itu, melalui pendidikan bangsa Indonesia mampu mewujudkan keadilan sosial melalui kesetaraan derajat dan penghapusan sistem feodal yang kental dengan nuansa kastanisasi, serta melalui pendidikan juga diharapkan setiap peserta didik mampu melakukan penguasaan diri sebab penguasaan diri adalah esensi dari pendidikan yang memanusiakan manusia tersebut.
Apabila peserta didik telah mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu menentukan sikap dengan demikian akan tumbuh sikap mandiri dan dewasa di dalam diri setiap peserta didik yang pada akhirnya sangat dibutuhkan untuk membangun negara Indonesia.
Lalu bagaimana dengan keberadaan ujian nasional terhadap esensi pendidikan Indonesia. Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka menurut hemat penulis pemerintah Indonesia perlu melakukan evaluasi tentang urgensi pelaksanaan ujian nasional.
Jika memang ujian nasional dianggap perlu sebagai satu-satunya cara untuk melakukan evaluasi kegiatan pendidikan dan juga kualitas pendidikan di Indonesia.
Maka pemerintah harus melakukan revisi terhadap mekanisme pelasanaan ujian nasional, perbaikan kualitas tenaga pendidik, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan yang terpenting lagi adalah melukan investigasi terhadap keterlambatan distribusi berkas-berkas yang terkait dengan ujian nasional tahun 2013 ini serta menindak tegas oknum-oknum yang dengan sengaja melakukan kecurangan selama proses distribusi berkas ujian nasional hingga pelaksanaan ujian nasional.
Sebab sia-sia saja selama ini kita berusaha meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, membrantas korupsi dan kecurangan-kecurangan di dalam masyarakat, sementara secara tidak langsung negara juga melakukan pembiaran terhadap peningkatan mutu pendidikan, kecurangan dilakukan oleh institusi pendidikan dan peserta didik selaku generasi penerus bangsa selama ujian nasional berlangsung.
Lewat ujian nasional, kemampuan siswa terhadap mata pelajaran yang sudah dipelajari selama masa pendidikan dapat terlihat, apakah sudah berhasil dikuasai atau belum. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa berhasilnya ujian nasional seorang siswa menandakan keberhasilan pendidikan yang diberikan para guru.
Melalui persentase kelulusan siswanya maka efektifitas kegiatan belajar mengajar masing-masing sekolah dapat dievaluasi oleh pemerintah.
Prestasi siswa melalui nilai-nilai ujian nasional dan nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik menunjukkan semakin meninggkatnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Penundaan ujian nasional (UN), kurangnya berkas-berkas ujian menjadi fakta-fakta suram yang menghiasi ujian nasional Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/ Sekolah Menengah Atas (SLTA/SMA) dan yang sederajat pada saat ini.
Bahkan penundaan jadwal ujian ini terjadi pada 11 provinsi di Indonesia. Fakta-fakta yang tersaji tersebut merupakan kondisi nyata yang dihadapai pasa masa ujian nasional tahun 2013 ini.
Berbagai kekhawatiran bermunjulan dalam merespon fenomena-fenomena tersebut, salah satunya adalah kekhawatiran terhadap bocornya soal dan jawaban ujian nasional akibat belum diterimanya berkas soal-soal ujian nasional tepat pada jadwal ujian nasional SLTA/SMA yang telah ditetapkan, yaitu tanggal 15 April 2013.
Ketakutan terhadap bocornya jawaban dan soal-soal ujian nasional tersebut pada dasarnya cukup beralasan. Hal ini dikarenakan dalam lima tahun terakhir, kebocoran soal-soal maupun jawaban ujian nasional merupakan kasus yang umum terjadi.
Keinginan peserta didik untuk lulus, serta keinginan sekolah-sekolah untuk bisa meluluskan seluruh peserta didiknya mendorong baik peserta didik maupun sekolah untuk melakukan segala cara termasuk kecurangan seperti mencari kunci jawaban soal-soal ujian maupun menyalin soal ujian yang telah menunggu hari "H" untuk dibagikan agar dapat dibahas sebelum ujian nasional dimulai.
Gagal lulus dari ujian nasional dianggap sebagai hal yang tabu bahkan aib baik bagi sekolah maupun peserta didik. Bahkan kita dapat melihat pemberitaan setelah ujian nasional di mulai dan setelah pengumuman hasil ujian nasional yang memberitakan peserta didik yang melakukan tindakan bunuh diri.
Alasan mereka melakukan hal tersebut pada umumnya adalah karena depresi tidak bisa menjawab soal ujian, takut dan malu tidak lulus ujian nasional.
Quo Vadis Ujian Nasional
Sebelum berbicara tentang mau dibawa kemana (quo vadis) ujian nasional ini, penulis ingin mengingatkan kembali hakikat pendidikan yang sebenarnya.
Apabila kita membaca buku berjudul Pendidikan Pedagogi karya Paulo Freire, kita juga dapat menemukan tujuan mulia dari pendidikan adalah untuk mewujudkan kebebasan berpikir kepada peserta didik.
Menurut Freire, pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang menggunakan metode arkeologi pendidikan. Metode arkeologi pendidikan merupakan metode yang menjadikan siswa sebagai subjek pendidikan, bukan sebagai objek pendidikan sebagaimana di dalam metode pendidikan mencawan seperti yang diterapkan selama ini yang menjadikan siswa sebagai objek pendidikan.
Konsep arkeologi pendidikan menghendaki dalam proses pendidikan lebih banyak terjadi tukar pikiran antara pendidik dan peserta didik seputar keilmuan dan realita sosial yang ada dilingkungan mereka.
Melalui pertukaran pikiran ini akan mendorong peserta didik untuk lebih memahami ilmu yang mereka terima serta lebih memahami realita masyarakan di tempat tinggal mereka. Dengan pemahaman tersebut maka akan dihasilkan generasi penerus yang berwawasan luas, kritis, dan lebih memahami keilmuan yang mereka miliki.
Sejalan dengan pemikiran Paulo Freire tersebut, para pendiri negara Indonesia khususnya Ki Hajar Dewantara memiliki cita-cita luhur bahwa pendidikan tidak hanya untuk merubah masa depan dan menjamin kebebebasan, akan tetapi pendidikan juga sebagai sebuah jalan untuk memanusiakan manusia (humanisasi).
Konsep humanisasi ini diajukan oleh Ki Hajar Dewantara selaku menteri pendidikan pertama Republik Indonesia.
Konsep ini diajukan karena beliau berpendapat bahwa di dalam suatu proses kegiatan pendidikan ada pembelajaran yang merupakan perwujudan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan.
Sehingga sesungguhnya konsep pendidikan bangsa Indonesia merupakan upaya yang dilakukan bangsa Indonesia melalui pemerintahnya untuk membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan cara membuka tabir dari sifat alami manusia.
Selain itu, melalui pendidikan bangsa Indonesia mampu mewujudkan keadilan sosial melalui kesetaraan derajat dan penghapusan sistem feodal yang kental dengan nuansa kastanisasi, serta melalui pendidikan juga diharapkan setiap peserta didik mampu melakukan penguasaan diri sebab penguasaan diri adalah esensi dari pendidikan yang memanusiakan manusia tersebut.
Apabila peserta didik telah mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu menentukan sikap dengan demikian akan tumbuh sikap mandiri dan dewasa di dalam diri setiap peserta didik yang pada akhirnya sangat dibutuhkan untuk membangun negara Indonesia.
Lalu bagaimana dengan keberadaan ujian nasional terhadap esensi pendidikan Indonesia. Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka menurut hemat penulis pemerintah Indonesia perlu melakukan evaluasi tentang urgensi pelaksanaan ujian nasional.
Jika memang ujian nasional dianggap perlu sebagai satu-satunya cara untuk melakukan evaluasi kegiatan pendidikan dan juga kualitas pendidikan di Indonesia.
Maka pemerintah harus melakukan revisi terhadap mekanisme pelasanaan ujian nasional, perbaikan kualitas tenaga pendidik, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan yang terpenting lagi adalah melukan investigasi terhadap keterlambatan distribusi berkas-berkas yang terkait dengan ujian nasional tahun 2013 ini serta menindak tegas oknum-oknum yang dengan sengaja melakukan kecurangan selama proses distribusi berkas ujian nasional hingga pelaksanaan ujian nasional.
Sebab sia-sia saja selama ini kita berusaha meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, membrantas korupsi dan kecurangan-kecurangan di dalam masyarakat, sementara secara tidak langsung negara juga melakukan pembiaran terhadap peningkatan mutu pendidikan, kecurangan dilakukan oleh institusi pendidikan dan peserta didik selaku generasi penerus bangsa selama ujian nasional berlangsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar