Seorang ulama besar, Ibnul Qayyim pernah memberi petuah bahwa di antara ciri-ciri kebahagiaan dan kemenangan seorang hamba ialah bila ilmu pengetahuannya bertambah, maka akan bertambah pula kerendahan hati dan kasih sayangnya. Setiap bertambah amal-amal shalih yang dilakukannya, akan bertambah pula rasa takut dan kehati-hatiannya dalam menjalankan perintah Allah. Semakin bertambah usianya, semakin berkuranglah ambisi ambisi keduniaannya. Ketika bertambah hartanya, bertambah pula kedermawanan dan pemberiannya pada sesama. Jika bertambah tinggi kemampuan dan kedudukannya, bertambahlah kedekatannya pada manusia dan semakin rendah hati pada mereka.
Sebaliknya, ciri-ciri kecelakaan seseorang adalah: Jika bertambah ilmu pengetahuannya, bertambah kesombongannya. Setiap bertambah amalnya, bertambah kebanggaannya pada diri sendiri dan penghinaannya pada orang lain. Bila semakin bertambah kemampuan dan kedudukannya semakin bertambah pula kesombongannya.
Para pendidik pada saat ini menghadapi kondisi yang begitu rawan: hati kesat dan berbagai penyakitnya seperti dengki dan ‘ujub yang tersebar luas. Begitu juga dengan anak didik yang tidak lagi memperhatikan etika, adab sopan-santun dan mengalami disorientasi dalam hidup.
Oleh karena itu, dalam proses pendidikan yang bertujuan untuk semakin mengenali potensi fitrah jiwa manusia dan semakin mendekatkan pada Sang Khaliq, seseorang perlu senantiasa melakukan Tazkiyatun Nafs (penyucian jiwa). Karena jiwa-jiwa yang kotor, hanya akan mencemari ilmu maupun amalan. Mengenali diri memang penting. Seperti kata khalifah Ali radhiallahu anhu “Man ‘arafa nafsahu, faqod ‘arofa Rabbahu,” orang yang mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya.
Rasulullah juga mengajarkan kita untuk lebih banyak bercermin dan mengevaluasi diri sendiri, ketimbang bercermin dan mengevaluasi orang lain. Karena orang yang sibuk oleh aib dan kekurangannya, kata Rasulullah lebih beruntung, ketimbang orang yang sibuk dengan kekurangan orang lain.
Sebaliknya, ciri-ciri kecelakaan seseorang adalah: Jika bertambah ilmu pengetahuannya, bertambah kesombongannya. Setiap bertambah amalnya, bertambah kebanggaannya pada diri sendiri dan penghinaannya pada orang lain. Bila semakin bertambah kemampuan dan kedudukannya semakin bertambah pula kesombongannya.
Para pendidik pada saat ini menghadapi kondisi yang begitu rawan: hati kesat dan berbagai penyakitnya seperti dengki dan ‘ujub yang tersebar luas. Begitu juga dengan anak didik yang tidak lagi memperhatikan etika, adab sopan-santun dan mengalami disorientasi dalam hidup.
Oleh karena itu, dalam proses pendidikan yang bertujuan untuk semakin mengenali potensi fitrah jiwa manusia dan semakin mendekatkan pada Sang Khaliq, seseorang perlu senantiasa melakukan Tazkiyatun Nafs (penyucian jiwa). Karena jiwa-jiwa yang kotor, hanya akan mencemari ilmu maupun amalan. Mengenali diri memang penting. Seperti kata khalifah Ali radhiallahu anhu “Man ‘arafa nafsahu, faqod ‘arofa Rabbahu,” orang yang mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya.
Rasulullah juga mengajarkan kita untuk lebih banyak bercermin dan mengevaluasi diri sendiri, ketimbang bercermin dan mengevaluasi orang lain. Karena orang yang sibuk oleh aib dan kekurangannya, kata Rasulullah lebih beruntung, ketimbang orang yang sibuk dengan kekurangan orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar