"Mereka tak pernah kelaparan meski di tengah padang pasir".
Selepas dari kejaran Firaun yang ditenggelamkan di Laut Merah, kisah Bani Israil bukan berakhir, namun justru bermula. Setelah lepas dari perbudakan bangsa Mesir, mereka memulai hidup baru yang dipenuhi rahmat Allah. Di bawah kepemimpinan Nabi Musa, mereka menjadi kaum yang paling mulia kala itu. Namun, saat hidup baru inilah banyak cerita menarik yang justru membuktikan sifat pembangkangan Bani Israil.
Alkisah, setelah menyelamatkan diri dari Mesir, Bani Israil digiring Nabi Musa menuju tanah yang dijanjikan, Palestina. Tentu bukan perjalanan yang singkat, apalagi kala itu tak ada arah jalan dan rutenya pun didominasi padang pasir. Dengan kekuasaan Allah, bisa saja Allah mempercepat perjalanan mereka.
Namun, dengan hikmah-Nya, banyak peristiwa terjadi selama perjalanan. Apalagi, sifat Bani Israil yang suka membangkang pada Musa membuat Allah geram hingga membuat mereka berputar-putar di padang pasir tak sampai jua ke tempat tujuan.
Meski diganjar berpuluh tahun tak jua sampai ke Palestina, Bani Israil masih saja mendapat rahmat Allah yang Maha Kasih dan Sayang. Allah mengutus awan untuk menaungi mereka. Alhasil, mereka tak pernah merasakan panas terik mentari meski di padang pasir yang menyengat sekalipun. Untuk minum, Allah pun memberi mukjizat kepada Nabi Musa. Sang Nabiyullah memukulkan tongkatnya ke sebuah batu hingga mengalirlah 12 mata air. Jumlah mata air tersebut sesuai dengan jumlah kabilah kaumnya.
Dengan rahmat Allah tersebut, Bani Israil hidup tenang di sebuah kawasan di Padang Sahara Tih. Meski bertahun-tahun berputar-putar di padang tersebut, mereka tak pernah menderita kesulitan, apalagi penyakit. Sifat membangkanglah yang justru diderita Bani Israil. Mereka tak pernah bersyukur atas rahmat Allah.
Dikisahkan, saat tinggal di sana, tak hanya naungan awan ataupun mata air yang didapatkan Bani Israil. Terdapat satu lagi rahmat Allah yang tak kalah luar biasa. Manna dan salwa, itulah anugerah Allah untuk memenuhi kebutuhan pangan Bani Israil. Manna merupakan makanan yang rasanya amat lezat nan manis layaknya madu. Warnanya pun putih cantik layaknya salju. Makanan ini sangat mudah ditemui Bani Israil.
Setiap pagi, mereka membawa keranjang untuk memunguti manna yang selalu ditemui melekat di batu-batu, pohon, ataupun kayu. Adapun salwa merupakan sejenis burung puyuh yang dagingnya empuk nan gurih. Salwa yang biasa terbang tinggi diperintahkan Allah untuk terbang rendah dan berbondong-bondong. Dengannya, Bani Israil amat sangat mudah untuk menangkapnya.
Dengan anugerah manna dan salwa, maka lengkaplah nikmat Bani Israil. Mereka tak pernah kelaparan meski di tengah padang pasir. Mereka tak pernah dijangkiti penyakit karena dua jenis makanan tersebut juga memiliki kandungan layaknya obat. Bahkan, di era Rasulullah, kedua jenis makanan ini termasuk dalam thibbun nabawi. Amat banyak manfaat yang dikandung. Keduanya benar-benar anugerah Allah yang banyak bagi Bani Israil. Secara etimologi, manna pun bermakna 'karunia' dan salwa bermakna 'penawar hati'.
Namun, apa yang terjadi pada Bani Israil setelah mendapat anugerah Allah tersebut? Seperti biasa, mereka membangkang. Suatu hari mereka menemui Nabiyullah Musa dan mengajukan protes. Mereka protes akan makanan yang itu-itu saja. Mereka bosan memakan manna dan salwa yang lezat dan penuh manfaat itu.
Mereka berkata, "Hai Musa, kami tak tahan dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan untuk kami apa-apa yang ditumbuhkan bumi, seperti sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas, dan bawang merah."
Mendengar permintaan tersebut, Musa tentu saja naik pitam. Namun, beliau merupakan utusan Allah yang sabar. Nabiyullah pun menjawab dengan sabar, "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta!" jawab Musa menyindir.
Namun, sindiran Musa dianggap lalu, Bani Israil tetap saja pergi ke kota. Mereka meninggalkan manna dan salwa demi memilih aneka kacang dan sayur tanpa daging. Di masa lalu, saat menjadi budak, mereka memang terbiasa memakan kacang adas dan bawang atau sayur mayur saja. Tentu saja makanan tersebut tak sebanding dengan manna dan salwa yang penuh manfaat dan amat lezat.
Apalagi, kacang adas yang sangat digemari Bani Israil itu justru menyebabkan banyak penyakit alih-alih membuat kenyang. Adas, makanan favorit mereka, mengandung zat yang membahayakan saraf, tak baik untuk pencernaan, berbahaya bagi sistem ekskresi, mengentalkan darah, dan lain sebagainya. Namun, Bani Israil justru merindukan makanan mereka yang banyak mudharat tersebut. Memang begitulah sifat Bani Israil. Mereka gemar membangkang dan melakukan hal sesuka hati mereka.
Allah pun berfirman, "Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (Surah al-Baqarah: 57).
Kisah tersebut memang terdapat dalam beberapa ayat Alquran. Allah mengisahkannya sebagai pelajaran bagi Muslimin agar tak mengikuti jejak Bani Israil. Beberapa yang menyebut kisah tersebut yakni Surah al-Baqarah ayat 57 hingga 61, Surah Thaha ayat 80, serta al-A'raf ayat 160.
Selepas dari kejaran Firaun yang ditenggelamkan di Laut Merah, kisah Bani Israil bukan berakhir, namun justru bermula. Setelah lepas dari perbudakan bangsa Mesir, mereka memulai hidup baru yang dipenuhi rahmat Allah. Di bawah kepemimpinan Nabi Musa, mereka menjadi kaum yang paling mulia kala itu. Namun, saat hidup baru inilah banyak cerita menarik yang justru membuktikan sifat pembangkangan Bani Israil.
Alkisah, setelah menyelamatkan diri dari Mesir, Bani Israil digiring Nabi Musa menuju tanah yang dijanjikan, Palestina. Tentu bukan perjalanan yang singkat, apalagi kala itu tak ada arah jalan dan rutenya pun didominasi padang pasir. Dengan kekuasaan Allah, bisa saja Allah mempercepat perjalanan mereka.
Namun, dengan hikmah-Nya, banyak peristiwa terjadi selama perjalanan. Apalagi, sifat Bani Israil yang suka membangkang pada Musa membuat Allah geram hingga membuat mereka berputar-putar di padang pasir tak sampai jua ke tempat tujuan.
Meski diganjar berpuluh tahun tak jua sampai ke Palestina, Bani Israil masih saja mendapat rahmat Allah yang Maha Kasih dan Sayang. Allah mengutus awan untuk menaungi mereka. Alhasil, mereka tak pernah merasakan panas terik mentari meski di padang pasir yang menyengat sekalipun. Untuk minum, Allah pun memberi mukjizat kepada Nabi Musa. Sang Nabiyullah memukulkan tongkatnya ke sebuah batu hingga mengalirlah 12 mata air. Jumlah mata air tersebut sesuai dengan jumlah kabilah kaumnya.
Dengan rahmat Allah tersebut, Bani Israil hidup tenang di sebuah kawasan di Padang Sahara Tih. Meski bertahun-tahun berputar-putar di padang tersebut, mereka tak pernah menderita kesulitan, apalagi penyakit. Sifat membangkanglah yang justru diderita Bani Israil. Mereka tak pernah bersyukur atas rahmat Allah.
Dikisahkan, saat tinggal di sana, tak hanya naungan awan ataupun mata air yang didapatkan Bani Israil. Terdapat satu lagi rahmat Allah yang tak kalah luar biasa. Manna dan salwa, itulah anugerah Allah untuk memenuhi kebutuhan pangan Bani Israil. Manna merupakan makanan yang rasanya amat lezat nan manis layaknya madu. Warnanya pun putih cantik layaknya salju. Makanan ini sangat mudah ditemui Bani Israil.
Setiap pagi, mereka membawa keranjang untuk memunguti manna yang selalu ditemui melekat di batu-batu, pohon, ataupun kayu. Adapun salwa merupakan sejenis burung puyuh yang dagingnya empuk nan gurih. Salwa yang biasa terbang tinggi diperintahkan Allah untuk terbang rendah dan berbondong-bondong. Dengannya, Bani Israil amat sangat mudah untuk menangkapnya.
Dengan anugerah manna dan salwa, maka lengkaplah nikmat Bani Israil. Mereka tak pernah kelaparan meski di tengah padang pasir. Mereka tak pernah dijangkiti penyakit karena dua jenis makanan tersebut juga memiliki kandungan layaknya obat. Bahkan, di era Rasulullah, kedua jenis makanan ini termasuk dalam thibbun nabawi. Amat banyak manfaat yang dikandung. Keduanya benar-benar anugerah Allah yang banyak bagi Bani Israil. Secara etimologi, manna pun bermakna 'karunia' dan salwa bermakna 'penawar hati'.
Namun, apa yang terjadi pada Bani Israil setelah mendapat anugerah Allah tersebut? Seperti biasa, mereka membangkang. Suatu hari mereka menemui Nabiyullah Musa dan mengajukan protes. Mereka protes akan makanan yang itu-itu saja. Mereka bosan memakan manna dan salwa yang lezat dan penuh manfaat itu.
Mereka berkata, "Hai Musa, kami tak tahan dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan untuk kami apa-apa yang ditumbuhkan bumi, seperti sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas, dan bawang merah."
Mendengar permintaan tersebut, Musa tentu saja naik pitam. Namun, beliau merupakan utusan Allah yang sabar. Nabiyullah pun menjawab dengan sabar, "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta!" jawab Musa menyindir.
Namun, sindiran Musa dianggap lalu, Bani Israil tetap saja pergi ke kota. Mereka meninggalkan manna dan salwa demi memilih aneka kacang dan sayur tanpa daging. Di masa lalu, saat menjadi budak, mereka memang terbiasa memakan kacang adas dan bawang atau sayur mayur saja. Tentu saja makanan tersebut tak sebanding dengan manna dan salwa yang penuh manfaat dan amat lezat.
Kacang Adas
Apalagi, kacang adas yang sangat digemari Bani Israil itu justru menyebabkan banyak penyakit alih-alih membuat kenyang. Adas, makanan favorit mereka, mengandung zat yang membahayakan saraf, tak baik untuk pencernaan, berbahaya bagi sistem ekskresi, mengentalkan darah, dan lain sebagainya. Namun, Bani Israil justru merindukan makanan mereka yang banyak mudharat tersebut. Memang begitulah sifat Bani Israil. Mereka gemar membangkang dan melakukan hal sesuka hati mereka.
Allah pun berfirman, "Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu manna dan salwa. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (Surah al-Baqarah: 57).
Kisah tersebut memang terdapat dalam beberapa ayat Alquran. Allah mengisahkannya sebagai pelajaran bagi Muslimin agar tak mengikuti jejak Bani Israil. Beberapa yang menyebut kisah tersebut yakni Surah al-Baqarah ayat 57 hingga 61, Surah Thaha ayat 80, serta al-A'raf ayat 160.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar