Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, "(Pasukan yang membawa) bendera hitam akan muncul dari Khurasan. Tak ada kekuatan yang mampu menahan laju mereka dan mereka akhirnya akan mencapai Yerusalem, di tempat itulah mereka akan mengibarkan benderanya." (HR. Tirmidzi).
Khurasan merupakan wilayah yang terbilang amat penting dalam sejarah peradaban Islam. Jauh sebelum pasukan tentara Islam menguasai wilayah itu, Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya telah menyebut-nyebut nama Khurasan. Letak geografis Khurasan sangat strategis dan banyak diincar para penguasa dari zaman ke zaman.
Pada awalnya, Khurasan Raya merupakan wilayah sangat luas membentang meliputi Kota Nishapur dan Tus (Iran); Herat, Balkh, Kabul dan Ghazni (Afghanistan); Merv dan Sanjan (Turkmenistan), Samarkand dan Bukhara (Uzbekistan); Khujand dan Panjakent (Tajikistan); Balochistan (Pakistan, Afghanistan, Iran).
Kini, nama Khurasan tetap abadi menjadi sebuah nama provinsi di sebelah Timur Republik Islam Iran. Luas provinsi itu mencapai 314 ribu kilometer persegi. Khurasan Iran berbatasan dengan Republik Turkmenistan di sebelah Utara dan di sebelah Timur dengan Afghanistan. Dalam bahasa Persia, Khurasan berarti ‘Tanah Matahari Terbit.’
Jejak peradaban manusia di Khurasan telah dimulai sejak beberapa ribu tahun sebelum masehi (SM). Sejarah mencatat, sebelum Aleksander Agung pada 330SM menguasai wilayah itu, Khurasan berada dalam kekuasaan Imperium Achaemenid Persia. Semenjak itu, Khurasan menjelma menjadi primadona yang diperebutkan para penguasa.
Pada abad ke-1 M, wilayah timur Khurasan Raya ditaklukkan Dinasti Khusan. Dinasti itu menyebarkan agama dan kebudayaan Budha. Tak heran, bila kemudian di kawasan Afghanistan banyak berdiri kuil. Jika wilayah timur dikuasai Dinasti Khusan, wilayah barat berada dalam genggaman Dinasti Sasanid yang menganut ajaran zoroaster yang menyembah api.
Khurasan memasuki babak baru ketika pasukan tentara Islam berhasil menaklukkan wilayah itu. Islam mulai menancapkan benderanya di Khurasan pada era Kekhalifahan Umar bin Khathab. Di bawah pimpinan komandan perang, Ahnaf bin Qais, pasukan tentara Islam mampu menerobos wilayah itu melalui Isfahan.
Dari Isfahan, pasukan Islam bergerak melalui dua rute yakni Rayy dan Nishapur. Untuk menguasai wilayah Khurasan, pasukan umat Islam disambut dengan perlawanan yang amat sengit dari Kaisar Persia bernama Yazdjurd. Satu demi satu tempat di Khurasan berhasil dikuasai pasukan tentara Islam. Kaisar Yazdjurd yang terdesak dari wilayah Khurasan akhirnya melarikan diri ke Oxus.
Setelah Khurasan berhasil dikuasai, Umar memerintahkan umat Muslim untuk melakukan konsolidasi di wilayah itu. Khalifah tak mengizinkan pasukan tentara Muslim untuk menyeberang ke Oxus. Umar lebih menyarankan tentara Islam melakukan ekspansi ke Transoxiana.
Sepeninggal Umar, pemberontakan terjadi di Khurasan. Wilayah itu menyatakan melepaskan diri dari otoritas Muslim. Kaisar Yazdjurd menjadikan Merv sebagai pusat kekuasaan. Namun, sebelum Yadzjurd berhadapan lagi dengan pasukan tentara Muslim yang akan merebut kembali Khurasan, dia dibunuh oleh pendukungnya yang tak loyal.
Khalifah Utsman bin Affan yang menggantikan Umar tak bisa menerima pemberontakan yang terjadi di Khurasan. Khalifah ketiga itu lalu memerintahkan Abdullah bin Amir, Gubernur Jenderal Basrah, untuk kembali merebut Khurasan. Dengan jumlah pasukan yang besar, umat Islam mampu merebut kembali Khurasan.
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, Khurasan merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Damaskus. Penduduk dan pemuka Khurasan turut serta membantu Dinasti Abbasiyah untuk menggulingkan Umayyah. Salah satu pemimpin Khurasan yang turut mendukung gerakan anti-Umayyah itu adalah Abu Muslim Khorasani antara tahun 747 M hingga 750 M.
Setelah Dinasti Abbasiyah berkuasa, Abu Muslim justru ditangkap dan dihukum oleh Khalifah Al-Mansur. Sejak itu, gerakan kemerdekaan untuk lepas dari kekuasaan Arab mulai menggema di Khurasan. Pemimpin gerakan kemerdekaan Khurasan dari Dinasti Abbasiyah itu adalah Tahir Phosanji pada tahun 821 M.
Ketika kekuatan Abbasiyah mulai melemah, lalu berdirilah dinasti-dinasti kecil yang menguasai Khurasan. Dinasti yang pertama muncul di Khurasan adalah Dinasti Saffariyah (861 M-1003 M). Setelah itu, Khurasan silih berganti jatuh dari satu dinasti ke dinasti Iran yang lainnya. Setelah kekuasaan Saffariyah melemah, Khurasan berada dalam genggaman Dinasti Iran lainnya, yakni Samanid.
Setelah itu, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan orang Turki di bawah Dinasti Ghaznavids pada akhir abad ke-10 M. Seabad kemudian, Khurasan menjadi wilayah kerajaan Seljuk. Pada abad ke-13 M, bangsa Mongol melakukan invasi dengan menghancurkan bangunan serta membunuhi penduduk di wilayah Khurasan.
Pada abad ke-14 M hingga 15 M, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Timurid yang didirikan Timur Lenk. Khurasan berkembang amat pesat pada saat dikuasai Dinasti Ghaznavids, Ghazni dan Timurid. Pada periode itu Khurasan menggeliat menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Tak heran, jika pada masa itu lahir dan muncul ilmuwan, sarjana serta penyair Persia terkemuka.
Sederet literatur Persia bernilai tinggi ditulis pada era itu. Nishapur, Herat, Ghazni dan Merv kota-kota penting di Khurasan menjadi pusat berkembangnya kebudayaan. Memasuki abad ke-16 M hingga 18, Khurasan berada dalam kekuasaan Dinasti Moghul. Di setiap periode, Khurasan selalu menjadi tempat yang penting.
Bangunan-bangunan bersejarah yang kini masih berdiri kokoh di Khurasan menjadi saksi kejayaan Khurasan di era kekhalifahan. Selain itu, naskah-naskah penting lainnya yang masih tersimpan dengan baik membuktikan bahwa Khurasan merupakan tempat yang penting bagi pengembangan ajaran Islam.
Baru-baru ini, Khurasan juga menjadi perbincangan. Kabarnya, dari daerah itulah Dajjal akan muncul. Bahkan, kabarnya Dajjal sudah muncul di Khurasan. Benarkah? Wallahua'lam.
Para Penguasa Timurid di Khurasan
Babur Ibnu Baysunkur (1449 M-1457 M)
Babur Ibnu Baysunkur atau yang lebih dikenal sebagai Abu’l-Qasim Babur merupakan penguasa pertama Dinasti Timurid di Khurasan. Dia memerintah selama delapan tahun. Babur merupakan cucu dari Syahrukh Mirza penguasa ketiga Dinasti Timurid di Samarkand.
Ia menguasai khurasan setelah wilayah itu sempat mengalami kekosongan kekuasaan. Dua daerah pertama yang didudukinya di wilayah Khurasan Raya adalah Mashad dan Herat pada 1449 M. Babur merupakan salah satu dari tiga penguasa paling penting di Dinasti Timurid setelah Ulugh Beg dan Sultan Muhammad.
Shah Mahmud (1446 M-1460 M)
Mahmud adalah putera Babur. Ia menggantikan posisi sang ayah sebagai penguasa Khurasan pada 1457 M. Mahmud merupakan cicit dari Timur Lenk, pendiri Dinasti Timurid. Uniknya, Mahmud menduduki tahta dalam usia 11 tahun. Beberapa pekan setelah naik tahta, Mahmud diusir sepupunya, Ibrahim dari Herat. Dia tak bisa bertahan lama memimpin di Khurasan.
Abu Said bin Muhammad (1424 M-1469 M)
Sama seperti halnya Mahmud, Abu Sa’id juga merupakan cicit Timur Lenk. Dia masih kemenakan Ulughbeg. Sebagai keturunan Timur ‘Sang Penakluk Dunia’, Abu Said juga memiliki semangat yang tinggi untuk menguasai wilayah seluas-luasnya. Di awal kekuasaannya, dia memperkuat barisan tentara untuk mengambil alih Samarkand dan Bukhara, namun gagal.
Abu Said lalu memperkuat basisnya di Yasi dan akhirnya mampu menguasai Turkistan pada 1450. Setahun kemudian, pasukan Abu Said berhasil menguasai Samarkand setelah mendapat bantuan dari Uzbek Turk di bawah pimpinan Abu’l-Khayr Shaybani Khan.
Yadigar Muhammad (1469 M-1470 M)
Cucu Syahrukh ini menguasai wilayah Khurasan pada 1469 hingga 1470. Dia mengendalikan kekuasaan Dinasti Timurid dari Herat.
Husein Bayqara
Cicit pendiri Dinasti Timurid, Timur Lenk itu menguasai Khurasan selama 37 tahun. Di bawah kepemimpinannya, Khurasan mengalami perkembangan dan kemajuan yang terbilang amat berarti.
Badi’ Az-Zaman
Dia adalah penguasa terakhir Dinasti Timurid di Khurasan. Badi’ adalah anak dari penguasa Timurid sebelumnya, yakni Husein Bayqara. Sebelum berkuasa, dia sempat bentrok dengan sang ayah. Di masa kepemimpinannya, Dinasti Timurid dilanda konflik. Hingga akhirnya dia meninggal pada tahun 1517. Setelah itu, kekuasaan Timurid di Khurasan pun mulai lenyap.
Saksi Sejarah Kejayaan Khurasan
Sebagai salah satu wilayah terpenting dalam sejarah peradaban Islam, Khurasan begitu kaya akan peninggalan bersejarah yang amat berharga.
Warisan sejarah yang menjadi saksi pasang-surut Islam di setiap periode dinasti yang menguasai wilayah itu hadir dalam berbagai bentuk, baik itu bangunan keagamaan, tempat-tempat yang dikeramatkan serta beragam naskah.
Pemerintah Iran telah menetapkan tak kurang dari 1.179 tempat dan bangunan di Provinsi Khurasan sebagai cagar budaya yang dilindungi. Tempat yang paling bersejarah di Khurasan itu antara lain; tempat suci Imam Reza, Masjid Goharshad, serta kuburan-kuburan tokoh-tokoh Islam yang wafat di Tanah Matahari Terbit itu.
Di provinsi itu, tepatnya di Neyshabour, terdapat makam tiga tokoh besar yakni Fariduddin Attar, Umar Khayyam, serta Kamal-ol-molk. Tempat yang paling banyak dikunjungi di wilayah itu adalah Masjid Goharshad serta kompleks Imam Reza yang berada di jantung, Mashad. Di pusat Mashad juga terdapat makam Nadir Shah Afshar.
Bukti sejarah penting lainnya yang terdapat di Khurasan adalah menara Akhangan yang berlokasi di utara Tus. Masih di kota Tus, juga terdapat kubah Haruniyah. Di tempat itu juga terdapat makam Imam Mohammad Ghazali. Bangunan bersejarah lainnya di Tus adalah bendeng (citadel) Tus.
Selain itu sejumlah naskah penting di era kekhalifahan yang masih tersimpan juga menjadi bukti betapa pentingnya Khurasan. Di antara naskah yang penting itu adalah puisi-puisi karya penyair terkemuka, seperti Jalaluddin Rumi. Naskah penting lainnya yang berasal dari Khurasan adalah Kitab Mizan Al-Hikmah, karya Al-Khazini.
Khurasan merupakan wilayah yang terbilang amat penting dalam sejarah peradaban Islam. Jauh sebelum pasukan tentara Islam menguasai wilayah itu, Rasulullah SAW dalam beberapa haditsnya telah menyebut-nyebut nama Khurasan. Letak geografis Khurasan sangat strategis dan banyak diincar para penguasa dari zaman ke zaman.
Pada awalnya, Khurasan Raya merupakan wilayah sangat luas membentang meliputi Kota Nishapur dan Tus (Iran); Herat, Balkh, Kabul dan Ghazni (Afghanistan); Merv dan Sanjan (Turkmenistan), Samarkand dan Bukhara (Uzbekistan); Khujand dan Panjakent (Tajikistan); Balochistan (Pakistan, Afghanistan, Iran).
Kini, nama Khurasan tetap abadi menjadi sebuah nama provinsi di sebelah Timur Republik Islam Iran. Luas provinsi itu mencapai 314 ribu kilometer persegi. Khurasan Iran berbatasan dengan Republik Turkmenistan di sebelah Utara dan di sebelah Timur dengan Afghanistan. Dalam bahasa Persia, Khurasan berarti ‘Tanah Matahari Terbit.’
Jejak peradaban manusia di Khurasan telah dimulai sejak beberapa ribu tahun sebelum masehi (SM). Sejarah mencatat, sebelum Aleksander Agung pada 330SM menguasai wilayah itu, Khurasan berada dalam kekuasaan Imperium Achaemenid Persia. Semenjak itu, Khurasan menjelma menjadi primadona yang diperebutkan para penguasa.
Pada abad ke-1 M, wilayah timur Khurasan Raya ditaklukkan Dinasti Khusan. Dinasti itu menyebarkan agama dan kebudayaan Budha. Tak heran, bila kemudian di kawasan Afghanistan banyak berdiri kuil. Jika wilayah timur dikuasai Dinasti Khusan, wilayah barat berada dalam genggaman Dinasti Sasanid yang menganut ajaran zoroaster yang menyembah api.
Khurasan memasuki babak baru ketika pasukan tentara Islam berhasil menaklukkan wilayah itu. Islam mulai menancapkan benderanya di Khurasan pada era Kekhalifahan Umar bin Khathab. Di bawah pimpinan komandan perang, Ahnaf bin Qais, pasukan tentara Islam mampu menerobos wilayah itu melalui Isfahan.
Dari Isfahan, pasukan Islam bergerak melalui dua rute yakni Rayy dan Nishapur. Untuk menguasai wilayah Khurasan, pasukan umat Islam disambut dengan perlawanan yang amat sengit dari Kaisar Persia bernama Yazdjurd. Satu demi satu tempat di Khurasan berhasil dikuasai pasukan tentara Islam. Kaisar Yazdjurd yang terdesak dari wilayah Khurasan akhirnya melarikan diri ke Oxus.
Setelah Khurasan berhasil dikuasai, Umar memerintahkan umat Muslim untuk melakukan konsolidasi di wilayah itu. Khalifah tak mengizinkan pasukan tentara Muslim untuk menyeberang ke Oxus. Umar lebih menyarankan tentara Islam melakukan ekspansi ke Transoxiana.
Sepeninggal Umar, pemberontakan terjadi di Khurasan. Wilayah itu menyatakan melepaskan diri dari otoritas Muslim. Kaisar Yazdjurd menjadikan Merv sebagai pusat kekuasaan. Namun, sebelum Yadzjurd berhadapan lagi dengan pasukan tentara Muslim yang akan merebut kembali Khurasan, dia dibunuh oleh pendukungnya yang tak loyal.
Khalifah Utsman bin Affan yang menggantikan Umar tak bisa menerima pemberontakan yang terjadi di Khurasan. Khalifah ketiga itu lalu memerintahkan Abdullah bin Amir, Gubernur Jenderal Basrah, untuk kembali merebut Khurasan. Dengan jumlah pasukan yang besar, umat Islam mampu merebut kembali Khurasan.
Ketika Dinasti Umayyah berkuasa, Khurasan merupakan bagian dari wilayah pemerintahan Islam yang berpusat di Damaskus. Penduduk dan pemuka Khurasan turut serta membantu Dinasti Abbasiyah untuk menggulingkan Umayyah. Salah satu pemimpin Khurasan yang turut mendukung gerakan anti-Umayyah itu adalah Abu Muslim Khorasani antara tahun 747 M hingga 750 M.
Setelah Dinasti Abbasiyah berkuasa, Abu Muslim justru ditangkap dan dihukum oleh Khalifah Al-Mansur. Sejak itu, gerakan kemerdekaan untuk lepas dari kekuasaan Arab mulai menggema di Khurasan. Pemimpin gerakan kemerdekaan Khurasan dari Dinasti Abbasiyah itu adalah Tahir Phosanji pada tahun 821 M.
Ketika kekuatan Abbasiyah mulai melemah, lalu berdirilah dinasti-dinasti kecil yang menguasai Khurasan. Dinasti yang pertama muncul di Khurasan adalah Dinasti Saffariyah (861 M-1003 M). Setelah itu, Khurasan silih berganti jatuh dari satu dinasti ke dinasti Iran yang lainnya. Setelah kekuasaan Saffariyah melemah, Khurasan berada dalam genggaman Dinasti Iran lainnya, yakni Samanid.
Setelah itu, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan orang Turki di bawah Dinasti Ghaznavids pada akhir abad ke-10 M. Seabad kemudian, Khurasan menjadi wilayah kerajaan Seljuk. Pada abad ke-13 M, bangsa Mongol melakukan invasi dengan menghancurkan bangunan serta membunuhi penduduk di wilayah Khurasan.
Pada abad ke-14 M hingga 15 M, Khurasan menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Timurid yang didirikan Timur Lenk. Khurasan berkembang amat pesat pada saat dikuasai Dinasti Ghaznavids, Ghazni dan Timurid. Pada periode itu Khurasan menggeliat menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Tak heran, jika pada masa itu lahir dan muncul ilmuwan, sarjana serta penyair Persia terkemuka.
Sederet literatur Persia bernilai tinggi ditulis pada era itu. Nishapur, Herat, Ghazni dan Merv kota-kota penting di Khurasan menjadi pusat berkembangnya kebudayaan. Memasuki abad ke-16 M hingga 18, Khurasan berada dalam kekuasaan Dinasti Moghul. Di setiap periode, Khurasan selalu menjadi tempat yang penting.
Bangunan-bangunan bersejarah yang kini masih berdiri kokoh di Khurasan menjadi saksi kejayaan Khurasan di era kekhalifahan. Selain itu, naskah-naskah penting lainnya yang masih tersimpan dengan baik membuktikan bahwa Khurasan merupakan tempat yang penting bagi pengembangan ajaran Islam.
Baru-baru ini, Khurasan juga menjadi perbincangan. Kabarnya, dari daerah itulah Dajjal akan muncul. Bahkan, kabarnya Dajjal sudah muncul di Khurasan. Benarkah? Wallahua'lam.
Makam Imam Syiah, Imam Reza, yang banyak dikunjungi peziarah, terletak di Kota Mashad, Ibukota Khurasan.
Para Penguasa Timurid di Khurasan
Babur Ibnu Baysunkur (1449 M-1457 M)
Babur Ibnu Baysunkur atau yang lebih dikenal sebagai Abu’l-Qasim Babur merupakan penguasa pertama Dinasti Timurid di Khurasan. Dia memerintah selama delapan tahun. Babur merupakan cucu dari Syahrukh Mirza penguasa ketiga Dinasti Timurid di Samarkand.
Ia menguasai khurasan setelah wilayah itu sempat mengalami kekosongan kekuasaan. Dua daerah pertama yang didudukinya di wilayah Khurasan Raya adalah Mashad dan Herat pada 1449 M. Babur merupakan salah satu dari tiga penguasa paling penting di Dinasti Timurid setelah Ulugh Beg dan Sultan Muhammad.
Shah Mahmud (1446 M-1460 M)
Mahmud adalah putera Babur. Ia menggantikan posisi sang ayah sebagai penguasa Khurasan pada 1457 M. Mahmud merupakan cicit dari Timur Lenk, pendiri Dinasti Timurid. Uniknya, Mahmud menduduki tahta dalam usia 11 tahun. Beberapa pekan setelah naik tahta, Mahmud diusir sepupunya, Ibrahim dari Herat. Dia tak bisa bertahan lama memimpin di Khurasan.
Abu Said bin Muhammad (1424 M-1469 M)
Sama seperti halnya Mahmud, Abu Sa’id juga merupakan cicit Timur Lenk. Dia masih kemenakan Ulughbeg. Sebagai keturunan Timur ‘Sang Penakluk Dunia’, Abu Said juga memiliki semangat yang tinggi untuk menguasai wilayah seluas-luasnya. Di awal kekuasaannya, dia memperkuat barisan tentara untuk mengambil alih Samarkand dan Bukhara, namun gagal.
Abu Said lalu memperkuat basisnya di Yasi dan akhirnya mampu menguasai Turkistan pada 1450. Setahun kemudian, pasukan Abu Said berhasil menguasai Samarkand setelah mendapat bantuan dari Uzbek Turk di bawah pimpinan Abu’l-Khayr Shaybani Khan.
Yadigar Muhammad (1469 M-1470 M)
Cucu Syahrukh ini menguasai wilayah Khurasan pada 1469 hingga 1470. Dia mengendalikan kekuasaan Dinasti Timurid dari Herat.
Husein Bayqara
Cicit pendiri Dinasti Timurid, Timur Lenk itu menguasai Khurasan selama 37 tahun. Di bawah kepemimpinannya, Khurasan mengalami perkembangan dan kemajuan yang terbilang amat berarti.
Badi’ Az-Zaman
Dia adalah penguasa terakhir Dinasti Timurid di Khurasan. Badi’ adalah anak dari penguasa Timurid sebelumnya, yakni Husein Bayqara. Sebelum berkuasa, dia sempat bentrok dengan sang ayah. Di masa kepemimpinannya, Dinasti Timurid dilanda konflik. Hingga akhirnya dia meninggal pada tahun 1517. Setelah itu, kekuasaan Timurid di Khurasan pun mulai lenyap.
Masjid Goharshad di Khurasan.
Saksi Sejarah Kejayaan Khurasan
Sebagai salah satu wilayah terpenting dalam sejarah peradaban Islam, Khurasan begitu kaya akan peninggalan bersejarah yang amat berharga.
Warisan sejarah yang menjadi saksi pasang-surut Islam di setiap periode dinasti yang menguasai wilayah itu hadir dalam berbagai bentuk, baik itu bangunan keagamaan, tempat-tempat yang dikeramatkan serta beragam naskah.
Pemerintah Iran telah menetapkan tak kurang dari 1.179 tempat dan bangunan di Provinsi Khurasan sebagai cagar budaya yang dilindungi. Tempat yang paling bersejarah di Khurasan itu antara lain; tempat suci Imam Reza, Masjid Goharshad, serta kuburan-kuburan tokoh-tokoh Islam yang wafat di Tanah Matahari Terbit itu.
Di provinsi itu, tepatnya di Neyshabour, terdapat makam tiga tokoh besar yakni Fariduddin Attar, Umar Khayyam, serta Kamal-ol-molk. Tempat yang paling banyak dikunjungi di wilayah itu adalah Masjid Goharshad serta kompleks Imam Reza yang berada di jantung, Mashad. Di pusat Mashad juga terdapat makam Nadir Shah Afshar.
Bukti sejarah penting lainnya yang terdapat di Khurasan adalah menara Akhangan yang berlokasi di utara Tus. Masih di kota Tus, juga terdapat kubah Haruniyah. Di tempat itu juga terdapat makam Imam Mohammad Ghazali. Bangunan bersejarah lainnya di Tus adalah bendeng (citadel) Tus.
Selain itu sejumlah naskah penting di era kekhalifahan yang masih tersimpan juga menjadi bukti betapa pentingnya Khurasan. Di antara naskah yang penting itu adalah puisi-puisi karya penyair terkemuka, seperti Jalaluddin Rumi. Naskah penting lainnya yang berasal dari Khurasan adalah Kitab Mizan Al-Hikmah, karya Al-Khazini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar