Saat Barat dirundung masa kegelapan (dark ages), dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan (golden ages). Doktrin gereja mengungkung nyaris sebagian kawasan Eropa, sementara dunia Islam membuka diri terhadap sains. Pun, demikian di bidang politik.
Dunia mengenal betul nama Niccolo Machiavelli, seorang filsuf dan politikus asal Italia. Dia dikagumi lantaran kiprahnya sebagai pencetus politik modern di Eropa.
Dialah yang melepaskan Eropa dari belenggu kediktatoran politik di zaman kegelapan menuju realisme politik di zaman pencerahan. Dialah yang mendobrak kebodohan masyarakat Barat menuju era revolusi dan kebangkitan Barat, renaissance.
Namun, siapa sangka, Machiavelli ternyata pernah pergi ke Andalusia untuk menjadi "santri". Di negeri yang saat itu dikuasai kekhalifahan Umayyah tersebut, ia mempelajari bahasa Arab, kemudian mempelajari politik Islam. Ia mempelajari kitab Muqaddimah, sebuah magnum opus sang maestro politik Islam asal Maroko, Ibnu Khaldun.
Dalam mahakaryanya bertajuk Il Prince (The Prince), Machiavelli banyak mengutip pendapat Ibnu Khaldun. Manuskrip karyanya ini disimpan di Universitas Sorbone, Prancis, tapi perpustakan Alexandria Mesir memiliki duplikatnya dengan isi yang masih sama persis. Berbahasa latin Italia, Il Prince memiliki kutipan-kutipan huruf hijaiah Arab alifIbnu dan khauntuk Khaldun.
Temuan ini diungkap oleh Direktur Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia Dr Abdul Muta'ali MA MIP dalam penelitiannya. Dia menyarikan pemikiran politik Machiavelli dan Ibnu Khaldun, lalu membandingkan antara keduanya.
Si penulis menemukan banyaknya pengaruh Ibnu Khaldun pada pemikiran Machiavelli. Konsep negara kuat, demikian persamaan pemikiran dua ilmuan politik tersebut.
Baik Ibnu Kholdun maupun Niccolo Machiavelli, memiliki empat konsep pokok yang dibutuhkan untuk membangun negara kuat, yakni peran agama, pemimpin yang kuat, angkatan perang, dan ekspansi militer.
Meski rincian konsepnya berbeda, keduanya memiliki rumusan tujuan yang sama, yakni empat konsep tersebut yang mampu melahirkan negara kuat.Reff
Dunia mengenal betul nama Niccolo Machiavelli, seorang filsuf dan politikus asal Italia. Dia dikagumi lantaran kiprahnya sebagai pencetus politik modern di Eropa.
Dialah yang melepaskan Eropa dari belenggu kediktatoran politik di zaman kegelapan menuju realisme politik di zaman pencerahan. Dialah yang mendobrak kebodohan masyarakat Barat menuju era revolusi dan kebangkitan Barat, renaissance.
Namun, siapa sangka, Machiavelli ternyata pernah pergi ke Andalusia untuk menjadi "santri". Di negeri yang saat itu dikuasai kekhalifahan Umayyah tersebut, ia mempelajari bahasa Arab, kemudian mempelajari politik Islam. Ia mempelajari kitab Muqaddimah, sebuah magnum opus sang maestro politik Islam asal Maroko, Ibnu Khaldun.
Dalam mahakaryanya bertajuk Il Prince (The Prince), Machiavelli banyak mengutip pendapat Ibnu Khaldun. Manuskrip karyanya ini disimpan di Universitas Sorbone, Prancis, tapi perpustakan Alexandria Mesir memiliki duplikatnya dengan isi yang masih sama persis. Berbahasa latin Italia, Il Prince memiliki kutipan-kutipan huruf hijaiah Arab alifIbnu dan khauntuk Khaldun.
Temuan ini diungkap oleh Direktur Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia Dr Abdul Muta'ali MA MIP dalam penelitiannya. Dia menyarikan pemikiran politik Machiavelli dan Ibnu Khaldun, lalu membandingkan antara keduanya.
Si penulis menemukan banyaknya pengaruh Ibnu Khaldun pada pemikiran Machiavelli. Konsep negara kuat, demikian persamaan pemikiran dua ilmuan politik tersebut.
Baik Ibnu Kholdun maupun Niccolo Machiavelli, memiliki empat konsep pokok yang dibutuhkan untuk membangun negara kuat, yakni peran agama, pemimpin yang kuat, angkatan perang, dan ekspansi militer.
Meski rincian konsepnya berbeda, keduanya memiliki rumusan tujuan yang sama, yakni empat konsep tersebut yang mampu melahirkan negara kuat.Reff
Tidak ada komentar:
Posting Komentar