“If the world were a single state, Istanbul would have been its capital”. Sepatah kalimat dari Napoleon Bonaparte ini telah cukup untuk menggambarkan betapa menarik dan penting Kota Istanbul.
Kota di Turki ini memang sarat nilai sejarah, budaya, hingga peradaban. Bukan hanya satu bangsa, melainkan beragam bangsa pernah menorehkan peradaban di sana.
Bagi Muslimin yang pernah melancong ke Istanbul, pasti mengakui keindahan kota di negara Turki tersebut. Bangunan artistik sarat nilai sejarah banyak berdiri di kota yang menghubungkan Eropa dan Asia tersebut. Perpaduan seni antara Eropa, Timur Tengah, dan Asia membuat Istanbul memiliki keindahan yang unik.
Kota Istanbul terletak di wilayah Marmara, termasuk bagian Benua Eropa, tepatnya di perbatasan antara Eropa dan Asia. Posisi ini menjadikan Istanbul sebagai pintu gerbang Asia menuju Eropa atau sebaliknya.
Selain itu, kota itu berada di antara Selat Bosporus, Laut Marmara, dan Tanjung Emas (Golden Horn), tiga perairan yang membuat kota ini begitu hidup dan indah.
Istanbul dahulu bernama Konstantinopel (Constantinople) yang dibangun oleh suku bangsa Negaria pada 650 SM. Pada 330 M Kaisar Konstantin I mengganti namanya menjadi Roma Nova.
Kemudian diganti lagi menjadi Konstantinopel. Pada 1922, yakni ketika dihapusnya kesultanan Turki Usmani, nama Konstantinopel diganti dengan Istanbul.
Pembukaan Konstantinopel atau Istanbul oleh Muslimin mengalami proses yang panjang dan berat. Namun, pembukaan kota tersebut tak sia-sia adanya.
Kegemilangan Turki dimulai pascapembukaan Konstantinopel. Beragam ilmu pengetahuan, seni, dan kebudayaan dikembangkan. Maka, lahirlah budaya Islam dengan gaya baru, yakni akulturasi dari beragam bangsa.
Bangsa Turki yang mengambil alih kekuasaan Islam dari tangan bangsa Arab, kemudian meneruskan catatan sejarah perjuangan dan kepemimpinan Islam.
Budaya pun semakin berwarna dengan datangnya bangsa dari Asia Tengah tersebut. Budaya Turki ikut andil dalam perkembangan arsitektur Islam.
Pada masa Turki Usmani arsitektur pun berkembang pesat. Pertumbuhan arsitektur Islam yang dimulai sejak masa Bani Umayyah mulai maju pesat pada masa Turki Usmani.
Dengan dibukanya Konstantinopel, perkembangan arsitektur dipengaruhi masa kekuasaan sebelumya, yakni Romawi Timur (Bizantium). Gaya arsitektur Bizantium inilah yang memiliki andil besar dalam perkembangan arsitektur masa itu.
Karya arsitektur pertama yang mendasari berkembangnya gaya arsitektur Bizantium ke dalam arsitektur Islam ialah Aya Sofya (Hagia Sophia).
Aya Sofya dibangun pada masa Bizantium dengan gaya kental arsitektur mereka. Ketika pembukaan Islam oleh Sultan Turki Usmani, Muhammad Al Fatih, gereja ini pun diubahnya menjadi sebuah masjid.
Sejak saat itu, arsitektur yang dibangun di Turki mengikuti gaya Aya Sofyayang saat ini berfungsi sebagai museum.
Selain Aya Sofya, banyak bangunan berasitektur indah lain yang berdiri megah di sana. Monumen di Istanbul yang paling megah dikelompokkan di semenanjung bersejarah, bagian tringular daratan yang dikelilingi Laut Marmara di barat dan selatan, Golden Horn di utara, dan tembok kota ke timur.
Di tempat inilah Megarian menetap dan Septimus Severus yang sebagian besar bertanggung jawab atas penyelesaian pra-Bizantium memberi perhatian khusus terhadap area ini.
Adapun pusat tanah yang merupakan inti dari Istanbul adalah daerah yang kita ketahui hari ini sebagai Sultanahmet Square.
Arsitektur Bizantium dan Turki Usmani yang paling menonjol dapat dilihat dari tempat tersebut. Beberapa bangunan tersebut, yakni Masjid Sultan Mehmet, Masjid Sulayman, Topkapi Place, Aya Sofya, dan sebagainya. Perpaduan kebudayaan dapat dilihat dari bangunan-bangunan indah yang saat ini masih dilestarikan tersebut.
Turki modern
Setiap kerajaan yang pernah tumbuh dan berkembang, terdapat suatu masa pada puncak kejayaan dan terdapat pula masa pada jurang kemunduran.
Menurut Norton JD dalam The Turks and Islam, antara 1451 dan 1566 Kekaisaran Turki Usmani mencapai kegemilangan terbesar di bawah tiga sultan berurutan: Muhammad II, Salim I, dan Sülayman I (di Barat dikenal sebagai Süleyman the Magnificent).
Pascaberakhirnya pemerintahan Sultan Sülayman I, Turki Usmani telah menandakan masa kemunduran.
Pascakekalahan pada Perang Dunia I tahun 1918, sekutu menguasai Turki dan membagi-bagi wilayah kekuasaannya.
Turki Usmani diambang keruntuhan, pihak Inggris merajalela, Sultan pun tidak lagi berfungsi. Hal ini menumbuhkan tekad Turki Muda utuk menyelamatkan negara. Maka, dibentuklah suatu gerakan nasionalis yang dipimpin Mustafa Kemal Atatürk. Revolusi Turki pun dimulai.
Selain itu, Mahayudin Yahya dan Ahmad Jelani Halimi dalam Sejarah Islam menyebutkan, akibat terpicu setelah penolakan perjanjian Sevres yang menyatakan wilayah Turki diserahkan kepada Yunani, gerakan Turki Muda ialah mengadakan Majelis Kebangsaan di Ankara pada 23 April 1920.
Mustafa Kemal dilantik menjadi presiden dan ketua Majelis Kebangsaan dan Majelis Menteri-Menteri. Seterusnya, mereka mendirikan negara sendiri yang berpusat di Ankara. Tentara Mustafa pun berhasil menghalau serangan Yunani.
Pada 24 Juli 1923 dibuat perjanjian di Lausanne yang memutuskan Yunani untuk mengembalikan wilayah Asia Kecil dan Istanbul serta kawasan timur Thracia.
Maka, pada 29 Oktober 1923 Majelis Kebangsaan Turki segera memproklamasikan sebuah negara republik dan melantik Mustafa Kemal Atatürk sebagai presiden pertama. Sistem kekhalifahan resmi dihapus pada 13 Mei 1924.
Sang bapak Turki, Atatürk, pun menyulap negara Islam itu menjadi negara republik. Islam tak lagi menjadi landasan negara dan ia menggantinya dengan paham sekuler. Bahasa Arab tak lagi menjadi bahasa resmi.
Atatürk menciptakan bahasa baru yang digunakan secara nasional, bahasa Turki. Ia melakukan reformasi agama dan modernisasi Turki dengan lebih dekat pada budaya Eropa. Setiap sendi kehidupan publik diatur untuk lepas dari agama. Sistem inilah yang terus dianut negara Turki hingga kini.
Kota di Turki ini memang sarat nilai sejarah, budaya, hingga peradaban. Bukan hanya satu bangsa, melainkan beragam bangsa pernah menorehkan peradaban di sana.
Bagi Muslimin yang pernah melancong ke Istanbul, pasti mengakui keindahan kota di negara Turki tersebut. Bangunan artistik sarat nilai sejarah banyak berdiri di kota yang menghubungkan Eropa dan Asia tersebut. Perpaduan seni antara Eropa, Timur Tengah, dan Asia membuat Istanbul memiliki keindahan yang unik.
Kota Istanbul terletak di wilayah Marmara, termasuk bagian Benua Eropa, tepatnya di perbatasan antara Eropa dan Asia. Posisi ini menjadikan Istanbul sebagai pintu gerbang Asia menuju Eropa atau sebaliknya.
Selain itu, kota itu berada di antara Selat Bosporus, Laut Marmara, dan Tanjung Emas (Golden Horn), tiga perairan yang membuat kota ini begitu hidup dan indah.
Istanbul dahulu bernama Konstantinopel (Constantinople) yang dibangun oleh suku bangsa Negaria pada 650 SM. Pada 330 M Kaisar Konstantin I mengganti namanya menjadi Roma Nova.
Kemudian diganti lagi menjadi Konstantinopel. Pada 1922, yakni ketika dihapusnya kesultanan Turki Usmani, nama Konstantinopel diganti dengan Istanbul.
Pembukaan Konstantinopel atau Istanbul oleh Muslimin mengalami proses yang panjang dan berat. Namun, pembukaan kota tersebut tak sia-sia adanya.
Kegemilangan Turki dimulai pascapembukaan Konstantinopel. Beragam ilmu pengetahuan, seni, dan kebudayaan dikembangkan. Maka, lahirlah budaya Islam dengan gaya baru, yakni akulturasi dari beragam bangsa.
Bangsa Turki yang mengambil alih kekuasaan Islam dari tangan bangsa Arab, kemudian meneruskan catatan sejarah perjuangan dan kepemimpinan Islam.
Budaya pun semakin berwarna dengan datangnya bangsa dari Asia Tengah tersebut. Budaya Turki ikut andil dalam perkembangan arsitektur Islam.
Pada masa Turki Usmani arsitektur pun berkembang pesat. Pertumbuhan arsitektur Islam yang dimulai sejak masa Bani Umayyah mulai maju pesat pada masa Turki Usmani.
Dengan dibukanya Konstantinopel, perkembangan arsitektur dipengaruhi masa kekuasaan sebelumya, yakni Romawi Timur (Bizantium). Gaya arsitektur Bizantium inilah yang memiliki andil besar dalam perkembangan arsitektur masa itu.
Karya arsitektur pertama yang mendasari berkembangnya gaya arsitektur Bizantium ke dalam arsitektur Islam ialah Aya Sofya (Hagia Sophia).
Aya Sofya dibangun pada masa Bizantium dengan gaya kental arsitektur mereka. Ketika pembukaan Islam oleh Sultan Turki Usmani, Muhammad Al Fatih, gereja ini pun diubahnya menjadi sebuah masjid.
Sejak saat itu, arsitektur yang dibangun di Turki mengikuti gaya Aya Sofyayang saat ini berfungsi sebagai museum.
Selain Aya Sofya, banyak bangunan berasitektur indah lain yang berdiri megah di sana. Monumen di Istanbul yang paling megah dikelompokkan di semenanjung bersejarah, bagian tringular daratan yang dikelilingi Laut Marmara di barat dan selatan, Golden Horn di utara, dan tembok kota ke timur.
Di tempat inilah Megarian menetap dan Septimus Severus yang sebagian besar bertanggung jawab atas penyelesaian pra-Bizantium memberi perhatian khusus terhadap area ini.
Adapun pusat tanah yang merupakan inti dari Istanbul adalah daerah yang kita ketahui hari ini sebagai Sultanahmet Square.
Arsitektur Bizantium dan Turki Usmani yang paling menonjol dapat dilihat dari tempat tersebut. Beberapa bangunan tersebut, yakni Masjid Sultan Mehmet, Masjid Sulayman, Topkapi Place, Aya Sofya, dan sebagainya. Perpaduan kebudayaan dapat dilihat dari bangunan-bangunan indah yang saat ini masih dilestarikan tersebut.
Turki modern
Setiap kerajaan yang pernah tumbuh dan berkembang, terdapat suatu masa pada puncak kejayaan dan terdapat pula masa pada jurang kemunduran.
Menurut Norton JD dalam The Turks and Islam, antara 1451 dan 1566 Kekaisaran Turki Usmani mencapai kegemilangan terbesar di bawah tiga sultan berurutan: Muhammad II, Salim I, dan Sülayman I (di Barat dikenal sebagai Süleyman the Magnificent).
Pascaberakhirnya pemerintahan Sultan Sülayman I, Turki Usmani telah menandakan masa kemunduran.
Pascakekalahan pada Perang Dunia I tahun 1918, sekutu menguasai Turki dan membagi-bagi wilayah kekuasaannya.
Turki Usmani diambang keruntuhan, pihak Inggris merajalela, Sultan pun tidak lagi berfungsi. Hal ini menumbuhkan tekad Turki Muda utuk menyelamatkan negara. Maka, dibentuklah suatu gerakan nasionalis yang dipimpin Mustafa Kemal Atatürk. Revolusi Turki pun dimulai.
Selain itu, Mahayudin Yahya dan Ahmad Jelani Halimi dalam Sejarah Islam menyebutkan, akibat terpicu setelah penolakan perjanjian Sevres yang menyatakan wilayah Turki diserahkan kepada Yunani, gerakan Turki Muda ialah mengadakan Majelis Kebangsaan di Ankara pada 23 April 1920.
Mustafa Kemal dilantik menjadi presiden dan ketua Majelis Kebangsaan dan Majelis Menteri-Menteri. Seterusnya, mereka mendirikan negara sendiri yang berpusat di Ankara. Tentara Mustafa pun berhasil menghalau serangan Yunani.
Pada 24 Juli 1923 dibuat perjanjian di Lausanne yang memutuskan Yunani untuk mengembalikan wilayah Asia Kecil dan Istanbul serta kawasan timur Thracia.
Maka, pada 29 Oktober 1923 Majelis Kebangsaan Turki segera memproklamasikan sebuah negara republik dan melantik Mustafa Kemal Atatürk sebagai presiden pertama. Sistem kekhalifahan resmi dihapus pada 13 Mei 1924.
Sang bapak Turki, Atatürk, pun menyulap negara Islam itu menjadi negara republik. Islam tak lagi menjadi landasan negara dan ia menggantinya dengan paham sekuler. Bahasa Arab tak lagi menjadi bahasa resmi.
Atatürk menciptakan bahasa baru yang digunakan secara nasional, bahasa Turki. Ia melakukan reformasi agama dan modernisasi Turki dengan lebih dekat pada budaya Eropa. Setiap sendi kehidupan publik diatur untuk lepas dari agama. Sistem inilah yang terus dianut negara Turki hingga kini.
Sumber : http://www.republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar