aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Jumat, 21 Desember 2012

Mengapa Pendidikan Indonesia Kurang Berkualitas?

 
Langkah pemerintah untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di tanah air sebaiknya kita apresiasi. Pro dan kontra terhadap setiap kebijakan baru pasti tidak akan bisa dihindarkan.

Berita terbaru di dunia pendidikan di Indonesia adalah rencana penerapan kurikulum baru pada tahun 2013. Apakah perubahan kurikulum tersebut mampu menjawab permasalah kualitas pendidikan di Indonesia? Jawabnya pun sangat bervariasi.

Saya pribadi setuju dengan pengembangan kurikulum, namun ada permasalahan dunia pendidikan yang lebih mendasar untuk diselesaikan daripada pergantian kurikulum. Jika permasalahan pendidikan yang sangat mendasar tersebut tidak segera diselesaikan, perubahan kurikulum berkali-kali pun tetap akan sia-sia. Nah, apakah hal-hal yang mendasar tersebut dalam dunia pendidikan yang harus segera diselesaikan? Mari kita lihat bersama:

1. Fasilitas Belajar yang kurang memadai

Untuk menciptakan pendidikan yang bermutu perlu didukung oleh fasilitas belajar dan mengajar yang memadai. Dari hasil pengatan pribadi terdapat gap yang lebar antara sekolah di perkotaan dan pinggiran ataupun pedalaman. Bagaimana guru dan siswa akan belajar dengan baik jika tidak dukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Sehebat apapun design kurikulum jika sarana dan prasarana tidak mendukung juga akan mentah sia-sia. Bagaimana anak akan belajar dengan baik jika teks book saja terbatas bahkan tidak mampu untuk membeli.

Pengalaman saya berkunjung di beberapa sekolah di Australia menyimpulkan tidak ada perbedaan yang mencolok antara sekolah di tengah kota dan pinggiran. Semua sekolah memiliki dan dilengkapi dengan fasilitas yang sama. Dengan demikian mutu pendidikan tidak akan berbeda begitu jauh. Yang menarik adalah anak-anak akan memperoleh pengalaman belajar yang sama. Hal ini sangat kontras dengan kenyataan sekolah-sekolah di Indonesia yang terletak di pinggiran dan perkotaan dan antara sekolah negeri dan swasta (terutama swasta kecil).

2. Kualitas Guru

Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap para pendidik di tanah air, kita harus memberanikan diri untuk menanyakan apakah guru-guru di Indonesia memiliki kualitas ilmu (knowledge) yang cukup untuk mendukung perubahan kurikulum. Tanpa didasari dengan keberadaan guru yang berkualitas, design kurikulum yang hebat akan sia-sia karena para guru tidak akan mampu menerapkannya dilapangan.

Perlu studi yang mendalam yang mengukur kualitas keilmuan yang dimiliki oleh seorang guru seperti pemahaman guru terhadap materi yang akan diajarkan, kualitas pedagogi, kualitas model evaluasi penilaian belajar siswa, dan pengembangan bahan ajar. Bagaimana seorang guru akan mengajar dengan baik sedangkan dirinya sendiri tidak begitu memahami materi yang diajarkan. Misalnya, bagaimana seorang guru akan mengajar bahasa Inggris yang baik sedangkan dirinya bukanlah lulusan sarjana bahasa Inggris atau sebaliknya guru tersebut alumni bahasa pendidikan bahasa Inggris tetapi memiliki hasil tes kemampuan bahasa Inggris seperti TOEFL atau IELTS di bawah standard minimal untuk guru.

Intinya guru harus memiliki pengetahuan yang cukup terhadap semua komponen yang membuat proses belajar di sekolah berkualitas dengan baik.

3. Aspek Siswa

Salah satu yang menarik dari konsep Kurikulum 2013 adalah rencana penambahan jam belajar karena jam belajar siswa di Indonesia jauh lebih pendek dibandingkan negara-negara lain. Rencana penambahan jam belajar ini bisa jadi berlawanan dengan fakta jika sebenarnya waktu anak-anak habis untuk belajar. Bahkan di beberapa sekolah telah banyak memberikan kegiatan sekolah yang seolah merampas waktu-waktu siswa untuk menikmati hari-hari yang menyenangkan. Kebijakan menambah jam belajar sekolah seolah tidak mempertimbangkan kenyataan lapangan kalau siswa sudah kedodoran dengan rutinitas kegiatan sekolah, seperti adannya pekerjaan rumah (PR) yang berjibun, kegiatan ekstra kurikululer sekolah, dan kegiatan belajar tambahan seperti les di rumah atau sekolah untuk menyiapkan ujian.

Dari beberapa contoh di atas sebenarnya tanpa ditambah jam belajar disekolah para siswa sudah menambah jam belajarnya sendiri secara otomatis. Saya kawatir penambahan jam belajar justru membuat anak-anak semakin tertekan dan terbebani dengan sekolah yang justru menjadikan kegiatan belajar tidak lagi menyenangkan. Saya melihat seolah anak-anak Indonesia diberlakukan seperti robot atau mesin yang siap dipacu untuk bekerja tanpa rasa lelah. Satu hal yang menyedihkan adalah sekolah seringkali merenggut masa-masa bahagia anak. Nah, melihat kondisi seperti yang telah diuraikan di awal, perlu sekali sekolah / pemerintah memperhatian kondisi psikologis siswa. Artinya, siswa itu juga manusia yang memiliki rasa dan kebutuhan lain yang harus dipenuhi seperti mengembangkan bakat dan minat yang memang tidak diolah dengan baik di sekolah.

4. Asapek Ekonomi dan Sosial

Dengan melihat kemampuan kehidupan masyarakat, tentu akan sangat mempengaruhi pola pikir terhadap pendidikan. Untuk memenuhi kebutuhan pokok makan sehari-hari saja rasanya sulit, bagaiaman mungkin berpikir tentang pendidikan yang berkualitas? Harus diakui gizi juga mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap ilmu pengertahuan. Siswa yang berasal dari keluarga ekonomi mampu, akan lebih akomodatif dibandingkan dengan siswa yang berasal dari ekonomi kurang mampu? Hal-hal urgen seperti ini kadangkala lepas dari pengamatan atau pemerhati pendidikan.

Kesimpulan dari tulisan ini adalah lebih baik pemerintah menyelesaikan permasalah mendasar yang membuat mutu pendidikan kita rendah daripada sekedar menggonta-ganti kurikulum. Kurikulum dengan design yang hebat belum tentu menghasilkan mutu pendidikan yang hebat selama permasalah dasar pendidikan seperti fasilitas belajar, kualitas guru, aspek siswa dan aspek ekonomi dan sosial tidak diselesaikan dengan baik. Salam Pendidikan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar