Islam merupakan agama yang telah diturunkan Allah sebagai agama akhir zaman dan paling sempurna. Allah berfirman dalam Surah Al Maidah :
“… Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucukupkan nikmatKu kepadamu, dan telah Kuridhai Islam menjadi agamamu ….” (Al Maidah:3).
Ayat ini mengindikasikan bahwa hanya Islam yang diridhai sebagai agama Allah dan Islam telah sempurna tanpa perlu tambahan dan pengurangan. Al Quran, sebagai sumber hukum Islam yang utama, telah Allah turunkan pada KhalilNya yang mulia, Muhammad Rasulullah dalam rangka menyelamatkan umat manusia dari gelap kesesatan menuju cahaya. Al Quran dengan demikian telah menjadi Kitab petunjuk dan bimbingan menuju jalan lurus yang menjamin kebaikan dunia dan akhirat.
Hanya saja, Al Quran bukanlah kitab tentang disiplin ilmu ataupun ensiklopedi teknologi, hingga kita harus merujukkan setiap teori ilmu baru padanya serta memeriksakan setiap teknologi baru padanya seperti yang telah dilakukan sebagian orang atau cendekiawan. Bahkan terkadang mereka datang dengan ekspresi keheranan yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya sedikitpun.Begitu mendengar teori ilmiah baru, mereka selalu berusaha menyeret nyeret ayat Al Quran untuk mendalilinya dan menguliti kandungannya tanpa melihat aspek signifikansi ayat tersebut. Mungkin, mereka pikir hal tersebut adalah salah satu cara dalam mengembangkan tafsir Al Quran dan memajukan Islam. Padahal kenyataannya, teori teori ilmiah selalu mengalami perubahan.Satu teori digugurkan dan muncul teori baru.Pendapat baru muncul menggantikan pendapat lama.Hal ini justru dapat menjebak umat Islam pada lubang yang telah mereka gali sendiri.Bila hal seperti ini terjadi, tanpa disadari mereka telah melakukan tudingan paradoks pada Kitab dan Firman Allah Jalla Jalaluh.Hal ini mustahil, sebab Kitab Allah kekal, tidak berubah, dan memiliki kebenaran mutlak.Kitab Allah juga tidak berganti hanya untuk menyesuaikan dengan setiap teori dan mendukung tiap gagasan.Ia adalah kitab kebenaran yang tidak akan tersusupi kebatilan dari sisi manapun.
Al Quran bukanlah kitab disiplin ilmu sains ataupun ensiklopedi teknologi,namun dalam Al Quran telah diisyaratkan beberapa hakikat hukum alam sekaligus mendorong manusia untuk melakukan pengamatan dan perenungan terhadap alam sebagai sarana untuk menunjukkan keagungan ciptaan Allah sekaligus kebesaran Penciptanya. Apa yang diisyaratkan Allah adalah kebenaran dan selamanya tidak akan mungkin bertentangan dengan hakikat ilmiah yang telah dapat dibuktikan dengan pasti oleh penelitian.
Al Quran juga membimbing umat Islam pada metode yang tepat guna dalam melakukan penelitian ilmiah yang akan mengantarkan pada hakikat ilmu. Al Quran juga telah meletakkan dasar metodologi ilmiah yang tepat bagi umat Islam, yaitu yang berlandaskan pada pengamatan, penyelidikan, dan optimalisasi pemikiran. Allah berfirman:
“Katakanlah : Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi” (QS Yunus 101)
“Dan di bumi itu terdapat tanda tanda (Kekuasaan Allah) bagi orang orang yang yakin; dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan”(QS Adz Dzariyat 20-21)
Pengamatan yang jeli dan mendalam serta optimalisasi pemikiran merupakan kunci kemajuan dan keterbukaan yang akan membukakan cakrawala ilmu dan mengeluarkan buah manfaatnya bagi manusia. Aktivitas inilah yang dianjurkan oleh Allah Rabbul Alamin dan juga telah dilakukan oleh kaum Salafush Sholeh.
Dengan demikian, dapat dikatakan Al Quran telah memberikan kunci pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu.Al Quran tidak bisa dituntut macam-macam dan memang bukan itulah tujuannya diturunkan, untuk menyajikan di hadapan kita rincian sains yang beragam beserta bagian bagian mikronya yang berlimpah ruah. Cukuplah kiranya Al Quran menghancurkan belenggu yang merintangi akal, mengangkat hijab penghalang yang menutupinya, lalu mendorong akal untuk bertolak tak terbatas mengisi medan aktivitasnya sepanjang masih dalam koridor syariat.
Pandangan Al-Qur’an tentang ilmu dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw.
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhan-Mu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq.Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al-Alaq, 96:1-5).
Iqra’ terambil dari kata yang berarti menghimpun.Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak.
Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena Al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut Bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri yang tertulis maupun yang tidak.Alhasil, obyek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya. Selanjutnya, dari wahyu pertama Al-Qur’an diperoleh isyarat bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena yang telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia (tanpa pena) yang belum diketahuinya. Cara pertama mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia.Cara kedua dengan mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia.Walaupun berbeda, keduanya berasal dari satu sumber, yaitu Allah SWT.
Setiap pengetahuan memiliki subyek dan obyek.Secara umum subyek dituntut peranannya untuk memahami obyek. Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa obyek terkadang memperkenalkan diri kepada subyek tanpa usaha sang subyek. Misalnya komet Halley yang memasuki cakrawala hanya sejenak setiaap 76 tahun.Pada kasus ini, walaupun para astronom menyiapkan diri dengan peralatan mutakhirnya untuk mengamati dan mengenalnya, sesungguhnya yang lebih berperan adalah komet itu dalam memperkenalkan dirinya. Wahyu, ilham, intuisi, firasat yang diperoleh manusia yang siap dan suci jiwanya, atau apa yang diduga sebagai “kebetulan” yang dialami oleh ilmuwan yang tekun, semuanya tidak lain kecuali bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan dengan kasus komet di atas. Itulah pengajarah tanpa qalam yang ditegaskan oleh wahyu pertama Al-Qur’an tersebut.
Ilmu
Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Qur’an. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan. ‘Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan.Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.Sekalipun demikian, kata ini berbeda dengan ‘arofa (mengetahui), ‘arif (yang mengetahui), dan ma’rifah (pengetahuan).
Menurut pandangan Al-Qur’an seperti diisyaratkan oleh wahyu pertama, ilmu terdiri dari dua macam.Pertama ‘ilm laduni, seperti diterangkan oleh Al-Qur’an surat al-Kahfi, 18:65.
“Lalu mereka (Musa dan muridnya) bertemu dengan seorang hamba dari hamba-hamba Kami, yang telah Kami anugrahkan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan telah Kami ajarkan kepada ilmu dari sisi Kami”.
Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia dinamai ‘ilm kasbi.Ayat-ayat ‘ilm kasbi jauh lebih banyak dari pada yang berbicara tentang ilmu laduni.
Pembagian ini disebabkan karena dalam pandangan Al-Qur’an terdapat hal-hal yang “ada” tetapi tidak dapat diketahui melalui upaya manusia sendiri. Ada wujud yang tidak tampak, sebagaimana ditegaskan berkali-kali oleh Al-Qur’an, antara lain firman-Nya:
“Aku bersumpah dengan yang kamu lihat dan yang kamu tidak lihat”. (Q.S. Al-Haqqah, 69:38-39).
Dengan demikian, obyek ilmu meliputi materi dan non materi.Fenomena dan non-fenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui manusia pun tidak.
“Dia menciptakan apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Nahl, 16:8).
Dari sini jelas pula bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas, karena itu wajar sekali Allah menegaskan.
“Kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit”. (Q.S. Al-Isra’, 17:85).
Teknologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai “kemampuan teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu, eksakta dan berdasarkan proses teknis”. Teknologi adalah ilmu atau cara tentang menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia. Menelusuri pandangan Al-Qur’an tentang teknologi, mengundang kita untuk menengok sekian banyak ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam raya.Menurut sebagian ulama, terdapat sekitar 750 ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam materi dan fenomenanya, dan memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkan alam ini.Secara tegas Al-Qur’an menyatakan bahwa alam raya diciptakan dan ditundukkan Allah untuk menusia.
“Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai anugrah) dari Nya”. (Q.S. Al-Jatsiyah, 45:13).
Jadi, dapatkan dikatakan bahwa teknologi merupakan sesuatu yang dianjurkan oleh Al-Qur’an.Sebelum menjawab pertanyaan, ada dua catatan yang perlu diperhatikan.
Pertama, ketika Al-Qur’an berbicara tentang alam raya dan fenomenanya, terlihat secara jelas bahwa pembicaraannya selalu dikaitkan dengan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.Misalnya uraian Al-Qur’an tentang kejadian alam.
“Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah satu yang padu, kemudian Kami (Allah) pisahkan keduanya, dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga beriman?”. (Q.S. Al-Anbiya, 27:30).
Ayat ini dipahami oleh banyak ulama kontemporer sebagai isyarat tentang teori Big Bang (Ledakan Besar) yang mengawali terciptanya langit dan bumi. Para pakar boleh saja berbeda pendapat tentang makna ayat tersebut, atau mengenai proses terjadinya pemisahan langit dan bumi. Yang pasti, ketika Al-Qur’an berbicara tentang kekuasaan dan kebesaran Allah, serta keharusan beriman kepada-Nya.Ini berarti sains dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia terhadap kehadiran dan kemahakuasaan Allah SWT, selain juga harus memberi manfaat bagi kemanusiaan, sesuai dengan prinsip bismi rabbik.
Kedua, Al-Qur’an sejak dini memperkenalkan istilah sakhara yang maknanya bermuara pada kemampuan meraih dengan mudah dan sebanyak yang dibutuhkan segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dari alam raya melalui keahlian di bidang teknik.Ketika Al-Qur’an memilih kata sahkara yang arti harfiahnya menundukkan atau merendahkan, maksudnya adalah agar alam raya dengan segala manfaat yang dapat diraih darinya harus tunduk dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah manusia.
Dan kedua catatan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi dan hasil-hasilnya disamping harus mengingatkan manusia kepada Allah, juga harus mengingatkan bahwa manusia adalah khalifah yang kepadanya tunduk segala yang berada di alam raya ini. Salah satu cabang teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah ilmu aeronautika.
Aeronautika Era Milenium, Refleksi Afiliasi Surat Ar Rahman
Aeronautika (dari bahasa Yunani ὰήρ āēr yang berarti “udara” dan ναυτική nautikē yang berarti “navigasi di udara”) adalah ilmu yang terlibat dalam pengkajian, perancangan, dan pembuatan mesin-mesin berkemampuan terbang, atau teknik-teknik pengoperasian pesawat terbang dan roket di atmosfer. Meski pada mulanya istilah ini bermakna harfiah “berlayar di udara”, semata-mata hanya dirujuk sebagai ilmu pengoperasian pesawat terbang, kini aeronautika memiliki perluasan cakupan dengan menyertakan teknologi, bisnis, dan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan pesawat terbang.
Salah satu bagian penting dalam aeronautika adalah sebuah cabang dari ilmu fisika yang disebut aerodinamika, yang membidangi pergerakan udara dan cara udara tersebut berinteraksi dengan benda-benda bergerak, seperti persawat terbang. Istilah “aviasi” kadang-kadang saling dipertukargunakan dengan aeronautika, kendati “aeronautika” melibatkan pesawat yang lebih ringan dari udara seperti kapal udara, dan meliputi kendaraan balistik yang tidak dibahas oleh “aviasi”.
“Hai jama`ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan. (QS. Arrahman / 55 : 33).
Ayat ini menyeru jin dan manusia jika mereka sanggup menembus, melintasi penjuru langit dan bumi karena takut akan siksaan dan hukuman Allah, mereka boleh mencoba melakukannya, mereka tidak akan dapat berbuat demikian. Demikian mereka tidak mempunyai kekuatan sedikit pun dalam menghadapi kekuatan Allah Subhanahu wa Taala.
Menurut sebagian ahli tafsir, pengertian -Sultan- pada ayat ini adalah ilmu pengetahuan.Hal ini menunjukkan bahwa dengan ilmu pengetahuan / teknologi manusia dapat menembus ruang angkasa.
(Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka) untuk memerangi mereka (kekuatan apa saja yang kalian sanggupi) Rasulullah saw. menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan kekuatan adalah ar-ramyu atau pasukan pemanah. Demikianlah menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (dan dari kuda-kuda yang ditambat) lafal ribath berbentuk mashdar, artinya kuda-kuda yang sengaja disediakan untuk berperang di jalan Allah (untuk membuat takut) kalian membuat gentar (dengan adanya persiapan itu musuh Allah dan musuh kalian) artinya orang-orang kafir Mekah (dan orang-orang yang selain mereka) terdiri dari orang-orang munafik atau orang-orang Yahudi (yang kalian tidak mengetahuinya sedangkan Allah mengetahuinya. Apa saja yang kalian nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalaskan kepada kalian dengan balasan yang cukup) yakni pahalanya (dan kalian tidak akan dianiaya) tidak akan dikurangi sedikit pun dari pahala kalian.
Teknologi penerbangan beserta seluruh turunannya seperti teknologi roket untuk membawa manusia hingga ke ruang angkasa wajib dikembangkan karena ini dapat merupakan faktorpenentu dalam jihad fisabilillah.
Dengan motivasi ideologis yang kuat, teknologi aeronautika pasti dengan cepat dapat dikuasai kembali oleh kaum muslimin.Motif ideologis harus menjadi motif utama, baru setelahnya motif ekonomis dan sains.Tanpa motif ideologis, teknologi bahkan industry pesawatterbang yang telah dimiliki dapat dengan mudah digadaikan atau dijual ke asing demi membayar utang luar negeri yang tidak seberapa. Dan karena ketiadaan orang Islam yang ideologis, kini ribuan ahli-ahli aeronautika muslim terpaksa berkarier di Negara-negara kafir penjajah, dan secara tak langsung ikut menciptakan mesin-mesin terbang yang membunuhi anak-anak kaum muslimin di Palestina, Iraq atau Afganistan.
“… Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah kucukupkan nikmatKu kepadamu, dan telah Kuridhai Islam menjadi agamamu ….” (Al Maidah:3).
Ayat ini mengindikasikan bahwa hanya Islam yang diridhai sebagai agama Allah dan Islam telah sempurna tanpa perlu tambahan dan pengurangan. Al Quran, sebagai sumber hukum Islam yang utama, telah Allah turunkan pada KhalilNya yang mulia, Muhammad Rasulullah dalam rangka menyelamatkan umat manusia dari gelap kesesatan menuju cahaya. Al Quran dengan demikian telah menjadi Kitab petunjuk dan bimbingan menuju jalan lurus yang menjamin kebaikan dunia dan akhirat.
Hanya saja, Al Quran bukanlah kitab tentang disiplin ilmu ataupun ensiklopedi teknologi, hingga kita harus merujukkan setiap teori ilmu baru padanya serta memeriksakan setiap teknologi baru padanya seperti yang telah dilakukan sebagian orang atau cendekiawan. Bahkan terkadang mereka datang dengan ekspresi keheranan yang tidak pernah terlintas dalam pikirannya sedikitpun.Begitu mendengar teori ilmiah baru, mereka selalu berusaha menyeret nyeret ayat Al Quran untuk mendalilinya dan menguliti kandungannya tanpa melihat aspek signifikansi ayat tersebut. Mungkin, mereka pikir hal tersebut adalah salah satu cara dalam mengembangkan tafsir Al Quran dan memajukan Islam. Padahal kenyataannya, teori teori ilmiah selalu mengalami perubahan.Satu teori digugurkan dan muncul teori baru.Pendapat baru muncul menggantikan pendapat lama.Hal ini justru dapat menjebak umat Islam pada lubang yang telah mereka gali sendiri.Bila hal seperti ini terjadi, tanpa disadari mereka telah melakukan tudingan paradoks pada Kitab dan Firman Allah Jalla Jalaluh.Hal ini mustahil, sebab Kitab Allah kekal, tidak berubah, dan memiliki kebenaran mutlak.Kitab Allah juga tidak berganti hanya untuk menyesuaikan dengan setiap teori dan mendukung tiap gagasan.Ia adalah kitab kebenaran yang tidak akan tersusupi kebatilan dari sisi manapun.
Al Quran bukanlah kitab disiplin ilmu sains ataupun ensiklopedi teknologi,namun dalam Al Quran telah diisyaratkan beberapa hakikat hukum alam sekaligus mendorong manusia untuk melakukan pengamatan dan perenungan terhadap alam sebagai sarana untuk menunjukkan keagungan ciptaan Allah sekaligus kebesaran Penciptanya. Apa yang diisyaratkan Allah adalah kebenaran dan selamanya tidak akan mungkin bertentangan dengan hakikat ilmiah yang telah dapat dibuktikan dengan pasti oleh penelitian.
Al Quran juga membimbing umat Islam pada metode yang tepat guna dalam melakukan penelitian ilmiah yang akan mengantarkan pada hakikat ilmu. Al Quran juga telah meletakkan dasar metodologi ilmiah yang tepat bagi umat Islam, yaitu yang berlandaskan pada pengamatan, penyelidikan, dan optimalisasi pemikiran. Allah berfirman:
“Katakanlah : Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi” (QS Yunus 101)
“Dan di bumi itu terdapat tanda tanda (Kekuasaan Allah) bagi orang orang yang yakin; dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan”(QS Adz Dzariyat 20-21)
Pengamatan yang jeli dan mendalam serta optimalisasi pemikiran merupakan kunci kemajuan dan keterbukaan yang akan membukakan cakrawala ilmu dan mengeluarkan buah manfaatnya bagi manusia. Aktivitas inilah yang dianjurkan oleh Allah Rabbul Alamin dan juga telah dilakukan oleh kaum Salafush Sholeh.
Dengan demikian, dapat dikatakan Al Quran telah memberikan kunci pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu.Al Quran tidak bisa dituntut macam-macam dan memang bukan itulah tujuannya diturunkan, untuk menyajikan di hadapan kita rincian sains yang beragam beserta bagian bagian mikronya yang berlimpah ruah. Cukuplah kiranya Al Quran menghancurkan belenggu yang merintangi akal, mengangkat hijab penghalang yang menutupinya, lalu mendorong akal untuk bertolak tak terbatas mengisi medan aktivitasnya sepanjang masih dalam koridor syariat.
Pandangan Al-Qur’an tentang ilmu dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad Saw.
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhan-Mu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq.Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia yang tidak diketahuinya. (Q.S. Al-Alaq, 96:1-5).
Iqra’ terambil dari kata yang berarti menghimpun.Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak.
Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena Al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut Bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri yang tertulis maupun yang tidak.Alhasil, obyek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya. Selanjutnya, dari wahyu pertama Al-Qur’an diperoleh isyarat bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena yang telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia (tanpa pena) yang belum diketahuinya. Cara pertama mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia.Cara kedua dengan mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia.Walaupun berbeda, keduanya berasal dari satu sumber, yaitu Allah SWT.
Setiap pengetahuan memiliki subyek dan obyek.Secara umum subyek dituntut peranannya untuk memahami obyek. Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa obyek terkadang memperkenalkan diri kepada subyek tanpa usaha sang subyek. Misalnya komet Halley yang memasuki cakrawala hanya sejenak setiaap 76 tahun.Pada kasus ini, walaupun para astronom menyiapkan diri dengan peralatan mutakhirnya untuk mengamati dan mengenalnya, sesungguhnya yang lebih berperan adalah komet itu dalam memperkenalkan dirinya. Wahyu, ilham, intuisi, firasat yang diperoleh manusia yang siap dan suci jiwanya, atau apa yang diduga sebagai “kebetulan” yang dialami oleh ilmuwan yang tekun, semuanya tidak lain kecuali bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan dengan kasus komet di atas. Itulah pengajarah tanpa qalam yang ditegaskan oleh wahyu pertama Al-Qur’an tersebut.
Ilmu
Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854 kali dalam Al-Qur’an. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek pengetahuan. ‘Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan.Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.Sekalipun demikian, kata ini berbeda dengan ‘arofa (mengetahui), ‘arif (yang mengetahui), dan ma’rifah (pengetahuan).
Menurut pandangan Al-Qur’an seperti diisyaratkan oleh wahyu pertama, ilmu terdiri dari dua macam.Pertama ‘ilm laduni, seperti diterangkan oleh Al-Qur’an surat al-Kahfi, 18:65.
“Lalu mereka (Musa dan muridnya) bertemu dengan seorang hamba dari hamba-hamba Kami, yang telah Kami anugrahkan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan telah Kami ajarkan kepada ilmu dari sisi Kami”.
Kedua, ilmu yang diperoleh karena usaha manusia dinamai ‘ilm kasbi.Ayat-ayat ‘ilm kasbi jauh lebih banyak dari pada yang berbicara tentang ilmu laduni.
Pembagian ini disebabkan karena dalam pandangan Al-Qur’an terdapat hal-hal yang “ada” tetapi tidak dapat diketahui melalui upaya manusia sendiri. Ada wujud yang tidak tampak, sebagaimana ditegaskan berkali-kali oleh Al-Qur’an, antara lain firman-Nya:
“Aku bersumpah dengan yang kamu lihat dan yang kamu tidak lihat”. (Q.S. Al-Haqqah, 69:38-39).
Dengan demikian, obyek ilmu meliputi materi dan non materi.Fenomena dan non-fenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui manusia pun tidak.
“Dia menciptakan apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Nahl, 16:8).
Dari sini jelas pula bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas, karena itu wajar sekali Allah menegaskan.
“Kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit”. (Q.S. Al-Isra’, 17:85).
Teknologi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teknologi diartikan sebagai “kemampuan teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu, eksakta dan berdasarkan proses teknis”. Teknologi adalah ilmu atau cara tentang menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia. Menelusuri pandangan Al-Qur’an tentang teknologi, mengundang kita untuk menengok sekian banyak ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam raya.Menurut sebagian ulama, terdapat sekitar 750 ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam materi dan fenomenanya, dan memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkan alam ini.Secara tegas Al-Qur’an menyatakan bahwa alam raya diciptakan dan ditundukkan Allah untuk menusia.
“Dan Dia menundukkan untuk kamu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya (sebagai anugrah) dari Nya”. (Q.S. Al-Jatsiyah, 45:13).
Jadi, dapatkan dikatakan bahwa teknologi merupakan sesuatu yang dianjurkan oleh Al-Qur’an.Sebelum menjawab pertanyaan, ada dua catatan yang perlu diperhatikan.
Pertama, ketika Al-Qur’an berbicara tentang alam raya dan fenomenanya, terlihat secara jelas bahwa pembicaraannya selalu dikaitkan dengan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.Misalnya uraian Al-Qur’an tentang kejadian alam.
“Apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah satu yang padu, kemudian Kami (Allah) pisahkan keduanya, dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga beriman?”. (Q.S. Al-Anbiya, 27:30).
Ayat ini dipahami oleh banyak ulama kontemporer sebagai isyarat tentang teori Big Bang (Ledakan Besar) yang mengawali terciptanya langit dan bumi. Para pakar boleh saja berbeda pendapat tentang makna ayat tersebut, atau mengenai proses terjadinya pemisahan langit dan bumi. Yang pasti, ketika Al-Qur’an berbicara tentang kekuasaan dan kebesaran Allah, serta keharusan beriman kepada-Nya.Ini berarti sains dan hasil-hasilnya harus selalu mengingatkan manusia terhadap kehadiran dan kemahakuasaan Allah SWT, selain juga harus memberi manfaat bagi kemanusiaan, sesuai dengan prinsip bismi rabbik.
Kedua, Al-Qur’an sejak dini memperkenalkan istilah sakhara yang maknanya bermuara pada kemampuan meraih dengan mudah dan sebanyak yang dibutuhkan segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dari alam raya melalui keahlian di bidang teknik.Ketika Al-Qur’an memilih kata sahkara yang arti harfiahnya menundukkan atau merendahkan, maksudnya adalah agar alam raya dengan segala manfaat yang dapat diraih darinya harus tunduk dan dianggap sebagai sesuatu yang posisinya berada di bawah manusia.
Dan kedua catatan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi dan hasil-hasilnya disamping harus mengingatkan manusia kepada Allah, juga harus mengingatkan bahwa manusia adalah khalifah yang kepadanya tunduk segala yang berada di alam raya ini. Salah satu cabang teknologi yang berkembang pesat saat ini adalah ilmu aeronautika.
Aeronautika Era Milenium, Refleksi Afiliasi Surat Ar Rahman
Aeronautika (dari bahasa Yunani ὰήρ āēr yang berarti “udara” dan ναυτική nautikē yang berarti “navigasi di udara”) adalah ilmu yang terlibat dalam pengkajian, perancangan, dan pembuatan mesin-mesin berkemampuan terbang, atau teknik-teknik pengoperasian pesawat terbang dan roket di atmosfer. Meski pada mulanya istilah ini bermakna harfiah “berlayar di udara”, semata-mata hanya dirujuk sebagai ilmu pengoperasian pesawat terbang, kini aeronautika memiliki perluasan cakupan dengan menyertakan teknologi, bisnis, dan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan pesawat terbang.
Salah satu bagian penting dalam aeronautika adalah sebuah cabang dari ilmu fisika yang disebut aerodinamika, yang membidangi pergerakan udara dan cara udara tersebut berinteraksi dengan benda-benda bergerak, seperti persawat terbang. Istilah “aviasi” kadang-kadang saling dipertukargunakan dengan aeronautika, kendati “aeronautika” melibatkan pesawat yang lebih ringan dari udara seperti kapal udara, dan meliputi kendaraan balistik yang tidak dibahas oleh “aviasi”.
“Hai jama`ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan. (QS. Arrahman / 55 : 33).
Ayat ini menyeru jin dan manusia jika mereka sanggup menembus, melintasi penjuru langit dan bumi karena takut akan siksaan dan hukuman Allah, mereka boleh mencoba melakukannya, mereka tidak akan dapat berbuat demikian. Demikian mereka tidak mempunyai kekuatan sedikit pun dalam menghadapi kekuatan Allah Subhanahu wa Taala.
Menurut sebagian ahli tafsir, pengertian -Sultan- pada ayat ini adalah ilmu pengetahuan.Hal ini menunjukkan bahwa dengan ilmu pengetahuan / teknologi manusia dapat menembus ruang angkasa.
(Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka) untuk memerangi mereka (kekuatan apa saja yang kalian sanggupi) Rasulullah saw. menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan kekuatan adalah ar-ramyu atau pasukan pemanah. Demikianlah menurut hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (dan dari kuda-kuda yang ditambat) lafal ribath berbentuk mashdar, artinya kuda-kuda yang sengaja disediakan untuk berperang di jalan Allah (untuk membuat takut) kalian membuat gentar (dengan adanya persiapan itu musuh Allah dan musuh kalian) artinya orang-orang kafir Mekah (dan orang-orang yang selain mereka) terdiri dari orang-orang munafik atau orang-orang Yahudi (yang kalian tidak mengetahuinya sedangkan Allah mengetahuinya. Apa saja yang kalian nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalaskan kepada kalian dengan balasan yang cukup) yakni pahalanya (dan kalian tidak akan dianiaya) tidak akan dikurangi sedikit pun dari pahala kalian.
Teknologi penerbangan beserta seluruh turunannya seperti teknologi roket untuk membawa manusia hingga ke ruang angkasa wajib dikembangkan karena ini dapat merupakan faktorpenentu dalam jihad fisabilillah.
Dengan motivasi ideologis yang kuat, teknologi aeronautika pasti dengan cepat dapat dikuasai kembali oleh kaum muslimin.Motif ideologis harus menjadi motif utama, baru setelahnya motif ekonomis dan sains.Tanpa motif ideologis, teknologi bahkan industry pesawatterbang yang telah dimiliki dapat dengan mudah digadaikan atau dijual ke asing demi membayar utang luar negeri yang tidak seberapa. Dan karena ketiadaan orang Islam yang ideologis, kini ribuan ahli-ahli aeronautika muslim terpaksa berkarier di Negara-negara kafir penjajah, dan secara tak langsung ikut menciptakan mesin-mesin terbang yang membunuhi anak-anak kaum muslimin di Palestina, Iraq atau Afganistan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar