aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Selasa, 13 Agustus 2013

Al-Madain, Metropolitan Kuno di Tepi Sungai Tigris

Suatu hari, Hudzaifah Ibnul Yaman ditugaskan di Al-Madain. Dalam sebuah kesempatan, ia meminta minum. Dihqaan datang dengan membawa air dalam gelas yang terbuat dari perak. Hudzaifah melempar Dihqaan dengan gelas perak tersebut.

"Sesungguhnya, aku melemparnya karena ia sudah pernah aku larang (menggunakan gelas perak), namun masih saja melakukannya," ujar Hudzaifah.

Ia lalu berkata, "Sesungguhnya, Rasulullah SAW bersabda, 'Emas, perak, sutra, dan sutra dibaaj untuk mereka orang kafir di dunia dan untuk kalian nanti di akhirat."

Dalam kisah yang tercantum dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim itu tercantum nama Al-Madain.

Menurut Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith an-Nabawi, Al-Madain adalah nama sebuah kota yang dibangun Raja Anu Syirwan bin Qabadz. "Dia adalah raja Persia yang bijaksana, pandai, cerdas, dan berbaik budi," ujar Dr Syauqi.

Menurut dia, Raja Anu Syirwan beserta raja-raja Sasan tinggal di kota itu hingga ditaklukkan pasukan tentara Islam pada era kepemimpinan Khalifah Umar bin Khathab pada tahun 16 H.

Pada tahun itu, tentara Muslim di bawah komando Sa'ad bin Abi Waqqash menaklukkan Al-Ahwaz dan Al-Madain di Perang Jawala. Dalam pertempuran itu, Kaisar Persia kalah dan melarikan diri di Perang Yazidiger. Lalu di manakah kota Al-Madain itu berada?

"Al-Madain terletak di tepi Sungai Tigris sebelah timur, sekitar 30 kilometer dari Baghdad," ungkap Dr Syauqi.

Sejatinya, Al-Madain adalah sebuah kota metropolitan kuno yang dibentuk oleh Dinasti Sasan. Al-Madain berarti ‘kota-kota’. Menurut Wikipedia, Al-Madain merupakan salah satu kota di Babilonia yang didirikan oleh seorang Rabbi Yahudi yang dikenal dengan nama Rava.

Dalam bahasa Persia, Al-Madain dikenal dengan sebutan Tespon atau Tesiphon. Kota ini pernah menjadi ibu kota Kekaisaran Parthian Arsacids dan Sasan Persia. Al-Madain merupakan kota besar di Mesopotamia kuno.

 

Reruntuhan kota ini dapat dilihat di bagian timur Sungai Tigris, berseberangan dengan Kota Hellenistik, Seleucia. Kota ini berjarak sekitar 30 km di sebelah selatan Baghdad, Irak.

Al-Madain sangat menonjol selama Kekaisaran Parthian pada abad ke-1 Sebelum Masehi (SM). Kota tersebut sempat menjadi pusat pemerintahan.

Al-Madain menjadi sangat penting karena kota itu menjadi pusat sasaran militer bagi pemimpin Kekaisaran Romawi pada perang timur mereka.

Sejarah mencatat, kota tersebut sempat lima kali direbut Roma, tiga kali di antaranya pada abad ke-2 M.

Kaisar Trajan menguasai Ctesiphon pada 116, namun penerusnya, Hadrian, memutuskan untuk mengembalikan Ctesiphon tahun berikutnya sebagai bagian dari penyelesaian damai.

Jenderal Romawi, Avidius Cassius, merebut kota ini pada 164 M, selama Perang Parthia, namun ditinggalkan ketika perang berakhir. Pada 197 M, Kaisar Septimius Severus menguasai Al-Madain dan membawa ribuan penduduk yang kemudian dijual sebagai budak.

Pada akhir abad ke-3 M, setelah Parthia digantikan oleh Sassanis, kota ini kembali menjadi sumber konflik dengan Roma. Pada 283 M, Kaisar Galerius dikalahkan di luar kota tersebut. Setahun kemudian, ia kembali lagi dan meraih kemenangan pada pengepungan kelima.

Al-Madain pun dikuasai oleh bangsa Romawi pada 299. Ia mengembalikan kota tersebut kepada Raja Persia Narses dan menukarnya dengan Armenia serta Mesopotamia Barat.

Al-Madain di era Islam
Al-Madain jatuh ke tangan tentara Muslim selama penaklukan Islam atas Persia pada 637 di bawah komando Sa'ad bin Abi Waqqash. Masyarakat yang ada di wilayah itu tak dirugikan dengan datangnya pasukan tentara Islam. Sayangnya, istana dan arsip mereka dibakar.

Kota itu mulai kehilangan pamor ketika wilayah itu tak lagi menjadi pusat politik dan ekonomi. Terlebih di era Abbasiyah muncul metropolitan baru bernama Baghdad pada abad ke-8. Al-Madain pun berubah menjadi kota hantu karena ditinggalkan penduduknya. Penduduknya ramai-ramai bermigrasi.

Taq-i Kisra
Di bekas Kota Al-Madain hingga kini masih berdiri sebuah monumen peninggalan Dinasti Sassan bernama Taq-i Kisra.


Monumen itu berdiri di atas reruntuhan kota kuno Al-Madain. Kini, monumen ini terletak di Salman Pak, Irak. Taq-i Kisra juga disebut dengan nama Iwan-e Kisra atau Iwan Khosrau.

Konstruksi monumen ini dibangun pada pemerintahan Khosrau I setelah pertempuaran melawan Bizantium pada 540 M. Lorong yang melengkung dan membuka pada bagian depan berdiri setinggi 37 m dan lebar 26 m. Lorong ini memiliki panjang 50 m dan menjadikan monumen ini sebagai kubah terbesar yang pernah dibuat.

Lengkungan di pintu masuk merupakan bagian dari kompleks istana kekaisaran. Ruang tahta kemungkinan berada di bawah atau belakang lengkungan berdiri lebih dari 30 m, lebar 24 m, serta panjang 48 m. Bagian atas lengkungan memiliki ketebalan satu meter, sementara dinding di bagian dasar memiliki ketebalan sekitar tujuh meter. Bangunan ini merupakan yang terbesar yang pernah dibangun di Persia.

Lengkungan gerbang depan tersebut dibuat terbalik tanpa memiliki pusat. Beberapa teknik digunakan untuk membangun lengkungan ini. Batu bata diletakkan sekitar 18 derajat dari vertikal yang memungkinkan mereka didukung oleh dinding belakang selama konstruksi. Semen yang cepat mengering digunakan sebagai plester, memungkinkan batu bata dapat menopang batu bata yang berikutnya.

Hingga kini, Taq-i Kisra masih tetap berdiri tegap di bekas kota tua itu selama tujuh abad. Pada tahun 637 M, monumen itu dikuasai oleh bangsa Arab. Kaum Muslim menggunakan bangunan itu sebagai masjid untuk beberapa lama hingga daerah tersebut akhirnya ditinggalkan.

Pada 1888 M, banjir telah menghancurkan sepertiga bangunan bersejarah itu. Monumen tersebut akhirnya dibangun kembali oleh pemerintahan Saddam Hussein pada 1980-an. Rezim Saddam membangun sayap utara yang runtuh.

Namun, pembangunan kembali monumen tersebut terpaksa harus dihentikan karena Irak terlibat dalam Perang Teluk pada 1991. Pemerintah Irak bekerja sama dengan Universitas Chicago dalam ‘Proyek Diyala’ untuk mengembalikan situs tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar