aguspurnomosite.blogspot.com

aguspurnomosite.blogspot.com
Berpikir Luas Membuka Cakrawala Kehidupan! Berusaha Memberikan Yang Terbaik Untuk Masa Depan! Katakan "Go Go Go SEMANGAT" !!!

Minggu, 11 Agustus 2013

Istana Al-Bahia, Mutiara di Kota Marrakech (Maroko)

Berada di lereng barat daya pegunungan Atlas, Marrakech merupakan kota tua yang menjadi simbol keagungan sejarah Maroko. Orang Barat menyebutnya Marrakesh dan literatur di Indonesia menamainya Marrakus.

Kota ini dibangun pada 1062 M oleh Yusuf bin Tasyfin atau Ibnu Tasyfin dari Dinasti Murabitun. Dinasti ini menguasai Maroko setelah kekuasaan Dinasti Fatimiah di negeri itu tumbang.

Kota itu merupakan yang terbesar kedua di Maroko setelah Casablanca. Penguasa Dinasti Murabitun memilih Marrakech sebagai pusat pemerintahannya. Marrakech dipilih karena berada di kawasan yang netral di antara dua suku yang bersaing untuk meraih kehormatan menjadi tuan rumah di ibukota Dinasti Murabitun tersebut.

Selama berabad-abad, Marrakech dikenal dengan sebutan 'seven saints' atau tujuh orang suci. Ketika sufisme begitu populer semasa kekuasaan Moulay Ismail, di Marrakech sering diadakan festival 'seven saints'.

Pada 1147 M, kota yang mendapat julukan 'Mutiara dari Selatan' ini diambil alih Dinasti Muwahhidun. Pada masa itu, bangunan penduduk dan tempat-tempat ibadah dihancurkan.

Namun, penguasa baru itu kembali merekonstruksi seluruh bangunan yang ada di Marrakech. Pada 1269 M, Marrakech diambil alih Dinasti Marrin dan ibukota dipindah ke Fez. Dinasti ini sempat mengalami kemunduran pada 1274 M hingga 1522 M. Mulai 1522 M, Saadians mengambil alih kekuasaan Marrakech. Kota Marrakech yang berubah miskin itu kembali bergairah setelah dijadikan ibukota Maroko Selatan.

Pada akhir abad ke-16 M, Marrakech kembali mencapai kejayaannya. Secara budaya dan ekonomi, Marrakech menjadi kota terkemuka dan terdepan di Maroko. Saat itu, jumlah penduduknya mencapai 60 ribu orang.

Pada 1669, Marrakech dikuasai sultan Maroko dan ibukota kembali pindah ke Fez. Pada pertengahan abad ke-18, Marrakech kembali dibangun Sultan Muhammad III. Pada awal abad ke-20, Prancis banyak membangun bangunan bergaya Prancis. Ketika Maroko meraih kemerdekaan pada 1956, ibukota kerajaan berpindah ke Rabat.

Kini, Marrakech menjadi salah satu kota budaya yang dilindungi UNESCO. Di kota itu banyak berdiri masjid serta madrasah peninggalan masa kejayaan Islam. Di samping juga banyak ditemukan bangunan istana peninggalan kekhalifahan Islam.

Salah satunya adalah Istana Al-Bahia, yang kini menjadi objek wisata yang menarik minat para wisatawan lokal maupun mancanegara. Di Marrakech juga banyak sentra kerajinan tangan. Sebagai kota tua yang dijadikan objek wisata, Marrakech juga banyak memiliki museum.

 

Persembahan untuk Permaisuri
Istana Al-Bahia masuk dalam kawasan Kota Marrakech. Disebut Al-Bahia, karena istana ini diperuntukkan bagi salah seorang permaisuri yang bernama Bahia, yang hidup pada akhir abad ke-19.

Dari keempat istri raja, Bahia adalah yang paling disayang sang raja karena melahirkan anak laki-laki pertama.

Istana Al-Bahia dibangun sekitar akhir abad ke-19, yakni antara 1894 dan 1900, atas perintah Perdana Menteri Kesultanan Maroko saat itu, Si Moussa. Pembangunannya dimaksudkan untuk menjadi istana terbesar pada masanya.

Itu sesuai dengan namanya yang berarti 'cemerlang'. Rancangan bangunan di atas lahan seluas 8.000 meter persegi ini merupakan hasil karya sang arsitek Muhammad Al-Mekki dari Marrakech.

Bangunan istana ini memiliki 160 kamar yang keseluruhannya dihiasi mosaik warna-warni dari bahan plesteran, lukisan, pahatan kayu yang diukir secara detail serta ubin keramik berwarna terang dan mengilap. Semua elemen yang digunakan diadaptasi dari arsitektur Istana Nasrid di Spanyol yang dilebur menjadi gaya arsitektur Maroko.

Sang arsitek tidak mengadopsi gaya arsitektur art deco yang banyak digunakan pada bangunan dan gedung-gedung di Prancis. Meskipun, gaya art deco sedang digandrungi pada saat Maroko menjadi protektorat atau kawasan perlindungan Prancis selama 44 tahun, antara 1912-1956.

Bangunan-bangunan yang terdapat di Kota Marrakech justru menampilkan corak lokal yang mirip arsitektur Mediterania, bahkan sangat mirip pula dengan arsitektur Santa Fe.

Keindahan istana ini tak hanya karena arsitekturnya, tetapi juga tamannya yang tertata rapi. Mengikuti gaya Maroko, pada bagian tengah ruang selalu terdapat kolam pancuran dengan udara terbuka yang dikelilingi taman yang luas dan indah.

Dan untuk menimbulkan aksen romantis, di bagian taman dilengkapi dengan fitur berbagai macam tumbuhan, mulai dari tanaman bunga seperti mawar dan lavender hingga pohon buah-buahan seperti pisang, jeruk, dan anggur.

Di kompleks istana terdapat juga beberapa taman kecil yang difungsikan sebagai tempat bermain dan beristirahat keluarga raja. Sehingga bisa dikatakan Istana Bahia merupakan contoh yang luar biasa dari arsitektur Timur pada awal abad ke-20.

Struktur bangunan yang kaya akan berbagai macam unsur arsitektur pada masa itu, memberikan kesan yang lebih modern terhadap Istana Al Bahia. Inilah yang membuat ini tidak pernah sepi dari pengunjung.

Bahkan, karena keunikan arsitektur yang dimilikinya, istana ini pernah digunakan sebagai tempat kediaman resmi Louis Lyautey, seorang Jenderal Prancis yang memimpin pasukan di Maroko pada era kolonial.

Terbuka untuk umum
Hingga saat ini Istana Al-Bahia masih digunakan sebagai tempat peristirahatan resmi keluarga raja. Namun, begitu tidak tertutup untuk umum.

Dari 160 kamar yang terdapat di dalamnya, ada beberapa kamar yang memang sengaja dibuka bagi masyarakat umum untuk memperlihatkan bagaimana para bangsawan hidup.

Jumlah ruangan kamar yang terbuka untuk umum ini mencapai puluhan. Tempat lainnya yang terbuka untuk umum adalah sebuah bangunan yang pernah dijadikan sebagai kediaman resmi Perdana Menteri Si Moussa.

Para wisatawan juga bisa mengunjungi Museum Dar Si Said yang berada di bagian utara kompleks Istana Al-Bahia. Dahulu bangunan museum ini merupakan tempat kediaman kepala pengurus rumah tangga kerajaan Sidi Said.

Berbagai koleksi peninggalan raja-raja Maroko, seperti pisau belati, pintu berukir, alat-alat musik, dan peralatan dapur dipamerkan di museum ini. Museum Dar Si Said ini dibuka untuk kunjungan umum, kecuali pada Selasa dan Jumat.

Untuk mencapai ke museum ini, para pengunjung terlebih dahulu harus melalui labirin menuju ke sebuah ruangan yang terhubung dengan sebuah halaman yang hanya ditumbuhi oleh beraneka ragam tanaman bunga. Dari halaman ini para pengunjung masih harus menaiki tangga yang menuju ke sebuah ruangan dengan atap kubah yang biasa digunakan sebagai tempat resepsi dan ruang dapur di lantai atas.

Yusuf bin Tasyfin, penguasa Murabitun
Yusuf bin Tasyfin (berkuasa 1061-1106) adalah penguasa Dinasti Murabitun (Almoravid), di Afrika Utara dan Andalusia. Di Afrika Utara, kekuasaan dinasti ini membentang dari Maroko hingga Aljazair. Sementara di Andalusia, dari Spanyol hingga Portugal.

Sementara sejarawan memperkirakan Yusuf merupakan sepupu atau kemenakan Abu Bakar bin Umar, pendiri dinasti ini. Ia mempersatukan semua daerah Islam di kawasan Semenanjung Iberia (sekarang Spanyol dan Portugal) di bawah kekuasaan Kerajaan Maroko Murabitun (1090).

Abdullah, seorang sejarawan Muslim di abad ke-14, menggambarkan sosok Yusuf sebagai orang yang berkulit cokelat, tinggi sedang, kurus, sedikit berjenggot, bersuara lembut, bermata hitam, berhidung rajawali, alisnya bergabung, dan berambut ikal.

Yusuf merupakan salah satu pendiri Kota Marrakech. Pada mulanya kota ini dibangun dan didiami oleh Abu Bakar bin Umar pada 1070. Namun, Abu Bakar harus berangkat untuk memadamkan pemberontakan di Sahara.

Pembangunan Marrakech dilanjutkan oleh Yusuf, yang kemudian menjadikannya sebagai ibukota Dinasti Murabitun.

Sebelumnya, orang-orang Murabitun merupakan pengembara padang pasir, dan pendirian kota ini menandai bahwa mereka telah menetap dan mengikuti cara hidup masyarakat kota.

Setelah membangun kekuasaan yang berpusat di Marrakech selama satu abad, Dinasti Murabitun mengalami penurunan di awal abad ke-12 karena munculnya kekuatan baru dari wilayah Pegunungan Atlas. Mereka adalah Dinasti Muwahiddun. Dipimpin oleh seorang Mahdi, mereka sukses menaklukan Tunisia sampai Cyrenaica (saat ini Libya).

Namun, kekuasaan Dinasti Muwahiddun di wilayah Maroko secara bertahap mulai berakhir menyusul kekalahan mereka di Las Navas, Tolosa, Spanyol, saat menghadapi tentara Nasrani, di tahun 1212.

Abd Al-Kader yang mempimpin peperangan besar dengan Spanyol mengalami kekalahan telak yang berujung pada penyerahan wilayah pesisir barat dan utara.

Sejarah Politik Modern
Dalam pentas sejarah politik modern, pada 1904 Kerajaan Inggris sepakat untuk memberikan pengaruhnya atas Maroko dan akhirnya berbagi ''kue'' Maroko itu dengan Prancis. Bagian utara didominasi Spanyol dan bagian selatan dikuasai Prancis.

Maroko mendapat kemerdekaannya dari Prancis dan Spanyol pada 1956 di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad V atas dasar perjanjian tahun 1912 tentang negara di bawah perlindungan negara Prancis.

Penguasa berkebangsaan Spanyol sebelumnya ikut bergabung dengan negara baru ini bersamaan dengan wilayah utara Maroko, Tangier. Sultan pun dinobatkan menjadi Raja Maroko di tahun yang sama. Diteruskan oleh King Hassan II tahun 1961.

Dan pada Februari 2000, Raja Muhammad melakukan reformasi sosial dan politik termasuk memperkuat hak-hak kaum perempuan.

Upaya reformasi pun dilakukan di tengah pemerintahan sosialis untuk meningkatkan status di tengah dominasi kaum laki-laki. Hingga saat ini, Maroko menjadi sebuah negara dengan ibukota Rabat. Negara yang terdiri atas suku bangsa Arab Barbar, Yahudi, dan lain-lain. Sampai akhir 2008 populasi total Maroko sekitar 31,352 juta.
Sumber 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar