Ada seorang guru. Ketika berada di kelas, guru ini suka bercerita. Berbicara di kelas, di hadapan murid-muridnya. Bercerita banyak hal, tentang cita-cita, tentang masa depan, tentang impian, tentang manusia-manusia besar, tentang tindakan-tindakan besar. Yang guru ini ceritakan tentu saja manusia-manusia besar penuh pekerti, tindakan-tindakan besar penuh arti.
Guru ini bercerita dari hati untuk tiba di hati murid-muridnya. Setiap saat di kelas, hal ini terus dilakukan. Murid-muridnya mendengarkan, meskipun ada pula yang tak peduli. Guru ini tidak bercerita asal bercerita. Guru ini terus berusaha membawa murid-muridnya untuk mengimajinasikan masa depan. Lewat ceritanya, murid-muridnya diajak untuk mengenal nama-nama besar, mengetahui jejak kehidupan tokoh-tokoh besar. Guru ini juga bercerita tentang tanggung jawab kehidupan.
Pernah suatu ketika ada materi pelajaran menyebut nama Alexander Graham Bell, guru ini memang lain daripada guru lainnya. Ia tidak sekadar menyebut nama itu sebagai penemu telepon, tetapi malah bercerita panjang lebar. Ia bercerita tentang jejak kehidupan Alexander Graham Bell, ketekunannya hingga bisa menghasilkan penemuan besar. Ketika ada nama Bung Karno disebut, guru ini bercerita tentang Bung Karno saat bersekolah, tentang jejak pendidikan Bung Karno, tentang ketekunan Bung Karno belajar dan melahap bacaan.
Begitu pula ketika ada materi pelajaran menyebut luas Indonesia, guru ini tidak sekadar mengatakan luas Indonesia dalam angka. Ia juga bercerita tentang negeri ini, tentang Indonesia dari Sabang sampai Merauke dengan kekayaan alamnya. Indonesia dengan kebesarannya. Tak hanya itu, Indonesia dengan permasalahannya turut diceritakan.
Pernah suatu ketika ada seorang pengemis buta di halaman sekolah, guru ini pun memutar cerita. Ia tidak bercerita perlunya berbuat baik kepada orang-orang papa, karena murid-muridnya pasti mengerti perlunya berbuat baik. Ia cuma bercerita tentang manusia yang juga buta, salah satunya sosok Hellen Keller. Murid-muridnya akhirnya mengerti ternyata perempuan yang buta, tuli, dan sekaligus bisu ini mampu bertindak dan berkarya besar. Keterbatasan bukan halangan untuk menjangkau langit cita-cita.
Banyak yang diceritakan guru ini. Selain bercerita, guru ini juga membuka kesempatan murid-muridnya untuk bebas bertanya. Tidak masalah jika ada murid yang menyelanya saat bercerita. Bahkan, guru ini membiarkan jika ada muridnya yang ingin berpendapat dan berbicara banyak hal. Di antara murid-muridnya memang ada yang diam. Itu wajar, karena mungkin minder berbicara di dalam kelas.
Guru memang bercerita, tetapi tidak menggurui. Murid-muridnya harus belajar, itu pasti! Guru ini paham bahwa murid-muridnya telah mengerti pentingnya belajar. Tetapi, guru ini lebih mengerti bahwa belajar kerapkali menimbulkan kejenuhan. Jenuh dalam belajar adalah wajar. Belajar terus-menerus juga bisa menimbulkan kebosanan. Maka, guru ini bercerita untuk menginspirasi murid-muridnya, untuk memotivasi murid-muridnya agar tidak kenal menyerah belajar. Memotivasi tidak lewat nasihat, tetapi lewat cerita tentang ketekunan dan kegigihan belajar para tokoh yang layak diteladani jejaknya.
Dengan cerita inspiratif, guru ini telah mengajak murid-muridnya menginjak masa depan. Karena dari hati ke hati, murid-muridnya akhirnya mengerti. Murid-muridnya yang tidak peduli dan menganggap aneh akhirnya menghargai. Bahkan, murid-muridnya yang minder di kelas menjadi berani untuk mengungkapkan pikiran. Entah apa kehebatan guru ini, ia hanya bercerita untuk menginspirasi, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran murid-muridnya akan jati diri dan masa depan.
Dari sekian banyak cerita guru ini, benak murid-muridnya tanpa disadari tertanam tekad dan keinginan besar. Guru ini telah membawa murid-muridnya memiliki imajinasi terhadap masa depannya yang panjang. Murid-muridnya menyadari ada janji masa depan yang dipegangnya. Janji masa depan untuk menjadi manusia besar yang bertindak besar.
Murid-muridnya juga menyadari pentingnya belajar. Belajar untuk menjadi manusia besar yang bertindak besar, yang mampu memberikan kontribusi positif bagi kehidupan. Belajar adalah keniscayaan. Tokoh-tokoh besar dengan jejak keteladanan yang terus-menerus diceritakan guru ini ternyata terhunjam begitu kuat dalam pikiran murid-muridnya. Dengan penuh kesadaran, murid-muridnya memahami pentingnya belajar bukan sekadar lulus ujian. Belajar untuk sesuatu yang lebih besar, sehingga apapun dipelajari. Meski tak diajarkan di kelas, murid-muridnya telah mempelajari. Materi pelajaran setahun pun telah dipelajari murid-muridnya dalam sepekan. Belajar dan belajar. Belajar telah menjadi sikap dan prinsip hidup.
Tanpa diminta, tanpa penuh nasehat, murid-muridnya belajar karena ada janji masa depan yang harus dipenuhi. Janji masa depan: menjadi manusia besar yang berpikir dan bertindak besar, untuk Indonesia, untuk kehidupan, untuk menggenggam dunia dengan kebaikan. Itulah kisah seorang guru. Andakah guru itu? Wallahu a’lam. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar